BENTUK-BENTUK PENYAKIT ROHANI
Dalam Rohani manusia terdapat
bermacam-macam penyakit, pada dasarnya semua penyakit tersebut akan mengganggu
ketenangan dan merusak kebahagian seseorang, diantaranya adalah:
1.
Ghibah
Ghibah
ialah menyebut orang lain dengan sesuatu yang tidak disukainya, baik
menyebutnya dengan kekurangan yang ada pada badan, keturunan, akhlak, perbuatan, perkataan, agama, tentang
dunianya, bahkan pada pakaian, rumah dan kenderaannya. Lebih jauh Rasulullah
pernah ditanya oleh shahabatnya tentang
apa itu ghibah, maka Nabi menjawab yang maksudnya:
“Tahukah kamu apa itu ghibah, mereka
menjawab “ Allah dan Rasul yang lebih
tahu”. Nabi bersabda: Kamu
menyebut saudaranyamu dengan hal yang tidak disukainya. Ditanyakan oleh
sahabat, “Bagaimana jika yang aku
katakan itu ada pada diri saudaraku? Nabi menjawab “ Jika yang
kamu katakan itu ada pada dirinya, maka sesunguhnya kamu telah mengunjingkannya
dan jika tidak terdapat pada dirinya, maka sesungguhnya kamu telah menyebutkan
hal yang dusta tentang dirinya” (H.R. Muslim).
Penyebutan tentang badannya,
misalnya:tinggi (dengan tiang listrik), pendek (bondek), pesek dan yang sejenisnya. Penyebutan tentang nasab,
misalnya keturunan fasik, keturunan zina, keturunan kafir, termasuk menyebutkan
suatu keturunan yang aib dalam ‘uruf masyarakat. Penyebutan tentang
akhlak, misalnya:sombong, bakhil, suka berdebat, lekas marah, pengecut, dan
yang sejenisnya. Penyebutan tentang perbuatan yang berhubungan agama,
misalnya:pezina, pendusta, peminum,
zalim, melecehkan shalat, tidak baik dengan orang tua, tidak membagikan zakat
dengan benar, berkata jorok dan lain sebagainya. Penyebutan perbuatan yang berhubungan dengan
dunia, misalnya:kurang beradab, melecehkan
orang, banyak makan, banyak tidur dan sejenisnya.
Selain bentuk ghibah
di atas ada beberapa bentuk lain, yaitu:
seperti menirukan cara orang berjalan dan berbicara. Hal ini lebih berat dari ghibah
dalam bentuk lisan. Begitu juga misalnya
seseorang mengatakan bahwa kita sangat sedih sekali atas penderitaan yang
dialami oleh sifulan-sifulan itu. Ia mengatakan itu dengan tujuan memberi
informasi bahwa sifulan itu sedang mendapat cobaan, sedangkan dirinya
bebas dari cobaan tersebut. Bahkan ia
menunjukan ketaatannya dengan mengatakan subhanallah, semoga
kita berlindung dari itu. Atau ghibah dengan cara mengorek-ngorek
aib orang lain, sehingga akhirnya terbongkar juga keburukan orang lain.
Termasuk juga ghibah adalah ketika orang lain menyebutkan suatu kesalahan
orang lain dan ia ikut diam mendengarkannya, maka hal itu juga termasuk ghibah,
terkecuali ia potong pembicaraan orang tersebut dengan mengalihkannya kepada
yang lain. Hal ini sesuai dengan hadis
Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi:
من ذب عن عرض اخيه با لغيب كان
حقا على الله ان يعتقـه من النـار.
Artinya:
Siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang dipergunjingkan orang
lain, maka Allah akan membebaskannya dari api neraka (al-Hadis R.W. Ahmad
dan al-Thabrani).
Penyebab Terjadinya Ghibah
1.
Marah.
Orang bila sudah marah, maka semua kesalahan orang itu akan diumbarkan kepada orang lain.
2.
Menyesuikan
diri dengan kawan-kawannya, dengan cara
mencari-cari kesalahan lawan dari kawannya
yang sedang ditemaninya tersebut.
3.
Menjelekan
orang lain demi untuk menutup kekurangannya.
4.
Lempar
batu sembunyi tangan (cuci tangan)/angkat bahu.
5.
Kedengkian
6.
Bermain-main
atau senda gurau.
7.
Melecehkan
orang lain atau merendahkan orang lain
8.
Berpura-pura
baik dari segi agama, sosial dalam masyarakat.
Dalil-dalil
Pelarangannya
Allah Swt dan Rasul-Nya sangat mencela pelaku ghibah
dalam kitab-Nya. Allah menyerupakan
pelaku ghibah itu dengan orang yang memakan daging mayit
temannya, seperti firman-Nya dalam surat al-Hujurat ayat 12, yaitu:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
Artinya: Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela
كل المسلم على المسلم
حرام دمه وماله وعرضه.
Artinya:
Setiap Muslim bagi muslim yang lain haram darah, harta dan kehormatannya.
4. لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تناجسوا ولا تدابروا ولا يغتب بعضكم بعضا وكونوا عباد الله اخوانا.
Artinya:
Jangan kalian saling mendengki, jangan kalian saling membenci,
jangan kalian saling bersaing, jangan sebahagian kamu mengunjing sebahagian yang lain dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara. (H.R. Bukhari Muslim).
Boleh Melakukan Ghibah dalam beberapa Hal
1.
Menyangkut
dengan masalah kezaliman. Misalnya seorang hakin yang tidak adil, maka boleh
dikadukan kepada pihak penguasa.
2.
Sebagai
i’tibar atau peringatan bagi orang
lain, sehingga tidak mengulangi
perbuatan tersebut.
3.
Dalam
rangkan meminta fatwa kepada ahli agama, bukan meminta kepada orang yang tidak
tahu agama.
4.
Terhadap
orang fasik, melakukan kerusakan secara terang-terangan.
Cara Menyelesaikannya
1.
Taubat,
yaitu menyesali bahwa pekerjaan itu dilarang agama dan sebagai perbuatan haram.
2.
Meminta
maaf kepada orang yang bersangkutan
3.
Mendo'akan
dengan do'a yang baik agar orang
yang pernah kita ghibah kepadanya diselamatkan oleh Allah Swt
kehidupannya.
2. Thughyan
Thagha
yaitu sikap rohani yang selalu
ingin memaksakan kehendak kepada orang lain tanpa memberikan
peluang kepada orang itu untuk melakukan pertimbangan bebas. Dalam
sikap ini terselip pandangan
bahwa diri sendiri pasti benar dan orang
lain pasti salah, yaitu pandangan pemutlakan diri sendiri. Bagi orang yang telah beriman
yang maha mutlak itu hanyalah Allah saja, sedangkan yang lain lain
adalah relatif atau nisbi.
Dalam al-Qur’an akar kata thughyan ini berjumlah sebanyak 39 kali dalam berbagai surat dan ayat. Bentuk dari kegiatannya disebut dengan thughyan, sedangkan orang yang melakukannya disebut dengan thaghut.
Surat
al-Maidah: 64, yaitu:
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya: Dan Al
Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah
kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah
timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.
Penjelasannya bahwa makna thughyan di sini adalah: Kelancanagan mereka melakukan perbuatan dosa dan mencari permusuhan dengan mencari-cari kesalahan orang lain. Pada sisi lain yang haram tetap juga dimakan sedangkan yang halal mereka perdebatkan. Untuk itu mereka menempuh segala cara, asal keinginannya tercapai. Bahkan salah seorang mereka bernama Nabbasyi bin Qais menuduh Tuhan Allah kikir, tangan Allah terbelenggu dan lain sebagainya.
Surat
al-Fajr: 11 yaitu:
الَّذِينَ طَغَوْا فِي
الْبِلَادِ(11)فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ(12)فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ
سَوْطَ عَذَابٍ
Artinya:
Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat
banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka
cemeti azab.
Penjelasan ayat di atas adalah: bahwa thaghaw di sini dimaksudkan kaum ‘Aad telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin dan kencang, begitu juga Fir’un yang dijungkir balikan akibat dari kesalahan mereka. Hal ini karena tidak mau menerima petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Surat
al-‘Alaq: 7 yaitu:
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَيَطْغَى(6)أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
Artinya:
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena
dia melihat dirinya serba cukup.
Penjelasan ayat ini adalah bahwa thagha di sini adalah bila ia telah berkuasa dan mempunyai harta, maka ia berlaku semena-mena terhadap orang yang berada dibawahnya, dirinya yang paling baik dan paling berhasil. Buktinya adalah Allah selalu seja menolongnya bila ia mendapat kesusahan.
Surat al-Nazi’at: 37 yaitu:
فَأَمَّا مَنْ طَغَى(37)وَءَاثَرَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا(38)فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
Artinya: Adapun
orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya).
Penjelasan ayat ini adalah bahwa thagha di sini adalah sama dengan surat al-‘Alaq di atas, hanya Allah menambahkan bahwa tempat yang layak bagi mereka adalah neraka jahim.
Surat al-Baqarah: 256 yaitu:
فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّه فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Karena
itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Penjelasan bahwa yang dimaksud dengan engkar kepada thaghut itu adalah tidak mengikuti cara-cara kehidupannya, karena mengikuti thaghut ini jelas akan memabawa kepada kekafiran.
Surat al-Nisa’: 51 yaitu:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا
نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا
سَبِيلًا(51)أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ
فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا(52)
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian
dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada
orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari
orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa
yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong
baginya.
Penjelasan:Yang dimaksud dengan Jibt itu adalah salah satu nama setan yang mempunyai sikap selalu merasa dirinya lebih benar dari orang lain, bahkan dari Allah. Seperti misalnya Fir’un, ia mengatakan dirinya tuhan yang agung. Mereka ini selalu mendapat kutukan dalam kehidupannya setiap waktu, sehingga akhirnya hancur.
Surat al-Maidah: 60 yaitu:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ
ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ
وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ
شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Artinya: Katakanlah: "Apakah akan aku
beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari
(orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan
dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang
yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus.
Penjelasan. Yang dimaksud
dengan kera di sini adalah sikapnya,
yaitu selalu mencibir dan berpandangan buruk kepada orang, sekalipun yang
dibuat orang lain itu baik. Sedangkan babi adalah cerminan sikap menghalalkan
segala cara, demi mencapai tujuannya.
3. Hasad (hasut)
Kata
dengki diambil dari akar kata h, s, d.
Di dalam al-Qur’an berjumlah 5 kali, yaitu surat al-Falaq
2 kali, yaitu: ِوَمِنْ شَرِّ
حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ yaitu:
dan berlindung dengan Allah dari kejahatan orang yang dengki apabila ia
dengki", al-Fath:15 فَسَيَقُولُونَ
بَلْ تَحْسُدُونَنَا بَلْ كَانُوا لَا يَفْقَهُونَ إِلَّا قَلِيلًا. Artinya: mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu
dengki kepada kami". Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit
sekali.
Dengki adalah mengharapkan
lenyapnya nikmat dari orang yang lain. Penyakit dengki muncul dan berawal dari
iri hati, iri hati muncul dari marah. Ada sifat marah itu yang terlihat secara nyata, hal itu disebut dengan
emosi, dan ada marah itu
terpendam, maka itu disebut dengan
pendendam. Nabi mencela sikap dengki, karena dengki adalah penyakit yang paling berbahaya dalam suatu kebaikan, seperti hadis yang
berbunyi:
الحسد
يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب
Artinya:
Kedengkian memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.
Dalam hadis lain diungkapkan
oleh Nabi, yaitu:
لا بظهر الشماتة
باخيك فيعافيه الله
ويبتليك Artinya: janganlah kamu menampakan
kegembiraan atas musibah yang menimpa temanmu, lalu Allah memulihkannya kembali
dan akan menimpakan musibah itu kepadamu.
Penyakit dengki sebenarnya dapat membawa kepada
kekafiran, misalnya kenapa Iblis dihukum kafir oleh Allah? adalah karena
ia dengki kepada Adam, sehingga ia tidak mau patuh kepadanya.
Begitu juga kenapa Adam diusir
kedunia? adalah karena ia thama’ dan rakus.
Pada hal telah disediakan semua kesenangan didalam surga, akan tetapi ingin
juga meraih yang dilarang Allah. Begitu juga kenapa Habil membunuh
Qabil? adalah karena kedingkian memperebutkan adiknya untuk dijadikan isterinya.
Sebab-sebab kedengkian:
1. Permusuhan
dan kebencian. Hal ini diungkap seperti firman Allah surat
Ali Imran: 119, yaitu:
وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا ءَامَنَّا
وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا
بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَات الصدورِ
Artinya:
Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman":dan
apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur
benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.
2. Ta’azzuz,
berkeberatan jika orang lain
mengunggulinya.
3. Kesombongan,
yaitu meremehkan orang lain dan mengharapkan orang lain itu tunduk kepadanya. Misal surat al-Baqarah
antara Adam dengan Iblis yang tidak
mau tunduk kepada Adam.
4. Ta’jub,
yaitu tercenggang kepada diri sendiri,
karena dirinya merasa telah
memiliki yang belum dimiliki
orang lain. Seperti terdapat dalam surat al-Munafiqun:4, al-Baqarah;204,
al-Taubah;55.
5. Takut
tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, sedangkan yang diinginkannya
itu telah diraih oleh orang lain.
6. Haus
dan rakus dengan pangkat dan jabatan serta ingin populeritas. Untuk
itu lahir sikap sikut
kiri dan sikut kanan, tanpa lagi mengindahkan perasaan.
7. Kikir untuk berbuat baik kepada
hamba Allah yang membutuhkannya.
Kedengkian itu terdapat
dua keadaan yaitu (1) ada dalam bentuk benci dan menginginkan nikmat yang ada pada orang
lain lenyap. (2) dalam bentuk ghitbah
atau munafasah, yaitu persaingan yang sehat. Keadaan yang
pertama hukumnya haram secara mutlak,
kecuali nikmat yang diperoleh dengan
batil. Seperti firman Allah surat Ali Imran ayat
120, yaitu:
إِنْ تَمْسَسْكُمْ
حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ.
Artinya:
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika
kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
Dalam hal ini Allah telah mencontoh tentang cerita Nabi
Yusuf as, di mana saudara kandungnya sendiri dengki kepadanya, karena sang ayahnya cenderung merasa sayang kepada Nabi Yusuf, sehingga akhirnya mereka bersama-sama berusaha untuk membunuhnya. Ternyata akhirnya ketika
Yusuf menjadi raja, saudaranya terpaksa
mengemis kepada seorang adiknya sendiri untuk mendapatkan
makanan.
Sedangkan dalam bentuk
persaingan (munafasah) atau musabaqah,
Allah Swt menyuruhnya, seperti firman-Nya sebagai berikut:
Surat al-Hadid: 21, yaitu:
سَابِقُوا
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ
اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ.
Artinya:
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar. Sedangkan dalam hadis dibolehkan adanya persaiangan itu seperti
hadis Nabi, yaitu:
لا حسد الا
فى اثنتين: رجل أتاه
الله مالا فسلطه على هلكته فى الحق, ورجل أتاه الله علم فهو يعمل به ويعلمه الناس
Artinya: Tidak ada kebencian atau kedungkian kecuali dalam dua hal: Seorang yang dikurnia harta, lalu harta itu dipergunakannya untuk jalan kebanaran, dan seorang yang punya ilmu, ia amalkan dan diajarkannya kepada orang lain (Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu Allah Swt telah memberi petunjuk bahwa berlindung itu hanya kepada Allah saja. Bila seseorang mencari perlindungan selain Allah, atau meminta bantuan dan pertolongan selain kepada-Nya, maka imannya telah rusak. Kerusakan iman itulah yang sebenarnya menjelma dalam bentuk iri hati yang justru membawa kepada tukang hasud dan tukang fitnah. Dalam al-Qur’an tukang fitnah itu lebih berbahaya dari pembunuhan. Seperti firman-Nya pada surat al-Baqarah:191 yang berbunyi: وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ. Artinya: dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. Tukang hasud adalah suatu penyakit kronis jiwa yang biasa dilakukan oleh orang kafir. Karena orang kafir itu tidak senang melihat orang mendapat nikmat. Dengan demikian bila penyakit ini melanda seorang, maka secara otomatis keimanan yang ada dalam dirinya berubah menjadi kafir. Itu dasarnya Allah menyuruh berlindung hanya kepada-Nya agar keimanan seseorang tetap berada dalam dirinya.
4. Maghdub (Marah)
Kata MAGHDUB dari akar
kata Ghadab, yang berujung kepada kalimat al-Maghdub dalam surat al-Fatihah,
sebagai tujuan utama yang diminta kepada Allah Swt 5 kali sehari dan semalam, memiliki keberagaman
makna, namun kesemuanya memberikan arti:keras, kokoh, dan tegas, singa,
banteng, batu gunung, sesuatu yang merah
padam. Bila kata ini tertuju kepada manusia, maka pemaknaannya adalah
marah, bila kata ini tertuju kepada Tuhan, maka pemaknaannya tindakan untuk
melakukan tindakan keras dan tegas atau
siksaan.
Dari 24 kali kata-kata ini
dalam al-Qur’an, 12 kali dalam kontek pembicaraan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh orang Yahudi, sedangkan sisanya berkisar pada pembicaraan marah merupakan naluri
manusia, atau murka Tuhan yang ditujukan
kepada orang musyrik dan munafik yang mengaku pengikut Muhammad, tetapi biasa
melakukan pelanggaran. Namun secara umum kata ghadab ini tertuju kepada
orang Yahudi, karena terlihat pada
sikapnya, antara lain: 1). Mengingkari tanda-tanda kebesaran Ilahi:2). Membunuh orang lain tanpa
salah:3). Iri hati dan membangkang:4). Membantah keterangan
Rasul:5). Melakukan pelanggaran terhadap rezki yang telah diberikan kepadanya:6).
Berprasangka buruk kepada Tuhan:7). Lari dari medan pengajian:8). Murtad dan
mementang agama yang hak: dan 9). Membiarkan perkembangan zina.
Di dalam al-Qur’an
kata tersebut diungkap
antara lain:
Surat Thaha: 81
yaitu:
كُلُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ
غَضَبِي وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى.
Artinya: Makanlah di
antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah
melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan
barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.
Maksud ghadabi di sini adalah siksaan Allah yang diberikan kepada orang ayang melampaui batas, yaitu memakan hak orang lain dengan cara yang tidak benar.
Surat al-Baqarah: 90 yaitu:
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ
أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
Artinya:
Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan
kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah
menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan.
Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
Maksud kata ghadabin di
sini adalah mereka yang memperjual belikan ayat-ayat Allah dengan cara yang
tidak benar untuk kepentingan
mereka dengan cara memalingkan tujuan ayat kepada kemauannya.
Surat Ali Imran: 112 yaitu:
ُرِبَتْ
عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ
مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ
الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ
وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ
ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ.
Artinya:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi
tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.
Maksud kata bighadabin
di sini adalah orang yang menjauhi Allah dan perpecahan sesama manusia setelah mereka bersatu pada
jalan Allah Swt
Surat
al-A’raf: 71 yaitu:
قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ
رِجْسٌ وَغَضَبٌ أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ
وَءَابَاؤُكُمْ مَا نَزَّلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ فَانْتَظِرُوا إِنِّي
مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ
Artinya:
Ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan
dari Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang
nama-nama (berhala) yang kamu dan nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah
sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu),
sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kamu".
Maksud ghadabun di
sini adalah mereka yang percaya kepada tradisi nenek moyang mereka dulu, padahal
al-Qur’an telah datang memberi
petunjuk untuk mereka, maka kepada
mereka ditimpakan
penderitaan dalam kehidupannya.
al-Nahlu:106,
yaitu:
مَنْ
كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ
غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah
sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa
kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan baginya azab yang besar.
Maksud ghadab di sini
adalah orang yang terbuka hatinya untuk berbuat maksiat dan tertutup
kepada berbuat kebaikan.
Surat
al-Syura: 16 yaitu:
وَالَّذِينَ
يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ
Artinya: Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras.
5. Dhalalah
Kata dhalalah berasal
dari kata dhalla, yadhillu, yang
menurut bahasa berarti kehilangan jalan, binggung, tidak mengetahui arah. Makna
tersebut berkembang menjadi binasa, terkubur dan diartikan
dengan sesat dari jalan kebaikan, atau
lawan dari petunjuk.
Didalam al-Qur’an
kata ini berjumlah sebanyak 190
kali dalam berbagai surat dan ayat.
Bila disimpulkan mempunyai arti Setiap tindakan atau
ucapan yang tidak menyentuh kebenaran.
Paling sedikit ada
tiga ayat yang memuat kata-kata tersebut yang secara jelas mengambarkan ciri-ciri mereka yang
tergolong sesat dalam agama, yaitu
Surat Ali
Imran ayat 90, yaitu:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ
تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah
kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya:dan mereka itulah
orang-orang yang sesat.
Surat al-An’am ayat:77, yaitu:
فَلَمَّا رَأَى
الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ
يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
Artinya:
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah
Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat".
Surat
al-Hijr ayat: 56 yaitu:
قَالَ وَمَنْ
يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
Artinya: Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat".
Kriteria manusia sesat
itu secara garis besar adalah:
Pertama, Orang yang
tidak menemukan atau mengenal petunjuk
Tuhan dan atau agama yang benar, dengan kata lain mereka tidak mengenal agama dengan baik. Atau
pengetahuannnya terbatas, sehingga tidak mampu mengantarkannya kepada kebaikan.
Biasanya orang yang seperti ini jauh
dari agama, pasti sesat..
Kedua, Orang yang
pernah memiliki sedikit ilmu pengetahuan
agama, ada pula keimanan dalam
hatinya, namun pengetahuan tersebut tidak dikembangkannya, tidak pula diasah dan diasuh, sehingga
pudar seluruhnya. Ia mengukur
segala sesuatu dengan hawa nafsunya,
dengan harta, dengan pangkat. Mereka berada dipuncak kesestan dan
termasuk dalam hal ini orang yang hanya
mengandalkan akalnya semata. Hal
ini diungkap oleh Allah dalam firman-Nya
surat al-Qashash:50, yaitu:
فَإِنْ
لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ
أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya:
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih
sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat
petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
Ketiga,
Orang yang berputus asa dari Rahmat Allah Swt Misalnya putuss asa
dari kesembuhan penyakit, pengampunan dosa, putus asa mencapai kesuksesan, sehingga
akhirnya ia berprasangka buruk kepada Allah Swt (al-Fath: 4)
Penyebab sesat antara lain al-Qur’an menjelaskan, yaitu:
Karena tidak berilmu terdapat pada
surat al-An’am ayat 119,
144, yaitu;
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى
اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya:
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta
terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?" Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (144)
وَإِنَّ
كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya:
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan
(orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.(119)
Peliharalah diri dari orang
yang sesat, al-Qur’an mengingatkan surat Al-Maidah
ayat 105, yaitu:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا
اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu:tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu
kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
Sikap orang sesat terhadap orang yang beriman surat
Muhammad ayat: 4, yaitu:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ
Artinya:
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah
menghapus perbuatan-perbuatan mereka.
Balasan yang diterima oleh
orang yang sesat, terdapat pada surat al-Isra’ ayat 97, yaitu:
وَمَنْ
يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ
أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِهِ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ
عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ
سَعِيرًا
Artinya:
Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan
barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat
penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan
mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan
pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam. Tiap-tiap kali nyala api
Jahannam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.
Surat al-Waqi’ah ayat 92, yaitu:
وَأَمَّا إِنْ كَانَ
مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ(92)فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ(93)وَتَصْلِيَةُ
جَحِيمٍ
Artinya:
Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat,
maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka.
6. Sombong
Sombong adalah salah satu
bentuk penyakit rohani yang dialami oleh
manusia di dunia ini. Secara umum ialah menolak kebenaran dan
memandang enteng orang lain.
Sombong secara umum bila dilihat
dari pelakunya terbagi kepada dua macam. Yaitu pertama sombong batin, yaitu perangai batin yang selalu mempengaruhi
kesucian batin, dan kedua sombong lahir, yaitu penampakan sikap lahiriyah dalam
berbicara, berpakaian, berjalan, dalam duduk, berdiri, makan dan
minum, berkenderaan dan lain sebagainya. Artinya sombong batin sesuatu yang tidak nampak dalam
prilaku lahiriyah, sedangkan sombong
lahir sesuatu yang nampak dalam prilaku sehar-hari.
Sombong bila dilihat dari
objeknya (sasarannya) terbagi kepada
tiga bagian, yaitu: pertama sombong
kepada Allah Swt, kedua sombong
kepada Rasul Saw. dan ketiga
sombong kepada sesama manusia. Sombong kepada Allah dan Rasul adalah
tidak mau atau tidak mengindahkan permintaan Allah dan Rasul baik dalam dalam prilaku lahiriyah, maupun
prilaku batiniyah.
Penampakan dalam prilaku lahiriyah
misalnya ditemukan dalam
al-Qur’an surat al-Isra’;28, yaitu:
وَلَا
تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ
الْجِبَالَ طُولًا.
Artinya:
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung.
Selanjutnya surat Lukman ayat:18, dan 19 yaitu:
وَلَا تُصَعِّرْ
خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ(18)وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ
أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ.
Artinya:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai.
Memperhatikan ayat di atas jelas bahwa sombong lahiriyah itu
secara kejiwaan dirasakan oleh
manusia pengaruhnya. Dalam hadis Nabi misalnya beliau mengatakan: كَفَى
بِالُمَرْءِ شَرًا اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ الُمُسْلِمَ.. Artinya:
Cukup seseorang dinilai jahat, bila
ia merendahkan saudaranya sesama muslim
(HR. Muslim)
Atau dalam hadis lain Nabi Muhammad bersabda:
اِذَا سَمِعْتُمُ الرَّجُلَ يَقُوْلُ هَلَكَ النَّاسَ هُوَ اَهْلَكُهُمْ.
Artinya: Apabila kamu mendengar orang
mengatakan “ Orang-orang telah binasa”
maka dialah orang yang paling binasa
diantara mereka (HR. Muslim).
Sedangkan penampakan dalam prilaku batin, tercermin
dalam firman Allah surat Lukman
ayat 7, yaitu: وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ ءَايَاتُنَا
وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا
فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ. Artinya:
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat
di kedua telinganya:maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang
pedih.(Lukman 7). Selanjutnya surat al-Nahl:22, yaitu: إِلَهُكُمْ
إِلَهٌ وَاحِدٌ فَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ قُلُوبُهُمْ مُنْكِرَةٌ
وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ. Artinya:
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak
beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan
mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.
Penyebab kesombongan.
Secara garis besarnya
penyebab kesombongan terbagi kepada tujuh macam.
a. Ilmu pengetahuan
b. Amal
ibadah
c. Nasab
atau keturunan
d. Kecantikan
dan kegantengan
e. Harta
kekayaan
f. kekuatan
g. Adanya pendukung.
Akibat kesombongan
dalam al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
Surat al-Nisa;173, yaitu:
وَأَمَّا
الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلَا
يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
Artinya:
Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan
menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh
bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain daripada Allah.
Surat Ghafir 60, yaitu:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina".
Surat al-A’raf:36, yaitru:
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا
أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya:
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri
terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka:mereka kekal di dalamnya.
Surat al-A’raf:40, yaitu:
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا
يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ(40)لَهُمْ مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ وَمِنْ فَوْقِهِمْ
غَوَاشٍ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan
diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu
langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum.
Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut
(api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zali
7. Khianat / Tidak Amanah
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (النـساء 4: 58)
Artinya: Sesungguhnya Allah memerintahkan
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Q.s., al-Nisa` 4:58)
Latar belakang turun ayat
tersebut:Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwa setelah Rasulullah Saw memasuki
kota Mekkah pada hari ditaklukkannya, ‘Utsman bin Thalhah pengurus Ka’bah pada
waktu itu mengasai pintu Ka’bah lalu naik ke atas bubungannya. Ia enggan
memberikan kunci Ka’bah kepada Rasulullah SAW. Kemudian ‘Ali bin Abi Thalib
merebut kunci Ka’bah itu dari ‘Usman bin Thalhah secara paksa dan membuka
Ka’bah, lalu masuklah Rasulullah Saw dan melakukan shalat dua raka’at. Setelah
beliau keluar dari Ka’bah muncullah pamannya ‘Abbas menemuinya dan minta agar
kunci itu diserahkan dan diberi jabatan pemeliharaan Ka’bah dan jabatan
penyediaan air untuk jamaah haji. Maka turunlah ayat tersebut, kemudian
Rasulullah Saw menyuruh ‘Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan kunci Ka’bah
kepada ‘Utsman bin Thalhah dan minta maaf.
Sekilas dari gambaran sebab turun
ayat di atas terlihat keinginan mempertahankan status quo dari ‘Utsman bin
Thalhah, dan unsur pemaksaan kehendak dari ‘Ali bin Abi Thalib serta sikap
nepotisme dari ‘Abbas (paman Nabi). Kesemua persoalan di atas terselesaikan
dengan perdamaian dari Rasulullah Saw dan mengembalikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, sesuai dengan perintah Allah Swt untuk tidak
mengkhianati amanat, seperti firman-Nya surat al-Anfal ayat 27, yaitu:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا
تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ.
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan
(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ
وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Artinya: Dan orang-orang yang
memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
Pengartian “amanat” dalam ayat
tersebut ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Dalam kehidupan ini
kita sebagai manusia telah diberi oleh Allah Amanah (kepercayaa). Antara
lain amanah yang diberikan kepada kita
adalah: bumi dengan segala isinya,
meliputi Islam, harta, isteri, anak, jabatan, pangkat, ilmu pengetahuan,
kesehatan, umur, rezki, pergaulan dan lain sebagainya, amanah yang diemban itu
bersumber dari Allah. Ini adalah konsekuensi dari kasih sayang Allah kepada
manusia. Untuk mewujudkan semua amanah
Tuhan itu di diperlukan beriman, karena
kata amanat itu berakar dari kata amana,
yaitu iman. Kalau begitu amanat itu adalah iman. Persoalan sekarang bagaimana kita memelihara iman itu. Bila iman telah
terpelihara, maka amanat dengan sendirinya terpelihara dan sebaliknya. Kalau
terjadi misalnya perbedaan pandangan dan pendapat dalam sesuatu, maka jangan
jadikan hal itu sebagai pemicu perpecahan, karena perbedaan pandangan itu juga rahmat. Namun perbedaan itu bukan
melahirkan saling salah menyalahkan, tuding menuding antara sesama kita. Untuk itu amanah sebenarnya adalah melakukan pekerjaan sesuai
dengan profesinya masing-masing dengan
saling konfirmasi. Bila melakukan
pekerjaan telah sesuai dengan job dan keahlian yang dimilki berarti telah melaksanakan amanah. Orang yang tidak
amanah misalnya adalah orang yang suka mencikaraui urusan orang lain yang
mereka bukan ahli dibidang itu. Hal ini namanya pengkhianat. Yaitu penghancar
amanah. Al-Qur’an lebih tegas menjelaskan misalnya isteri Nuh memprotes
pekerjaan suaminya. (QS. Tahrim 10, yaitu:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ
كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ
عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ
شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
Artinya: Allah membuat isteri Nuh
dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami:lalu kedua
isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada
dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah:dan dikatakan (kepada
keduanya):"Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk
(neraka)".
Rasulullah
Saw menegaskan, dalam Sabdanya, yaitu: “Apabila amanat telah disia-siakan
maka tunggulah saatnya. Sahabat bertanya: Apakah maksudnya wahai Rasulullah?
Beliau menjawab: Apabila suatu urusan telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah saat (kehancurannya).” (H.R. Bukhari dari Abi Hurairah
r.a.)
Untuk menjaga diri, keluarga, masyarakat dan negara berjalanlah sesuai dengan amanah
yang diberikan Allah, Al-Ghazali memandang amanah sebagai moral dan salah satu
kunci pokok dalam menjaga kedamaian diri, keluarga dan masyarakat. Karena
kehancuran sebuah rumah tangga, masyarakat disebabkan tidak amanah. Penyakit ketidak amanahan telah melanda sendi-sendi kemanusiaan, sehingga mereka berbuat diluar jalur kemanusiaan, jalur sosial, jalur
politik dan jalur hukum.
Pada suatu waktu, Abu Dzar meminta suatu jabatan kepada
Nabi, lalu Nabi berkata kepada Abu Dzar: “Hai Abu Dzar! Engkau ini sangat
lemah, sedangkan pekerjaan itu adalah amanah yang pada hari kiamat nanti akan
dipertanggungjawabkan dengan penuh resiko kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi
orang yang memenuhi syarat dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.” (H.R.
Muslim)
8. 'Ujub
'Ujub ialah suatu penyakit rohani yang
melanda manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Penyakit 'ujub
adalah penyakit yang paling berbahaya
dalam pencerahan ibadat, karena penyakit ini merasa dirinya lebih dari
orang lain, dengan kelebihan yang ada padanya itu membuat ia ta’jub
(tercengang) atau heran dan salut kepada dirinya sendiri atas segala
prestasi yang ia peroleh, sehingga
kesalutan kepada dirinya itu, membuat ia
tidak mau menerima masukan,
sumbang saran dari orang lain, akan tetapi ia mengagumi pendapat sendiri.
Karena hasil nyata dari usaha yang ia
perbuat itu jauh lebih terbukti ketimbang orang yang memberi saran-saran
kepadanya. Hal ini terjadi disebabkan cara pandang seoerang 'ujub
mengukur segala sesuatu itu dengan yang kongkrit (nyata). Pengidap dari
penyakit ini sulit berintegrasi dengan orang lain secara normal. Apalagi dengan
Allah Swt Sebab dia tidak bersedia mengikuti orang lain itu atau sebagai salah
satu faktor bukti kegengsiaannya dan
bahkan merasa rendah berteman atau bergaul dengan orang yang standar ekonominya dibawah
standar kehidupannya. Maka yang terloncat dari mulutnya hanyalah ngomong
tentang orang-orang besar dan orang yang
berpengaruh dan bahkan bangga bila
pembicaraan itu menyinggung masa silamnya yang negatif dan perbuatan
dosa.
Di
dalam al-Qur’an Allah Swt telah
mengingatkan perangai orang 'ujub ini antara lain:
Surat al-Taubah ayat 55, yaitu:
فَلَا
تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ
كَافِرُونَ
Artinya:
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka mencengangkan hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu
untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa
mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.
Surat al-Taubah
ayat 85, yaitu:
وَلَا
تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ
يُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
Artinya:
Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka mencengangkan hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan
anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir.
Surat al-Munafiqun
ayat 4, yaitu:
وَإِذَا
رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ
كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ
الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Artinya: Dan apabila kamu melihat mereka,
tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.
Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka:semoga
Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
Qs. Al-Baqarah ayat 204, yaitu:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ
عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
Artinya:
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia
menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya,
padahal ia adalah penantang yang paling keras.
Memperhatikan ayat-ayat di atas
ada beberapa pelajaran yang dapat dijadikan oleh orang-orang mau
beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, antara lain:
Pertama,
untuk tidak tercengang kepada orang yang banyak harta,
bila harta yang dimilikinya itu tidak dipergunakannya kepada kebenaran dan kemashlahatan. Harta yang dimaksudkan di
sini adalah harta dari terjemahan mal
dan jamaknya amwal, di dalam al-Qur’an berjumlah 86 kali tersebar dalam
berbagai surat dan ayat. Harta ialah segala sesuatu yang dimiliki, sesuatu yang
dihimpun, disimpan, baik berupa materi, maupun berupa manfaat. Imam Hanafi
mengartikan harta adalah sesuatu yang diminati oleh tabi’at manusia dan mungkin
disimpan sampai waktu yang dibutuhkan mempergunakannya. Sehingga bila dirinci
harta itu meliputi
a.
Dalam bentuk materi, misalnya rumah, tanah, ladang,
sawah, pertokoan.
b. Dalam bentuk bergerak, misalnya mobil, honda, kapal,
pesawat, mesin-mesinan.
c. Dalam bentuk yang
bernyawa, misalnya: hayawan, yang memberi faedah.
d. Dalam bentuk
memberi manfaat, misalnya: isteri, anak, orang tua, famili/keluarga, termasuk pergaulan.
e. Dalam bentuk bukan
materi, misalnya: pangkat, jabatan, nama, titel atau popularitas.
Kedua, untuk tidak
selalu-selalu memuji-muji mereka, seperti pengalaman Nabi ketika turun surat
al-Baqarah 204 di atas sebagai asbab
al-nuzul ayat ini. Di mana seorang yang bernama al-Akhnas bin Syariiq
Al-Staqafi, setiap bertemu dengan Nabi ia selalu memuji dan menyanjung Nabi
dengan tujuan seakan-akan ia dianggap oleh Nabi orang yang beriman. Sekaligus
memberi imeng-imeng kepada Nabi dan shabatanya bahwa ia akan berjuang bersama
Nabi, sekilas yang diucapkannya itu
menarik sekali, sehingga banyak orang terpedaya kepadanya. Pada ayat di atas
Allah mengingatkan kepada Nabi, bahwa orang yang seperti al-Akhnas di atas adalah pendusta, tidak dapat
dipercaya. Karena pada orang yang 'ujub itu terdapat ciri-ciri khusus, yaitu:
a.
Mempergunakan kata-kata yang menarik, misalnya suka memuji orang lain, dengan konsekwensi, agar ia
dipuji pula oleh orang lain.
b.
Senang dan suka bersumpah menyebut
nama Allah, misalnya menyebut “sungguh,
demi Allah”.
c.
Gigih dalam berdebat dan berhujjah menghadapi lawan penentangnya.
Ketiga,
harta dan anak-anak itu akan menyusahkan,
sebagai musuh, sebagai fitnah,
sehingga akan menganggu
disaat-saat nyawa akan pergi menghadap Allah. Untuk itu dibolehkan seseorang 'ujub
(tercenggang) hanyalah kepada Allah saja yaitu dengan mempergunakan harta dan
anak-anak sesuai dengan aturan Allah,
seperti firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 111, yaitu:
إِنَّ اللَّهَ
اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ
الْجَنَّةَ.
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
Nabi Muhammad Saw. dalam
sebuah hadisnya menjelaskan, yaitu:
ثلاث مهلكات: شح مطاع, و هوى
متبع, واعجاب المرء بنفسه.
Artinya:
Ada tiga yang membinasakan manusia,
yaitu: Kikir yang diperturutkan, Hawa nafsu yang diumbar dan tercengang kepada diri sendiri.
9.
Bakhil
Bakhil
secara bahasa berarti kikir, ceke, dan pelit. Lawan dari bakhil adalah thama’,
boros, angkuh, menang sendiri, ilmu kuwia. Sedangkan secara istilah agama ialah
enggan memberikan harta benda kepada orang lain secara wajar, ilmu yang
bermanfaat, pikiran dalam mencapai kemajuan, pendapat dalam menyelesaikan masalah, dan tenaga
kepada kepentingan agama Islam. Didalam al-Qur’an kata yang berakar kepada
bakhil ini berjumlah 12 kali dalam berbagai surat dan ayat, antara lain:
Surat Al-Lail ayat 8, yaitu:
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ
وَاسْتَغْنَى
Artinya:
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup.
Dalam ayat ini Allah
menerangkan bahwa orng-orang yang
bakhil, yang kikir yang merasa dirinya cukup tidak lagi memerlukan
pertolongan-Nya dan tidak bertakwa kepada-Nya serta mendustakan pahala yang
terbaik ialah surga. Akan disediakan-Nya
kelak jalan yang sukar, yang merendahkan
dirinya, yang membenamkannya ke dalam dosa
dan kesalahan.
Surat al-Taubah ayat 76,
yaitu:
فَلَمَّا ءَاتَاهُمْ
مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ
Artinya:
Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya,
mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah
orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa kalau maksud mereka telah berhasil dan apa yang mereka minta sudah terkabul, mereka tidak malu-malu berpaling, memungkiri janjinya dan mendurhakai Allah. Bila mereka telah kaya, mereka bukan jadi pemurah, tetapi mereka bertambah bakhil, tidak mau bersedekah, mengeluarkan zakat, membantu orang- orang yang berkekurangan, menunjang pembangunan umat dan lain-lain yang masuk amal kebajikan. Mereka lupa akan janji-janji mereka yang diucapkan sebelum Allah memberikan karunia kepada mereka, walaupun sudah diberi peringatan berkali-kali. Padahal menepati janji itu dikuatkan dengan bersumpah dengan nama Allah.
Surat Muhammad ayat 38,
yaitu:
هَاأَنْتُمْ
هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ
وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ
وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ
ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
Artinya: Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya):dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).
Surat Al-Nisa’ 37, yaitu:
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan
menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami
telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan.
Pada ayat ini dijelaskan siapakah orang-orang yang paling, sombong dan takabur.
Mereka adalah orang-orang yang bahkil
tidak mau berbuat kebaikan sebagaimana yang diperintahkan Allah. Mereka
tidak mau memberikan pertolongan, dengan
harta, tenaga dan fikiran untuk kemaslahatan sesama manusia. Disamping bakhil mereka mempengaruhi pula
orang lain untuk berlaku bakhil, supaya
orang itu jangan suka mengeluarkan hartanya untuk menolong orang-orang
yang perlu ditolong. Di dalam hati
mereka tersimpan sifat loba dan tamak kepada harta benda. Biar orang
lain hidup melarat dan sengsarara asal mereka dapat hidup senang dan
bermegah-megah. Mereka menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah
kepadanya. Mereka selalu berpura-pura seperti
orang yang selalu dalam kesulitan,kesempitan dan kekurangan. Mereka yang
seperti itu termasuk manusia yang tidak bersyukur kepada Allah,mereka adalah
orang yang kafir atas nikmat Allah. Bagi
orang-orang yang kafir itu Allah menyediakan siksa yang menghinakan baik di dunia ini
maupun di akhirat nantinya. Hal
ini dipertegas Allah dalam surat Ali
Imran ayat 180, yaitu:
وَلَا يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا
لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat al-Hadid ayat 24,
yaitu:
الَّذِينَ
يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ
هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya
Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Orang-orang yang bakhil itu
adalah orang yang bila memperoleh nikmat kesenangan, harta, mereka
berpendapat bahwa semua itu
diperolehnya semata hanya karena
kesanggupannya dan kepandaiannya
sendiri, bukan karena pertolongan dan anugerah Allah kepadanya. Karena mereka
merasa merasa lebih kuat dan mampu sehinga mereka tidak membutuhkan
orang lain, dan tidak mau peduli dengan
orang lain serta megira memberikan sesuatu
pada orang lain akan menjadikan
mereka miskin.
Memperhatikan ayat-ayat yang
berhubungan dengan bakhil ini, nampaknya
Allah tidak senang kepada orang yang bakhil, karena kebakhilan membuat orang lain sombong, merasa
dirinya cukup serta tidak memerlukan bantuan orang lain. Lebih jauh tipe orang
bakhil adalah tama’ atau rakus dengan
harta, sehingga ia merasa, bahwa hartalah satu-satunya yang dapat menyelamatkan
mereka, bahkan prioritas kehidupan ini adalah dengan harta, sehingga kehidupan yang lebih abadi mereka abaikan dan mereka sia-siakan.
Bila dilihat dalam fenomena masyarakat,
biasanya orang yang bakhil disisihkan, dipencilkan dan diasingkan oleh orang
lain dari pergaulannya. Dan yang paling bernahaya lagi adalah bakhil kepada
diri sendiri, kepada anak-anak dan kepada keluarga, sementara ia
berhemat-hemat dalam hartanya, namun kehematan itu habis juga oleh orang lain.
10.
Lalai
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ(1)حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ(2)كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ(3)ثُمَّ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ(4)كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ
الْيَقِينِ(5)لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ(6)ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ
الْيَقِينِ(7)ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ(8)
Artinya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Kata alha adalah stulasti mazid dari akar kata laha,
yaitu: الهى, من: لهى, يلهو, لهوا. او الهى, يلهى,
الهى.... الهك (laha, yalhi, lahwan), yang berarti lalai, sibuk,
berpoya-poya, berlarut-larut dan asyik. Dalam al-Qur’an terdapat sebanyak 16
kali, seperti An’am 32 Muinafiqun 9 dan surat Takatsur di
atas.
Sedangkan takastur akar kata dari kasara atau kasura,
yang berarti banyak. Banyak yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu yang
menyangkut dengan materi, misalnya harta, pangkat, tuah, nama, anak, jabatan,
isteri (zinatal hayat al-dunya), sehingga tidak pernah merasa puas dalam
kehidupannya sampai datangnya pintu kubur atau kematian. Ahmad Nawawi
mengibaratkan bagaikan semut yang larut dalam kemanisan gula, sehingga dia mati
didalamnya. (Kalla saufa), jangan begitu, bahwa manusia bukan diciptakan untuk
itu, materi adalah sebagai alat untuk bertaqarrub ila Allah.
Ayat ini memberi peringatan kepada manusia agar
berhati-hati terhadap harta yang dicari, karena akan diminta pertanggungjawaban
oleh Allah di akhirat nantinya, bahkan
di dunia. Kata alha semakna dengan kata lahwun, la’ibun dan ghurur. Beda atau
tingkatannya adalah la’ibun, yaitu masih bermain-main, kemudian lahwun yaitu
melebihi dari la’ibun dan menghalalkan secara cara untuk mencapai tujuan,
sedangkan ghurur bermegah-megah dengan
materi, sehingga Allah mereka adalah materi dan tujuan hidup mereka adalah
hanyalah untuk materi pula.
Allah memperingatkan kepada orang yang yang percaya
kepadaNya, seperti dalam surat al-Munafiqun ayat 9, bahwa janganlah kamu lalai
dengan harta dan anak-anakmu sendiri sehingga membuat kamu jauh dari ajaran
Allah. Jika masih tetap lalai atau sibuk dengan harta, maka kamu adalah orang
yang merugi. Allah juga memberi peringatan kepada Nabi agar tidak tertipu daya
dengan materi seperti orang-orang kafir, hal ini diungkapkan oleh Allah dalam
surat Ali Imran ayat 196. Padahal materi
yang mereka peroleh itu adalah milik Allah, tempat mereka yang layak adalah
neraka, bahkanB Allah mengancam orang-orang yang seperti itu, seperti terlihat
dalam firmanNya surat al-Humazah ayat 1-6.
Oleh karena itu akibat lalai akan membawa diri kepada: a)
neraka, b) mencelakakan diri sendiri, c) egoisme, d) Zhalim dan e) dan larut
dalam tipu daya. Sedangkan tujuan dan visi hidup dunia ini adalah: a) adanya keseimbangan
antara kehidupan materi dengan spritual, b) prinsip ibadah dan c) memakmurkan
dunia.
0 Comment