TAKHRIJUL HADIS PENELUSURAN HADIS PADA SUMBERNYA
Pengertian
Takhrij Hadis.
Takhrij hadis terdiri dari dua suku kata yaitu kata “ takhrij dan hadis”. takhrij menurut bahasa ialah “mengeluarkan sesuatu daari tempatnya” atau “mengeluarkan masalah dengan menjelaskan arah/tujuannya” [1]
Takhrij menurut bahasa juga bermakna” ألاستنباط” (mengeluarkan), “ ألتدريب' (meneliti) dan “ التوجيه”(menjelaskan). [2]
Sementara menurut istilah adalah:
Takhrij menurut istilah ahli hadis mempunyai pengertian banyak:
1. Sinonim ( muradif ) kata ألإخراجyang berarti menjelaskan hadis pada orang lain dengan menyebutkan mukharrij -nya, yaitu para perawi dalam sanad hadis, dimana suatu hadis keluar dari jalan mereka.
Misalnya, para ahli hadis mengatakan : هذا حديث اخرجه البخارى dan خرجه البخارى, artinya al-Bukhari telah meriwayatkan dan menyebutkan Mukharrij -nya secara pribadi
2. Meriwayatkan dan keluarkan hahdis dari beberapa kitab. Dalam fathul Mugis , as-Sakhawi menyebutkan, takhrij adalam periwayatan seorang ahli hadis terhadap satu hadis dari beberapa juz, guru, kitab, dan sesamanya, - baik dari riwayatnya sendiri, sebagian guru, temanm, atau sesamanya-, membicarakannya dan menisbatkannya pada orang yang meriwayatkannya, yaitu para imam yang memiliki kitab dan kodifikasi hadis.
3. Ad-Dilalah, artinya menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, dan mennisbatkannya dengan cara menyebutkan para rawinya, yaitu para pengarangnya kitab-kitab sumber hadis tersebut. Al-Minawi dalam kitab Faidul Qadir menjelaskan kta-kata as-Suyuti: وبا لغت فى تحرير التخريج, bahwa saya bersungguh-sungguh dalam meneliti dan menisbatkan hadis pada mukharrijnya (para imam hadis), baik dari kitab al - jami' , sunan , atau musnad . Maka saya tidak menisbatkan hadis, kecuali setelah meneliti keadaan hadis itu dan keadaan para rekannya, dan saya tidak merasa puas akan penisbatannya kepada orang yang bukan ahlinya, meski orang-orang yanng ahli tafsir.
Takhrij menurut istilah ialah
Artinya : “ Takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, dimana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan”
Dari pengertian diatas ada beberapa komponen yang tergambar dari takhrij yaitu Pertama , menunjukkan tempat hadis adalah menyrbutkan berbagai kitab yang didalamnya terdapat hadis tersebut. Seperti Imam Bukhari dengan kitab sahihnya, Imam Muslim dengan kitab sahihnya dan lain-lain. Kedua , hadis yang menghimpun hadis-hadis Nabi saw.yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari gurunya, lengkap dengan sanadnya mulai dari mukharrij (orang yang mengeluarkan) sampai kepada Nabi saw. Ketiga, penjelasan kualitas hadis tersebut melalui penelitian, apakah sahih, da'if dan lain sebagainya. [3]
Dengan demikian resultante antara takhrij dan hadis adalah takhrij hadis yang pengertiannya adalah “Penelusurn atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang didalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap sanad dan matan hadis, dan untuk kepentingnan penelitian dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan ”. [4]
Sejarah Perkembangan Takhrij Hadis.
Sejarah perkembangan takhrij hadis sangat sejalan dengan perkembangan pembukuan hadis Nabi. Dinyatakan demikian, karena sebagaimana diketahui bahwa dalam perkembangan pembukuan hadis terdapat beberapa periodesasi dan setiap periodenya mempunyai motif yang berbeda pula. Oleh karena itu, dengan adanya masaslah-masalah yang timbul mengenai kualitas hadis pada perkembangan selanjutnya, maka takhrij hadis muncul sebagai salah satu solusinya.
Pembukuan hadis periode awal, boleh dikatakan belum begitu intens untuk dilakukan. Pembukuan/pencatatan dan penghafalan memang ada, akan tetapi hal itu masih bersifat pribadi dan belum secara resmi dan komunal. Pertimbangannya adalah,
Pertama , tugas utama dan terutama sekali ketika itu adalah pencatatan, penghafalan dan pembukuan Alqur'an. Kedua , Nabi sebagai sentral hadis, ketika masih hidup dan bersosialisasi dengan para sahabat. Ketiga , Sahabat dan tabi'in memiliki ketaatan dan kepatuhan yang sangan besar dan sebagian mereka memiliki kecerdasan yang bisa diandalkan. Keempat , belum adanya pemalsuan atau berita-berita bohong yang disandarken kepada nabi. [5]
Memasuki periode pembukuan (abad II H), atas inisiatif khalifah umar bin Abdul Aziz pada masa bani Umayyah, melalui Muhammad ibnu Hazm, maka dimulailah pembukuan hadis secara resmi dan komunal. Konsiderasinya adalah Pertama , Alqur'an telah
dibukukan dan telah disebarluaskan, sehingga tidak dikhawatirkan akan bercampur dengan hadis. Kedua , Semakin banyak perawi penghafal hadis yang telah meninggal denia. Ketiga , Semakin ekstensifnya daerah Islam dan memambah komplek permasalahan yang muncul. Keempat , Pemalsuan-pemalsuan hadis semakin bermunculan, jika dibiarkan akan mengancam kelestarian ajaran Islam yang benar. [6]
Keadaan ini semakin diperuncing dengan adanya perbedaan pendapat, baik dikalangan mazhab fiqh maupun mazhab kalam. [7] Masing-masing golongan tidak segan-segan untuk membuat hadis-hadis palsu dengan maksud selain untuk memperkuat argumentasi mazhabnya, juga unruk menuduh lawan mazhabnya sebagai golongan yang tidak sehat. Kenyataan-kenyataan seperti inilah yang dihadapi oleh ulama-ulama Islam.
Dalam menghadapi kondisi seperti itu, maka ulama hadis dalam mencapai hadis-hadis Nabi, membuat beberapa langkah keahlian. Pertama , mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk meninjau kebenaran hadis-hadis yang mereka terima dan mengkaji sumber-sumbernya, dan hasilnya mereka sampaikan ke masyarakat.
Kedua, mempelajari sanad dan perawi hadis dengan ketat, riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad hadis disk dengan seksama. [8]
Dari beberapa keahlian yang diambil yang pada akhirnya melahirkan berbagai ilmu hadis seperti, ilmu rijal hadis, ilmu jarh wa ta'di dan lain sebagainya. Secara urgensi umum dari kedua contoh ilmu tersebut sangat diharapkan sekali, sebab dengan ilmu itu, perihal akan kondisi perawi hadis sebagai kata kunci dalam struktur hadis di samping matan, dapat menjawab dari upaya-upaya pelestarian atau menjaga kemurnian hadis Nabi saw.
Hadis yang sampai kepada ulama-ulama hadis tidak lain adalah melalui beberapa orang/puluhan sahabat. Tentunya diantara para sahabat itu memiliki watak dan tabiat yang berbeda. [9]
Antara seorang sahabat dengan sahabat lain atau tabi'in yang satu dengan tabi'in yang lain tidaklah selalu sama, oleh karena itu dalam kerinduan, penulisan hadis dari sahabat kesahabat, dari tabi'in ke tabi'in,, memerluka pengkajian dan penelitian yang lebih seksama.
Dalam pada itu, sebagian ulama terdahulu, ada yang memiliki kecerdasan dan pemahaman yang tinggi dan luas terhadap hadis-hadis Nabi saw. yang dapat mengantarkan mereka ke sumber yang asli. Tetapi keadaan yang demikian hanya berlangsung dan terpelihara pada beberapa quran (periode). Setelah itu pengetahuan yang luas dan tinggi terhadap hadis Nabi seperti itu, belum diwariskan oleh ulama-ulama belakangan. [10]
Melihat kondisi ini, maka muncullah bebarapa ulama yang tergerak hatinya dan senantiasa mempersiapkan diri dengan segala kesungguhan untuk mengeluarkan (meneliti) hadis-hadis itu dari sumbernya yang asli. Ulama-ulama yang belakangan mencoba untuk mengkonsetrasikan diri pada penyelidikan dan penelitian sanad, perawi hadis, mencari bagaimana tingkat ke'adilan dan kedhabitan para perawi, apakah terkena jarh (cacat nilai negatif) atau tidak, adakah terjadi perjumpaan (liqa') antara murid dengan guru dan lain-lain. Pada hakikatnya inilah yang dilakukan takhrij
hadis , “yaitu mengeluarkan hadis dengan meninjau kembali atau melakukan penelusuran terhadap posisi perawi atau matan hadis”.
Untuk masa selanjutnya, kegiatan seperti inilah yang dilakukan oleh ulama-ulama yang selalu concern/peduli terhadap hadis-hadis nabi. Ibnu Khaldun , mengatakan bahwa :
“Pada masa kita sekarang, perhatian ditujukan kepada pembetulan (tashih) buku-buku induk yang ditulis dan disinggung dengan kisah pengarangnya. Perhartian juga di tujukkan kepada penyelidikan tentang isnad-isnad, pengarangnya serta penjelmaan menurut syarat-syarat dan hukum-hukum yang ditentukan dalam ilmu hadis, agar isnad-isnad terdahulu ditemukan pertaliannya dengan yang terakhir. Dalam hal ini pertalian mereka lebih banyak diberikan kepada buku-buku induk yang jumlahnya lima buah itu. Perhatian kepada buku-buku lainnya juga diberikan dalam keadaan yang lebih kecil”. [11]
Demikian, perjalanan sejarah perkembangan takhrij hadis, pada awal dan juga untuk selanjutnya lebih merupakan upaya penelitian dan pemeriksan terhadap hadis yang tidak menerangkan sanad-sanadnya dan tempat penganbilannya (sumbernya). Apakah hal itu terdapat dalam kitab tafsir, fiqh sejarah misalnya. Dengan menggunakan metode takhrij hadis, hal yang demikian itu dan menjelaskan kembali oleh ulama-ulama kenamaan, mereka telah berhasil menerangkan derajat-derajat hadis yang termaktub dalam berbagi kitab tafsir, fiqh maupun sejarah.
Tokoh-Tokoh Takhrij
hadis.
Ada beberapa tokoh takhrij hadis kenamaan antara lain yaitu:
sebuah.
Al-Khatib al-Bagdady (392-483 H). [12]
Al Khatib al Bagdadi nama lengkapnya Abu Bakar Ahmad ibn Ali ibn Sabit ibn Ahmad al-Bagdadi, yang terkenal dengan al-Khatib pengarang Tarikh Bagdad dan berbagai macam kitab, seorang hafizh yang terkenal dimasanya. beliau dilahirkan pada hari Kamis, tanggal 6 Jumadil Akhir 392 H (1002 M) di Bagdad. [13]
Beliau anak seorang Khatib , beliau memulai studinya begitu cepat dan menghabiskan masa mudanya berkeliling untuk mempelajari hadis. Dengan cara ini, beliau mengunjungi Bashrah, Naisabur, Isfahan, Hamadan dan Damaskus. Akhirnya menetap di Bagdad dan memegang jabatan khatib di sana dan inilah asal usul nama al-Khatib al-bagdadiyang dengannya dikenal sebagai keturunan al-Khatib. Pengetahuan dan pengetahuannya yang mendalam tentang hadis membuat dia semakin termasyhur di tempat tinggalnya. [14]
Beliau mempelajari fikih dari Abul Hasan al-Muhamily, al-Qadi Abu Tayyib at-Tabari dan lain-lain. [15]
Dalam bidang ilmu Qiraat Alqur'an beliau belajar dari Hilal bin Abdullah at-Taibai dan Mansur al-Jabar. [16]
Dalam hal ibadah beliau bermazhab Syafi'i dalam bidang 'Aqidah bermazhab Asy'ari. [17] Beliau sangat mementingkan ilmu-ilmu hadis, di samping fiqh, adab dan tarikh. Beliau mendengar hadis dari Abu Hasan bin as Salat bin Ahwazi Abu Umar bin Al Mahdi dan lain-lain. Hadisnya diriwayatkan oleh al Barqani, Abu Abdullah al Humaidi, Abdul Aziz al-Kitani dan lain-lain. Banyak sekali hasil karya beliau yang teristimewa di bidang ilmu hadis. [18]
bidang sejarah. [19]Andaikata beliau hanya mempunyai kitab tarikh yang terkenal dengan tarikh bagdad , cukuplah baginya, karena kitab itu menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang mempunyai ilmu yang sangat luas. [20]
Beliau wafat pada, senin 7 Zulhijjah 463 H (1079 M) di Bagdad. [21]
2 Az Zaila'iy (762 H). [22]
Nama aslinya adalah Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Ayyub bin Musa al-Hanafi. [23]
Dikenal dimasanya dengan al Fadil al Barii, Al Muhdas al Mufid, al Hafiz al Muntaqan [24] Julukan-julukan tersebut menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli hadis yang pintar, kuat hafalan dan sebagai pemberita yang bermamfaat . Beliau mendengar hadis dari Taqiyuddin bin Abdurrazak Taqiyuddin Muhammad bin Usman, Al-Fakhar az-Zaila'iy pensyarah al Kanz dan lain-lain. [25]
Beliau terus menerus menela'ah kitab-kitab hadis sehingga beliau dapat menyusun kitab takhrij
bagi hadist-hadis al Hidayah dan hadis-hadis al-Kasysyaf. [26]
Syikhul Islam berkata :” guru kami al 'Irak berkata, bahwa sanya beliau menyertai az-Zaila'iy dalam menela'ahkan kitab-kitab hadis untuk ditakhrijkan hadisnya. Maka al'Iraqy mentakhrijkan hadis-hadis al-Ihya
dan hadis-hadis yang disyaratkan hadis-hdits dalam susunanya, sedang az-Zaila'iy men- takhrij -kan hadis-hadis kitab al-Hidayah dan al-Kasysyaf. [27] Beliau wafat pada tanggal 11 Muharram 762 H. [28]
3 Al 'Irak (725 –805 H). [29]
Nama lengkapnya adalah, Abu Fadli Zainuddin Abdurrahim bin Husain bin Abdurrahman al-'Iraky al-Syafi'i. Seorang hafiz hadis dimasanya. Beliau lahir 21 Jumadil Ula tahun 725 H di Kaira. [30]
Beliau mendengar hadis dari Taqiyu al-Akhnai ibn Abdullah bin Hadi, at-Taqiyi as-Subky. [31]
Beliau sangat menyibukkan diri dengan ilmu-ilmu hadis seperti halnya as-Subky dan lain-lain. Sementara yang meriwayatkan hadis darinya (muridnya) ialah Jamaluddin al-Asnawi dalam kitab al-Muhimmat. [32]
Diantara karya-karya beliau adalah Takhrij Ahadis al-Ahyai, Nuzum Manhaj al-Baidawy, al-Marasil dan lain sebgainya. [33] Beliau wafat pada bulan Sya'ban tahun 805 H. [34]
Metode Takhrij Hadis.
1. Kitab atau Buku yang menjelaskannya
Menelusuri hadis sampai sumber aslinya tidak menampilkan isi ayat Alqur'an. Untuk menelusuri ayat Alqur'an, cukup di pergunakan sebuah kitab kamus Alqur'an misalnya, Kitab al-Mufahras li al-Fazil Qur'an Karim susun Muhammad Fuad Abdul Baqi, dan sebuah rujuka mushaf Alqur'an.
Untuk menelusuri hadis, tidak cukup hanya menggunakan
sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan berupa kitab hadis yang disusun oleh mukharrijnya. Yang menyebabkan hadis begitu sulit untuk dibaca sampai kesumber aslinya karena hadis terhimpun dalam banyak kitab.
Dengan dimuatnya hadis Nabi dalam berbagai kitab hadis
yang cukup banyak,maka sampai saat ini belum ada sebuah kamus yang mampu memberi petunjuk untuk mencari hadis-hadis untuk dimuat oleh seluruh kitab hadis yang ada. Kamus hadis yang telah ada hanya terbatas untuk memberi petunjuk pencarian hadis yang termuat di sejumlah kitab hadis saja. Dari sebagian kamus hadis itupun ada yang tidak menjelaskan cara penggunaannya.
Untuk mengetahui kitab atau kamus hadis yang mamfaatnya besar bagi kegiatan takhrijul hadis dan sekalihus untuk memahami cara penggunaan dari kamus-kamus itu,perlu membaca beberapa kitab atau buku seperti;
sebuah. Ushul at- Takhrij wa Dirasatul Asanid , oleh Mahmud at-Thahhan.
b. Cara Praktis mencari hadis , oleh M.Syuhudi Ismail.
Kedua buku tersebut dapat membatu, bagaimana cara yang harus dilakukan dalam menelusuri hadis-hadis ke sumber aslinya.
2. Macam-macam Metode yang dapat dipakai
Jika kita hendak mentakhrij hadis dan hendak mengetahui tempatnya dalam sumber aslinya, terlebih dahulu kita mempelajari hadis yang dimaksud, sebelum kita mengkajinya dalam kitab-kitab hadis.
Sepanjang penelitian, metode menakhrijkan hadis tidak lebih dari lima macam;
Cara pertama , yaitu dengan cara mengetahui sahabat yang meriwayatkan Hadis.
Metode ini dapat diterapkan selama nama sahabat yang meriwayatkan, terdapat dalam hadis yang hendak di tekhrij. Jika sebaliknya, atau mungkin tidak dapat diketahui dengan cara apapun, maka metode yang jelas ini tidak dapat diterapkan.
Untuk dapat mempergukan metode ini, maka harus memakai tida macam kitab.
1. Kitab-kitab Musnad.
Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, atau kitab yang menghimpun hadis sahabat. Nama-nama sahabat dalam kitab tersebut terkadang disusun berdasarkan huruf hijaiyah, yang terlebih dahulu masuk Islam, kabilah (bangsa) atau negara dan lain sebagainya. Sebagian ahli hadis, kitab tersebut disusun berdasarkan urutan bab-bab fikih atau berdasarkan urutan huruf hijaiyah , bukan berdasarkan urutan nama-nama sahabat. Karen pada dasarnya hadis yang diriwayatkan sahabat bernilai musnad dan marfu'
sampai kepada Rasulullah. [35] contohnya sebagai berikut;
-
Musnad Ahmad bin Hambal
-
Musnad Aid bin Humaidi (musnad al Humaidi)
-
Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud di Tayalisi . [36]
2. Kitab-kitab Mu'jam
Kitab mu'jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara, atau lainnya. Dan umumnya menyusun nama-nama sahabat berdasarkan urutan huruf hijaiyah. sebagai contohnya berikut;
-
Mu'jam Kabir, Mu'jam Ausat, dan Mu'jam Saghir, oleh Abul Qasil Sulaiman bin Ahmad at-Tabrani (-360 H)
-
Mu'jam as Shahabah , oleh Ahmad bin Ali bin Lalin al Hamdani (-398 H) [37]
3. Kitab-kitab Atraf.
Kitab Atraf adalah bagian kitab hadis, yang hanya menyebutkan bagian ( tarf ) hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya, kemudian menyebutkan sanad-sanadnya, baik secara menyeluruh maupun di nisbatkan pada kitab-kitab tertentu. Kitab Atraf ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai dengan urutan huruf hijaiyah . Kitab tersebut dimulai dengan hadis-hadis sahabat yang namanya dimulai dengan huruf alif , kemudian ba , dan seterusnya. [38] kontonya;
-
Atraf as Shahihain , oleh Abu Mas'ud Ibrahim bin Muhammad ad Dimasyqi (-410 H)
-
Atraf As Shahihain , oleh Abu Muhammad Khalaf bin Muhammad al-Wasiti (-410 H)
- Tuhfatul Asyraf fi M'rifatil Atraf , oleh Al Hafiz Abul Hajjal Yusuf Abdur Rahman al-Maziy (-742 H).
Metode Kedua, Dengan mengetahui lafaz Pertama dari Matan Hadis.
Metode ini dipergukan ketika hendak mengetahui lafaz pertama dari matan hadis, sebab tanpa mengetahui lafz pertama dari matan hadis, maka tidak bisa digunakan metode ini.
Ada tiga macam kita yang dapat membantu dalam menggunakan metode ini;
1.
Kitab-kitab tentang hadis yang masyhur dikalangan masyarakat.
Hadis-hadis yang masyhur dikaangan masyarakat adalah ucapan-ucapan yang banyak beredar dikalangan masyarakat, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Diantara hadis ini ada yang shahih atau hasan, namun sebagian besar adalah dhaif, maudu', bahkan ada yang tidak diketahui asalnya .) dilkalangan masyarakat, ini akan merusak agama, disamping karena keyakinan mereka bahwa hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi Muhammad saw., sehingga tindakan mereka harus sesuai dengan hadis-hadis tersebut.Karena itu ulama hadis dalam masa yang berturut-turut telah menghimpun hadis -hadis yang masyhur dikalangan masyarakat saat itu, menjelaskan keshahihan dan kedha'ifannya serta menjelaskan para perawi yang mengarang kitab-kitab hadis, jika hadis-hadis itu diketahui asalnya.
Sebagian kita mengenai hadis-hadis yang masyhur dikalangan masyarakat ini disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
-
At Tazkirah Fil Ahadisil Musytahirah , Oleh Badruddin bin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi (-974 H)
-
Al Badrul Munir fi Gharibi Ahadisil Basyirin Nazir , Oleh Abdul Wahab bin Ahmad As-San'ani (-973 H)
-
Ad Darurul Muntasyirah fil Ahadisil Musytahirah , oleh Jalaluddin Abdur rahman As-Syayuti ( -911 H).
2.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah .
Beberapa kitab asal tidak memekai sistematika ini dan menghimpun hadis lengka dengan sanad-sanad (pengarang)nya sendiri. Sistematika kitab sepeti ini hanya dipergunakan ulama mutaakhirin dalam menyusun kitab mereka, dengan cara menghimpun hadis dari beberapa kitab hadis yang berbeda-beda, kemudian membuang sanad-sanadnya, yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah agar mudah bagi orang yang menggunakannya, diantaranya adalah;
-
Al jami'us Saqir Min Hadisil Basyirin Nazir , Oleh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As Syuyuti (-91 H)
-
Al Jamu'ul Kabir , oleh As Syuyuti
-
Az Ziyadatu 'Ala Kitabil Jami'is Saqir , As syuyuti juga. [39]
3. Kitab-kitab
Miftah (kunci) dan Fahras (kamus) kitab Hadis tertentu
Sebagian ulama mutakhirin menyusun kitab miftah dan fahras
kitab-kitab hadis tertentu dimana hadis-hadisnya disusun berdasarkan urutan huruf
hijaiyah , guna memudahkan mencari hadis dalam kitab-kitab tersebut dalam waktu yang singkat. Diantara kitab-kitabnya;
-
Miftahus Shahihain , oleh at Tauqadi
-
Miftahul al-tartib Li Ahadisi Tarikhil Khatib , oleh Said Ahmad al gamari
-
Al Bugyah Fi Tartibi Ahadisil Hidayah , oleh Said Abdul Aziz Al Gamari
-
Fahras Li Ahadisil Shahihi Muslim , Oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi
-
Miftah Li Ahadisi Muwattha' Malik
- Fahras li Tartibi Ahadisi Sunan Ibnu Majah , Oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Metode ketiga , Dengan mengetahui Lafaz Matan yang sedikit berlakunya.
Dalam metode ini dapat diambil kitab al- Mu'jamul Mufahras Li Alfazil Hadisin Nabawi .
Kitab ini merupakan kitab Mu'jam yang memuat lafaz-lafaz hadis dalam sembilan kitab hadis yang masyhur , yaitu kitab hadis enam, Muatta' Malik, Musnad Ahmad, Musnad Darimi
Kitab Mu'jam ini disusun oleh sekelompok orientalis dan diterbitkan oleh salah satu di antara mereka, yaitu Dr.Arndgan Winsinck (1939 M) salah satu pengajar bahasa Arab di Leiden,dan di cetak oleh percetakan Berl di Leiden Belanda. Muhammad Fuad Abdul Baqi adalah salah seorang yang membantu mereka dalam men takhrij hadis dan menerbitkannya.
Proyek ini dilakukan mendapat bantuan material dari Lembaga Keilmuan britania, Denmark, Swedia, Belanda, UNESCO, Alexander Pasa, Lembaga Sosial Belanda, dan Lembaga Keilmuan lainnya.
Kitab ini disusun menjadi tujuh jilid besar, jilid pertama dicetak pada tahun 1936 M dan jilid ketujuh dicetak pada tahun 1969 M, sehingga secara keseluruhan kitab ini dicetak selama 33 tahun.
Suatu hal yang sayangnya kitab ini tidak mencantumkan muqaddimah kitab yang menjelaskan tentang sistematika penyusunan kitab, padahal masalah itu sangat dibutuhkan. Hanya saja pada awal jilid ketujuh dicantumkan beberapa petunjuk dan penjelasan tentang susunan lafaz dan pengertiannya, lengkap dengan petunjuk praktis mengenai penggunaannya, namun penjelasan dan petunjuk tersebut masih belum lengkap.
Sintematika kitab Mu'jam ini mendekati sistematika kitab-kitab mu'jam ligat , namun tidak berdasarkan urutan huruf, nama-nama asli (alam), dan kata jenis fi'il yang banyak berlaku, seperti qala, Ja-a serta semua kata bentuknya . [40]
Metode Keempat, Dengan Mengakhiri Pokok Bahasan Hadis.
Metode ini hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang
menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis, atau oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan yang luas. Dan karena setiap orang belum tentu menguasai pembahasan setiap hadis, terutama terhadap hadis yang belum jelas pembahasannya. Bagi setiap peneliti harus menempuh metode lain yang lebih mudah dari pada metode ini.
Men takhrij hadis dengan metode ini dapat memakai kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan bab pembahasan fiqih, kitab ini dapat dibagi menjadi tiga macam.
1.
Kitab yang membahas seluruh masalah keagamaan , yang masyhur diantaranya;
sebuah. Al Jawami' adalah kitab hadis yang memuat hadis-hadis berbagai macam masalah keagamaan, seperti agidah, hulum, piala, tata cara makan dan minum, berpergian, dan tinggal dirumah suatu yang berhubungan denngan tafsir, tarikh, perilaku hidup, kesesatan, pekerti baik dan jelek dan lain sebagainya. Di antaranya sebagai berikut;
-
Al Jami'us Shahih , Oleh Bukhari
-
Al Jami'us Shahih , Oleh Muslim
-
Jami' At Turmuzi
b. Al Mustakhrajat 'Alal Jawami'
adalah kitab-kitab hadis yang telah di takhrij oleh seorang pengarang dengan memakai sanadnya sendiri, bukan sanad pengarang kitab yanh ditakhrijkan, namun keduanya bertemu pada satu guru yang sama atau perawi sebelumnya, meski pada tingkat sahabat tidak bertemu dengan guru yang lebih jauh sehingga putuslah sanad yang menghubungkan pada guru yang lebih dekat, kecuali terdapat sebab, seperti sanad Ali atau terdapat ziyadah yang penting.tetapi terkadang mukharrij membuang hadis yang tidak mempunyaisanad yang dapat diterima, dan terkadang menyebutkan hadis dari sanad pengarang kitab yang ditakhrijkan hadisnya . Diantara kitabnya adalah;
-
Mustakraj Shahih Bukhari;
-
Mustakhrij Al Isma'ili ( -371 H)
-
Mustakhraj Al Gitrfiy
(-377 H)
-
Mustakhraj Ibnu Abi Zuhl (- 378 H)
-
Mustakraj Shahih Muslim
-
Mustakhraj Abu Uwanah Al Isfirayini (-316 H)
-
Mustakhraj Al Humayiriy (-311 H)
-
Mustakhraj Abu Hamid al Harawi (- 355 H)
-
Mustakraj Kedua kitab Shahih
-
Mustakhraj Abu Nu'aim al Asbahani (-355 H)
-
Mustakhraj Ibnu Akhram (-344 H)
-
Mustakhraj Abu Bakar al Barqani (-425 H)
c.
Al Mustadrakat 'Alal Jawami' adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang tidak dimuat dalam kitab-kitab hadis tertentu sesuai dengan syaratnya, kemudian dimasukkan sebagai tambahan pada kitab lain.
- Al Mustadrak 'Ala Shahihain , oleh Imam al Hakim (-405 H)
d.
Al Jawami' adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis dari berbagi kitab dan disusun sesuai dengan susunan kitab tersebut. Kontonya.
-
Al Jam'u Baina Shahihain , oleh As Saganiy al hasan bin Muhammad, dengan nama Masyariqul Nabawiyati Min Sihahi; Akhbaril mustafawiyyati.
-
Al Jam'u Baina Shahihain , oleh Abdullah Abi Nasr Futuh al Humaidi (-488 H)
-
Al Jam'u Baina usulis Sittati , dengan nama Jami'ul usul Min Ahadisir Rasul , oleh Abus sa'adah yang terkenal dengan Ibnul Asir (-606 H )
e.
Az Zawaid adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis tambahan dalam sebagian kitab, selain hadis yang telah terdapat dalam kitab lain. seperti kitab;
-
Misbahuz Zuhajah Fi Zawa'idibni Majah , oleh Abbas Ahmad bin Muhammad al Busairi (-840 H)
-
Majma'uz Zawaid Wa Manba'ul Fawa'id , oleh Al Hafiz Abu Bakar al Haisami (-807)
-
Miftahu Kunuzi Sunnah, oleh Dr.AJWinsinck (1939 M) disusun berdasarkan pokok-pokok pembahasan fiqih.
Metode Kelima , Dengan meneliti Sanad dan Matan Hadis
Yang dimaksud dengan metode ini adalah mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas keadaan matan dan sanad tersebut, Pembicaraan yang berhubungan dengamn hadis adalah banyak sekali, dalam hal ini hanya di sebutkan sebagiannya. Dan memulai pembicaraan tentang sifat dan keadaan matan, sanad dan kemudian keduanya.
b.
Penelitian Matan
Jika dalam matan hadis terdapat tanda-tanda kepalsuan seperti lafaznya lemah, rusak maknanya, atau bertentangan dengan teks Alqur'an yang sarih atau sebagainya maka cara yang tepat untuk mengetahui sumbernya adalah melihat kitab-kitab al Maudu'at (kitab-kitab tentang hadis maudu '). Dengan kitab-kitab ini, dapat diketahui hadis-hadis yang mempun yai sifat-sifat tersebut diatas, takhrijnya, bahasan, dan penjelasan tentang orang yang memalsukannya.
Diantara kitab-kitab tentang hadis maudu' tedapat kitab yang disusun berdasarkan urutan-urutan huruf hijaiyah, dan bab-bab fiqh. Kitab yang disusun yeng berdasarkan huruf hijaiyah adalah Al maudu'atul Kubra , oleh Syekh Ali Al Qari al Harawi (-1014). [41]
Kitab yang disusun yang berdsarkan bab-bab fiqh adalah Tanzihus syari'ah al-Marfu'ah 'Anil Ahadisil Syani'ah al-Maudu'ah , oleh Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq al Inani (-963 H) [ 42]
Jika matan itu termasuk hadis qudsi maka sumber yang tepat untuk mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus menghimpun hadis qudsi karena didalamnya disebutkan hadis dan perrwinya secra lengkap. Diantaranya ialah, Misyikatul Anwar Fima Ruwiya 'Anillahi Subhanahu Wata'ala Minal Akbar , Oleh Muhyiddin uhammad bin Ali bin Arabi al Katimi al Andalusi ( -638 H), yang menghimpun 101 hadis lengkap dengan sanadnya, dan Al Ithafus Saniyyah Bil Ahadisil Qudsiyyah , oleh Syekh Abdur Rauf Munawi (-1031 H).yang berisi 272 hadis tanpa ada sanadnya, namun disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah. [43]
c. Penelitian Sanad.
Jika dalam hadis terdapat kesamaran, seperti
1. Seorang bapak meriwayatkan hadist dari anaknya, maka sumber yang tepat untuk mentakhrijkan adalah kitab-kitab khusus yang melibatkan hadis-hadis riwayat bapak daqri anaknya. Seperti Kitab, Aba' 'Anil Abna' , oleh Abu Bakar bin Ali al Khatib Al Bagdadi (-463 H)
2. Sanadnya
Musalsal , maka dapat dipakai kitab-kitab tentang hadis musalsal, seperti kitab al Musalsalatul Kubra , oleh As Syuyuti, yang menghimpun 85 hadis Musalsal, dan kitab al Manahilus Salsalah Fi Ahadisil Musalsalah , oleh Muhammad bin Abdul Baqi al-Ayyubi, yang menghimpun 212 hadis musalsal .
3. Sanadnya
mursal . Maka dapat sipakai kitab-kitab tentang hadis mursal, seperti kitab Al-Marasil , oleh Abu Daud As Sijistani, yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, [44]
dan kitab Al-Marasil , oleh Ibnu Abi Hatim Abdur Rahman bin Muhammad al-Hanzal Ar-Razi (-327 HH). [45]
4. Perawannya lemah. Maka dapat dicari dalam kitab-kitab tentang perawi dha'if dan yang masih berbicara kualitas seperti kitab Muzanul I'tidal , oleh Az Zahabi.
c. Penelitian Matan Sanad.
Dalam hal ini terdapat beberapa sifat dan keadaan seperti adnya ilat dan kesamaran dalam matan atau sanad hadis. Hadis yang demikian iin dapat dicari dalam kitab-kitab yang khusus membicarakan illat dan kesamaran hadis, misalnya;
1. 'Illalul hadis , oleh Abu Hatim Ar Razi, yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh. Pada tiap-tiap bab disebutkan hadis yang mengandung illat dan diterangkan illatnya secara baik. [46]
2. Al-Asma'ul Mubhamah Fil Anba'I Muhkamah , oleh Al-Khatib al-Baghdadi. Dalam kitab ini dibahasa hadis-hadis yang matannya mengandung nama-nama atau hal-hal yang samar, kemudian hal itu dijelaskan dengan jalan mengemukakan hadis riwayat lain yang menyebutkan nama atau hal yang samar tersebut secara jelas. [47] Kitab ini disusun berdasarkan huruf hijaiyah sesuai dengan nama atau hal yang samar itu. Mengetahui hal tersebut sangat sulit sekali, karena bagi orang yang telah mengetahuinya tentu tidak perlu dan sebaliknya bagi orang yang elum mengetahuinya akan dapat mengetahui tempatnya.
3.
Al-Mustafat Min Mubhamatil Matni Wal Isnad , oleh Abu Zur'ah ahmad bin Abdur rahim al Irak. Kitab ini disusun berdasarkan bab-bab fiqh dan termasuk kitab yang paling berguna serta lengkap dalam membicarakan hal ini. [48]
Metode kelima takhrij dan tentang pengetahuan sumber-sumber periwayatan hadis tersebut di atas didapatkan melalui penelitian dan pembahasan yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya. [49]
[1] Luwis Ma'luf,Al-Munjid(Bairu: Dar al Masyriq, t,tt),,hlm.172
[2] Mahmud Tahhan,UshulutTakhrijwa Dirasatil Asanid, (Beirut: Dar Alqur'an al Karim,1979) hlm. 9
[3] Ibid.,
hlm. 12-14
[4] M.Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Makalah seminar Diraatul Ulya Pendidikan Tinggi purna Sarjana Agama Islam, IAIN SU, 1991, hlm. 44. (Selanjutnya disebut Meto dologi). Takhrijhadis dalam sebuah penelitian hadis adalah suatu hal yang mendesak. Pertimbangannya adalah, 1). Dengan melakukantakhrijhadis, maka akan mudah diketahui asal usul riwayat yang diteliti. 2). mengetahui kedudukan berbagi riwayat yang telah meriwayatkan hadis, dan 3). Mengetahui apakah ada dukungan baik syahid (riwayat pendukung ditingkat para sahabat) ataumutabi'(riwayat pendukungbukan ditingkat para sahabat, mungkin saja ditingkat tabi'in atau tabi' tabi'in) dalam sanad hadis yang sedang diteliti.
[5] M.Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadis,(Bandung:Angkasa, 1987), hlm. 75-100
[6] Ibid.,
hlm. 102
[7] Ibid., hlm. 111
[8] Ibid., hlm.109-110, dan TM Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988) hlm. 56
[9] Ada beberapa perbedaan para sahabat dalam menerima hadis dari rasul saw. yaitu:1). Perbedaan masa masuk islam. 2). Perbedaan Intelektual atau kekuatan hafalan. 3). Perbedaan tempat tinggal. 4). Perbedaan kesempatan untuk bersama Rasul Saw.
[10] Mahmud Tahan. Usul Takhrij,hlm.16
[11] Ibnu Khaldun. Muqaddimah Ibnu Khaldun ,terj. Ahmadi Thaha. (Jakarta:,Pustaka Firdaus, 1986), hlm.559
[12] Mahmud at-Thahhan. Ushul at-Takhrij,hlm.16,Lihat, Akram diya'al 'Umri,Mawarid al Khatib al Bagdadi fi Tarikh Bagdad,(Beirut: Dar a-Qalam, 1975), hlm .30
[13] Ibid., hlm.21, Seperti diketahui, Bagdad pada abad 4 dan 5 H meruupakan tempat (markas) hadis yang paling termasyhur, di samping Naisabur.
[14] M.Th.Houtsma, AJ Winsinck.dkk. (ed),Enciclopedia of Islam pertama, (Leiden: EJBrill, 1987) .hlm. 929. Beliau dikenal dengan Hafizhof the East (hafiz dari timur)
[15] TMHasbi Ash Shiddieqy..Sejarah,hlm.339
[16] Akram Diya' al 'Umary,Mawarid al-Khatib,hlm, 30.
[17] Ibid. , hlm. 60
[18] Diantaranya,Tarikh al-Fawaid al-Muntakhaah as-Sahah wa al-Gharib, Li asy-Syarif Abi Qasim al-Husaini, Kifaya fi Ma'rifah Usul al 'Ilma al Riwayahdan lain-lain.
[19]Seperti, Tarikh Bagdad ini merupakan karya master peacenya yang terbaik.
[20]T.M.Hasbi Ash Shiddiegy. Sejarah, hlm. 339
[21]Akram Diya’ al-‘Umari,MAwarid al-Khatib., hlm.37.
[22]Az-Zahabi, Zailu Tazkirah al-Huffaz, (Hindi: Dairah al-Muarrif al-Osmani, 1978), hlm. 128
[23]Ibid.
[24]Az-aila’iy, Nasbur Rayah Li Ahadisil Hidayah, (tp:al-Azhar: Dar Ma’sur, 1938), juz I, hlm. 5
[25]Az-Zaila’iy, Zauli Tazkirah al Hufaz, hlm.
128.
[26]Nama lengkap kitab tersebut adalah, An-Nasbur Rayah li Ahadisil Hidayah li al-Marganani
al-Hanafi dan Takhrij Ahadis
al-Kasysyaf li az-Zamakhsyari. Ini beberapa dari karyanya
[27]Dalam kitab Nasbur Rayah li Ahadisil Hidayah, merupakan kitab fiqhnya Hanafi ‘al-Hidayah”
di jelaskan bahwa metode beliau dalam men-takhrij-kan hadis di kitab
tersebut adalah menyabutkan nas-nas hadisnya sembari menjelaskan metode, dan
tempat hadis pada kitab yang lain., menyebutkan perawi hadis sewaktu
memnguatkan hadis yang terdapat dalam kitab al-Hidayah (di kelompokkan dalam
bab hadis), jika ada masalah khilafiyah di sebutkan dan dijelaskan pula siapa
perawi-perawi hadis itu (dikellompokkan
pada hadis al khusum, bantahan,
musuhan) ini dilakukan sebagai harapan
untuk mrnsucikan dan menyempurnakan dari
kecendrungan ta’asub mazhab atau selainnya. Lihat Mahmud at-Thahan Usul al Takhrij, hlm.20-21
[28]Az-Zahabi, Zailu Tazkirah al-Hufffas., hlm.129
[29]Ibid., hlm.370
[30]Ibid., hlm.371
[31]Ibid.
[32]T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah, hlm. 348
[33] Az-Zahabi,Zailu Tazkirah al-Huffaz,hlm. 129. dalam al Ihya' di jelaskan bahwa metode al-'Iraqy dalam mentakhrijkan hadis adalah “apabila hadis itu terdapat padasahihaini atau salah satu darinya, maka cukuplah dibangsakan dia” bila sebaliknya maka dicari hadis dari kitab as sittah yang lain, dan bila ada pada shalat satu kitabas-Sittahtidak dibangsaka kepada selainnya, kecuali sebagai penyempurnakan tujuan atau sebaliknya,
maka dicari rujukan lain dari kitab-kitab hadis yag termasyhur, dan apabila hadis-hadis itu berulang-ulang,
maka jika berulang dalam satu bab dijelaskanlah pengeluarannya pertama sekali , kemudian diselesaikan kedudukannya apakan sahih, hasan dan da'if, dan apabila
penjelasan tidak menunjukkan seperti demikian, maka dikatakan la asla lahu (tidak ada asalnya) atau la 'arifuha (saya tidak mengetahuinya), Lihat, Mahmud Tahhan, Usul takhrij ,.hlm .32-33
[34] Az-Zahabi,Zailu Tazkirah al-Huffaz,hlm.372
[35] Al-Kinani,Ar-Risalah Al-Mustatrafah, (Damaskus: Darul Fikr, 1383 H,),cet.II, hlm74-75
[36] Mahmud At-Tahhan. Usul at-Takhrijwa Dirasatul Asanid, terj.Ridlwan Nasir,MetodeTakhrijdan Penelitian sanad,(Surabaya: PT.bina Ilmu, 1995), hlm. 26
[37] Ibid., hlm.27
[38] Al-Kinani,Ar-Risalah Mustatrafah,hlm. 170
[39] Mamuh at-Tahhan,Usul at-Takhrij., hlm 40-47
[40] Ibid.,hlm.56
[41] Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh Maktabatul Islamiyah, halib, tahun,1389 H/1969 M, dengan pengesahan syekh Adbul fattah Abu Gadah dan disajikan dengan bahasa yang menarik.
[42] Kitab ini dicetak oleh percetakan "Atif, Mesir dan diterbitkan oleh al-Maktabah al-Qahirah, dengan pengesahan dan komentar Saiyyid Abdullah bin Muhammad ibn al-Siddiq al-Gamari dan Syekh Abdul wahab Abdul Latif pada tahun 1375 H
[43] Kitab ini dicetak berulang-ulang.cetakan ketiga tahun 1388 H/1968 M oleh Muhammad Ali Suhaih
[44] Kitab ini dicetak di Mesir oleh Percetakan Muhammad Ali Suhaih.
[45] Kitab ini juga dicetak di Bagdad oleh,
Maktabah al-Musannadi bawah pengawasan Subhi as-Samurai.
[46] Kitab ini dicetak pada tahun 1314 H dengan pemeriksaan Muhibuddin al-Khatib, kemudian diterbitkan di Baghdad oleh Maktabah al Musanna menjadi dua jilid.
[47] Kitab ini belum pernah dicetak, hanya saja pernah didiskripsikan sebegai pengesahan (tahqiq) dalam penelitian ilmiyah guna memperoleh gelar Master pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushulududdin, Universitas Islam al-Imam Muhammad ibn Su'ud, Riyad, dibawah pengawasan Dr.Mahmud at-Tahhan.
[48] Kitab ini telah banyak dicetak oleh percetakan di Riyad, Arab Saudi.
[49] Manhud at-Tahhan. Usul at-Takhrij., hlm. 95
0 Comment