Literatur

Sabtu, 07 Januari 2023



INGKAR SUNNAH

Ingkar Sunnah Dahulu

Pada zaman Nabi, umat Islam enggan bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam selain Alqur'an. Belum atau belum ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada zaman Nabi ada kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam.   Memakai Alqur'an saja dan menolak sunnah adalah suatu hal yang tidak mungkin, dan mustahil juga mengakui muslim yang ta'at, tetapi mengingkari kehujjahan hadits (Sunnah). Namun demikian ada sebagian orang yang kurang memahami masalah ini. Bahkan pada masa sahabat ada orang yang kurang memperhatikan kedudukan sunnah sebagai sumber hukum. al Hasan mengatakan, ketika Imran melarang hadits, ada orang yang minta agar tidak melarang hadits, cukup hanya Alqur'an saja.  Jawab Imran, kamu dan sahabat-sahabatmu dapat membaca Alqur'an. Maukah melarang shalat dan syarat-syaratnya kepada ku? atau zakat dan syarat-syaratnya. Kamu sering absen pada hal Rasulullah wajib zakat mulai-mulai. Terima kasih, saya beru sadar, jawab orang tersebut, dan kemudian ia menjadi ahli fiqh.

Hal serupa pernah terjadi pada Umayyah bin Khalid, yang mana ia mencoba mencari seluruh permasalahan dan merujuk kepada Alqur'an  saja, sehingga ia berkata kepada Abdillah bin Umar bahwa ia   hanya menemukan masalah shalat di rumah dan pada waktu perang saja (shalat Khauf). Sedangkan masalah shalat yang dalam perjalanan tidak ditemukan, Abdullah bin Umar menjawab: Wahai kemenakanku, bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad dan kita tidak tahu apa-apa. Kita mengerjakan apa   yang   dikerjakan   Nabi. Dan tidak mustahil jika kemajuan zaman begitu pusatnya, bertambah pula orang-orang yang mencari masalah-masalah yang mereka hadapi   dengan merujuk Alqur'an  saja.  Sampai Ayyib al-Syaktiani (68- 131H)   berkata, "Apabilka kamu mengarjakan hadits kepada seseorang, kemudian dia berkata" tidak usah pakai hadits, ajari kami Alqur'an saja, maka ketahuilan bahwa. Orang itu sehat dan mudah. [1] Agaknya orang yang di sebut diatas tidak mewakili dan tidk mustahil jumlah mereka semakin hari semakin bertambah. Dan perlu dicatat bahwa gejala seperti ini hanya terdapat di Irak saja, tidak di seluruh negara Islam. Sebab Imran bin Husin seperti yang dituturkan Ibnu Hibban, sedang berada di Basrah. Begitu juga Ayyub bin Sakhtiyani. Imam Syafi'I juga menyebutkan bahwa Orang-orang yang mengingkari sunnah umumnya berasal dari Basrah. [2] Boleh jadi memang di Irak saja pikiran-pikiran tersebut mendapat angin.     

Ingkar Sunnah Masa Kini.

Sesudah abad kedua hijriah, tidak ada cacatan sejarah yang menyebutkan kelompok Muslim mana yang menolak   Hadits. Sedangkan mereka yang menolak hadits yang dahulunya ,tepatnya abad kedua hijriah, sudah tidak ada lagi. Setelah abad   kedua sampai abad ke tiga belah pihak tidak terlepas dari adanya perlawanan terhadap Hadits. Tapi seteklah negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam, mereka mulai menyebarkan benih-benih untuk melumpuhkan kekuatan Islam. Pada saat itu di Irak muncul orang yang menolak hadits. Sedang di Mesir hal itu muncul pada masa Muhammad Abduh, Abu Ruyyah mengutip pendapat Muhammad Abduh   yang mengatakan bahwa Umat Muslim tidak mempunyai pimpinan kecuali Alqur'an.Islam yang benar adalah Islam zaman dulu yang belum pecah perpecahan di tubuh umat Islam. Kaum Muslimin tidak mungkin meraih kejayannya kembali selagi kitab-kitab semacam ini (kitab yang diajarkan di perguruan al Azhar dan sebagainya) tetap diajarkan. Umat ​​Islam tidak akan bangkit seperti semangat yang ada pada abad pertama, yaitu Alqur'an. Hal-hal   selain Alqur'an  hanya akan menjadi kendala antara Alqur'an  di satu pihak dengan ilmu dan amal dilain pihak. [3]

Dr.Taufiq Sidqi yang menulis dua buah artiker dalam majalah al-Manar dengan judul " Islam adalah Alqur'an itu sendiri", dengan berargumen dengan ayat-ayat itu saja tidak perlu hadits.    Pemikiran Taufiq Sidqi ini terkesan menggelitik Rasyid Ridda sehingga ia tertarik untuk memberi tanggapan dengan mengatakan “ada suatu hal yang perlu disimak dari masalah itu, yaitu suatu pertanyaan, apakah hadits yang juga disebut dengan sunnahyang berupa ucapan nabi itu dapat disebut sebagai agama dan syari'ah secara umum,walaupun hal itu bukan sunnah yang harus dikerjakan dengan memperbaharui ulama terutama pada masa awal islam.seandainya mengatakan ya berarti agama dan syari'ah.mengapa nabi justru melarang para sahabat untuk menulis selain alqur'an?para sahabat juga tidak menulis hadits Begitu pula para ulama dan khulafa tridak melihat masalah pengajaran hadits   sebagai suatu hal yang penting, bahkan mereka menghindari hal itu. Ini merupakan masalah pelik yang sangat besar.Dan saya sudah sampaikan kepada Dr.Taufiq dalam sebuah kajian ilmiyah sebelum ia menulis masalah ini. [4]

memperkuat Rasyid Ridha mendukung pendapat dr. Taufiq, ia membagikan hadits menjadi dua yaitu Hadits mutawatir dan hadits non Mutawatir, menurutnya hadits-hadits yang kita terima secara mutawatir seperti hadits tentang jumlah raka'at shalat, puasa dan sebagainya wajib kita terima   sebagai suatu agama secara umum. Sedangkan hadits non mutawatir disebut agama khusus, kita tidak wajib mengikutinya. Ia juga menukilkan pendapat para sahabat yang mengakatan keenggana untuk menulis hadits, pendapat ini oleh Rasyid aridha dikomentari sebagai berikut " Semua pendapat yang ditulis oleh Ibnu Abd al Bar dan lain-lain, di mana diterangkan bahwa Abu Bakar merekam catatan-catatan hadits dari para sahabat , dan mereka juga tidak menulis hadits sebelum ada perintah dari penguasa,  hal ini memperkuat pendapat para sahabat yang menulis hadits hanya untuk dihafal sendiri, setelah itu mereka menghapusnya. Apalagi tokoh-tokoh sahabat tidak mau melarang hadits, bahkan melarangnya. Semua ini memperkuatpendapat bahwa para sahabat tidak bermaksud   menjadikan hadits-hadits itu secara keseluruhan sebagai suatu agama secara umum dan abadi seperti halnya Alqur'an". Namun menurut pendapat Mustafa as Siba'i, Rasyid Ridha menjelang akhir hayatnya mencabut pernyataannya. [5]

Pada tahu 1929 Ahmad Amin   menulis buku Fajr Islam , di dalamnya ia membahas hadits dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil, ia tetap disingkirkan sampai mati. Pembahasannya itu justru meragukan keotentikan hadits. Kemudian pata tahu 1353 H. Ismail Adham mempublikasikan risalahnya tentang sejarah hadits. Ia berpendapat bahwa hadits yang ada sekarang itu baik yang terdapat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim tidak dapat diandalkan keotentikannya dan tidak dapat dipercaya, justru sebaliknya, hadits-hadits yang diragukan kebanyakan palsu. [6] Ketika pendapat itu mendapat tanggapan, dia menjawab lewat majalah fat bahwa apa yang diucapkannya meminta persetujuan dari tokoh-tokoh sastra dan ulama        antara lain adalah Ahmad Amin. Ahmad Amin tidak menganggah, tapi melalui salah satu artikelnya ia merasa prihatin terhadap serangan-serangan yang ditujukan kepada kawannya itu. Bahkan ia menilai bahwa hal itu merupakan upaya penjegalan terhadap kebebasan   berpendapat, dan kerikil-kerikil tajam yang merintangi penelitian ilmiah. Setelah itu Abu Ruyyah berhasil menerbitkan   hasil penelitiannya Adwa'ala Al-Sunnah al-Muhammadiyah . 

Abu Ruyyah tidak mengetengahkan pemikiran dan argumentasi baru, ia hanya meramu pendapat-pendapat   Ismail Adham, Taufiq Sidqi dan Rasyid Ridha. Kesimpulan yang diambil tidak jauh dari pendapat Rasyid Ridha, bahkan ia mencontek dengan mengaku sebagai mujtahid. Ia berpendapat bahwa yang diharapkan dengan sunnah pada masa Rasul adalah sunnah amaliyah . (sunnah amaliyah yang mutawatir ).

Mengenai Hadits ahad, Abu Ruyyah   berpendapat bahwa bagi yang mengetahui secara shahih dari segi riwayat maupun isinya, ia boleh mengamalkannya, tetapi jangan dijadikan hukum secara umum yang hasus ditaati oleh Ummat secara taklid. [7] 

Pada beberapa tahun yang lalu India berada di kekuatan Inggris. Kaum Muslimin India pernah mengumumkan   jihad untuk melepaskan diri dari penjajahan. Inggis khawatir akan semangat jihad dengn senjata, lalu membentu kelompok ulama yang mengeluarkan fatwa yaitu mengingkari adanya jihad dengan senjata dalam Islam. Caranya ialah dengan   mengkritik dan menolak hadits-hadits yang membicarakan tentang   jihad. Tokohnya antara lain Garragh Ali dan Mirz Ghulam Ahmad.

Umat ​​Islam India juga melahirkan orang-orang seperti Ahmad Khan, Abdullah al Jakr, Ahmad al Din, dan sebaginya. Dan Akhrinya muncul Ahmad Ghulam Paewes yang medirikan kelompok yang bernama Ahlul Qur'an. Ia juga mengaku sebagai mujtahid yang tiada duanya, sebab   ia tidak mengakui hadits sebagai sumber hukum Islam. Ia bukan hanya menolak hadits ahad bahkan hadits mutawatir juga tidak diakuinya. Tentang tata cara pelaksnaan ibadah   (seperti shalat, puasa dan sebagainya) diserahkan kepada kepala negara dengan mempertimbangkan situasi dan tempat. Pernyataan ini pernah diucapkan oleh Taufi Sidqi dalam sebuah artikel Islam dalam Alqur'an, namun ia mencabut kembali pernyataan itu.

Argumen-Argumen Para Pengingkar Sunnah.

Banyak sekali dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh mereka yang beraliran ingkar sunnah, baik yang hidup pada masa Syafi'i maupun yang sesudahnya. Dari sekian banyak argumentasi, ada yang berupa argumentasi naqli (ayat Alqur'an  maupun hadits) dan ada yang berupa argumentasi non naqli .

Argumen-argumen Naqli.

Yang dimaksud dengan argument-argumen naqli tidak hanya ayat-ayat Alqur'an  saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits   Nabi. Memang agak ironis juga bahwa   mereka yang beraliran ingkar sunnah   ternyata mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka. Cukub banyak sebenarnya argumen yang mereka simpan, namun yang terpenting sebagai berikut;

-          Alqur'an surat al Nahl ayat 89 berbunyi     

(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

-            Alqur'an Surat al An'am ayat 38 berbunyi: 

dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

 

Menurut para pengingkar sunnah ayat diatas menunukkan bahwa Alqur'an  telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama. Karena itu tidak diperlukan adanya keterangan lain , misalnya dari al sunnah. Menurut mereka shalat lima waktu   sehari semalam yang wajib didirikan   dan yang berhubungan dengannya, pada dasarnya bukanlah sunnah atau hadits melainkan ayat-ayat Alqur'an, seperti Hud;114, al Isra';78 dan 110, al Baqarah; 238, Al-Hajj; 77, Taha; 130, al Nur;58 an al Rum;17-18 [8]

Dalam kaitannya dengan tata cara shalat, Kasim Ahmad pengingkar sunnah dari Malaysia, mengatakan dalam bahasa Malaysia;

Kita telah memuktikan bahwa perintah sembahyang telah diiberikan oleh tuhan kepada Nabi Ibrahim dan kaumnya, dan amalan iini telah diturunkan, generesi demi generesi, sehingga kepada Nabi Muhammad dan umatnya… [9]

Ada hikmahnya yang besar mengapa tuhan tidak memperincikan bentuk dan kaedah shalat dalam Alqur'an.pertama, karena bentuk dan kaidah ini telah diajarkan kepada nabi Ibrahim dan pengikutnya, dan diselesaikan untuk di ikuti oleh umat Muhammad. Kedua, karena bentuk dan kaidah ini begitu penting , dan tuhan ingin memberikan kelonggaran kepada umat Muhammad supaya mereka bisa melakukan Shalat mereka dalam keadaan apa juga, sepeti dalam perjalanan jauh, dalam peperangan, di Kutub Utara, atau diangkasa lepas, mengikuti cara yang sesuai. [ 10]

Demikian menurut penginngkar   sunnah, tata cara tidaklah penting, jumlah raka'at, cara duduk, cara sujud, ayat dan bacaan yang di baca di serahkan kepada masing-masing pelaku shalat. Jadi, ibadah shalat boleh saja dilakukan dalam bahasa daerah.

Dari dalil-dalil diatas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah adalah orang-orang yang berpendapat   bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Alqur'an  kepada Umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas menerima wahyu   dan menyampaikan wahyu itu kepada pengukutnya. Di luar hal tersebut, Nabi Muhammad tidak mencukupi. Dalam Alqur'an  diarahkan untuk mentaati Rasul, menurut pengingkar sunnah   hal itu terjadi ketika Rasulullah   masih hidup, yakni ketika jabatan ulul amri di tangan beliau. Setelah beliau wafat, dan jabatan itu jatuh ke tangan orang lain, dan karena itu kewajiban orang beriman untuk patuh kepada Nabi Muhammad menjadi gugur. [11]

-          sejumlah hadis yang diantaranya berbunyi;

"Apa yang datang kepadamu dari saya,maka konfirmasikanlah dengan kitabullah, jika sesuai dengan kitabullah, maka berarti saya telah mengatakannya,dan ternyata menhyalahi kitabullah, maka hal itu bukan saya yang mengatakannya. Dan sesungguhnya   saya selalu sejalan dengan kitabullah dan dengannya Allah telah memberi petunjuk kepada saya. [12] .

Menurut mereka, berdasarkan riwayat tersebut, maka yang harus dipegang bukanlah hadits Nabi, melainkan Alqur'an. Dengan demikian menurutnya, hadits dan sunnah bukanlah merupakan sumber ajaran Islam. [13]

-          Argumen mereka selanjutnya dalam surat al-Baqarah ayat 1-2 berbunyi

1. Alif laam miin[10].2. Kitab[11] (Al Quran) ini tidak ada sedikitpun keraguan; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],

-          Dan Surat al-Fatir ayat 31 berbuny 

31. dan apa yang telah Kami wahyukan kepadanya Yaitu Al kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya. sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

 

   Kata mereka selanjutnya, “Anda mengatakan bahwa hadits terbagi menjadi dua, mutawatir dan ahad. Hadits mutawatir hanya beberapa butir saja, selebihnya   semua hadits adalah ahad. Menurut anda, hadits ahad bersifat zhanni (dugaan yang kuat) saja   . merupakan gabungan antara Alqur'an  dan hadita, maka berarti zhanni juga. Sebab gabungan yang pasti dengan   dugaan   akan menghaislkan dugaan (zhanni). Alqur'an juga  mengancam orang-orang yang mengikuti dhan dan meninggalkan yang yaqin. [14] Allah berfirman , dalam surat al-An'am ayat 148;

orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya Kami dan bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) Kami mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu tunjukkannya kepada kami?” kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.

Argumen-argumen Non-Naqli.

Yang dimaksud dengan dalil-dalil non-naqli ialah dalil-dalil ayat yang tidak berupa Alqur'an  dan hadirs. Meskipun sebagian dari argumen-argumen itu ada yang menyinggung sisi tertentu dari ayat Alqur'an    atau pun hadits, namun yang dibahasa bukanlah ayat ataupun matan hadits secara khusus, maka argumen-argumen tersebut dimasukkan dalam argumen-argumen non naqli.

Diantara dalil-dalil yang diajukan oleh pengingkar sunnah, yang dianggap penting sebagai berikut:

sebuah.        Alqur'an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Alqur'an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits nabi. Karena itu Nabi tidak perlu memahami petunjuk Alqur'an.      

b.        Menurut dokter Taufiq Sidqi, tidak ada satu pun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut, manusia tertekan untuk mempermaikan dan merusak hadits sebagaimana terjadi. [15]

c.         Menurut pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut;

1.        Dasar kritik sanad , yang dalam ilmu hadits dikenal dengan istilah Ilm al Jarh wa Ta'dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian para periwayat hadits), baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian, para periwayat generasi sahabat Nabi, al tabi'in dan Tabi'it-tabi'in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi.

2.        Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada akhirnya buruk ketiga dan awal abadkeempat Hijriah. Dengan konsep Ta'dil al shahabah, para sahabat Nabi dinilai terlepas dari kesalahan dalam melaporkan hadits.

Bukti Kelemahan Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah.

Kelemahan argumen-argumen Naqli.

Argumen-argumen naqli yang diajukan oleh pengingkar sunnah untuk menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam adalah lemah sekali . Bukti kelemahan sebagai berikut :

sebuah.        Alqur'an   surat al Nahl 89 yang telah disebutkan sama sekali tidak memberi petunjuk bahwa sunnah tidak diperlukan, ayat itu, sebagaimana telah ditetapkan al Syafi'i, mengandung pengertian dan petunjuk yang menjelaskan bahwa;

1.        Ayat Alqur'an  tegas menerangkan adanya:

sebuah.    Berbagai kewajiban, misalnya Kewajiban Shalat, puasa, zakat dan haji;

b.    Berbagai larangan misalnya, larangan minuman keras, zina, makan bangkai, darah, dan daging babi;

c.    Teknis Pelaksanaan ibadah tertentu, misalnya tata cara berwudhu

2.        Ayat yang menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang bersifat global, misal kewajiban shalat. Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai penjelasan teknis pelaksanaan

3.        Nabi menetapkan suatu ketentuan, yang dalam Alqur'an  tidak ditemukan secara tegas. [16] Ketentuan dalam hadits tersebut wajib sebab Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mematuhi perintah Nabi.

4.        Allah hamba mewajibkan-Nya (yang memenuhi syarat) untuk melakukan kegiatan ijtihad. Kedudukan kewajiban melakukan ijtihad itu sama dengan kedudukan   kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diperintahkan oleh Allah.

b.        Alqur'an  surat al An'am ayat 38 yang dinyatakan oleh para pengingkar sunnah sebagai argumentasi untuk menolak sunnah adalah tidak benar dengan dalil sebagai berikut;

1.    Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan al kitab dalam ayat tersebut adalah Alqur'an. Didalamnya termuat semua ketentuan agama. Ketentuan itu ada yang bersifat global dan yang bersifat rinci. Yang bersifat global dijelaskan (dirincikan) oleh hadits. Apa yang dijelaskan oleh Nabi menurut Alqur'an  wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman.

2.    Mennurut ulama yang lain, yang dimaksud dengan kata al kitab dalam ayat tersebut adalah al lauh al Mahfuzh. Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua peristiwa tidak ada yang dialpakan oleh Allah. Semuanya termuat dalam al Lauh al Mahfuzh. Pegertian tesebut sesuai dengan yang dimaksud oleh teka   ayat yang bersangkutan. Dalam ayat tersebut Allah menerangkan bahwa semua binatang yang melata dan burung yang terbang dengan kedua sayapnya adalah umat juga sebagaimana manusia. Allah telah menyalakan rizkinya, ajalnya, dan perbuatannya di Lauh Mahfuzh. [17]

Dengan demikian ayat tersebut sama sekali tidak menunjukkan perlawanannya terhadap hadits Nabi. Menurut perdapat yang pertama disebutkan ayat itu bermaksud menilai sangat penting kedudukan hadis dalam sumbernya ajaran Islam. Ayat-ayat   yang disebut pengingkar sunnah   sebagai petunjuk tentang pelaksanaan ibadah shalat, ternyata ayat-ayat   yang bersangkutan masih bersifat global juga. Ayat-ayat itu masih sangat sulit diketahui pelaksanaan dan rinciannya,   tanpa dibantu hadits Nabi.

Apabila dikatakan bahwa tatacara shalat tidaklah penting   dan yang penting adalah substansinya   saja, maka hal itu memberi petunjuk Alqur'an  itu sendiri. Apabila petunjuk hadits Nabi berkenaan dengan ibadah shalat dan ibadah-ibadah lain ditolak, maka   setiap orang bebas membuat tata cara   dan bahasa sendiri, dan akan bebas membuat cara azan, Khutbah   jum'at hari raya tidak dikenal lagi, dan orang akan bebas membuat tata cara haji serta ibadah zakat fitrah.

c.         Matan hadits yang telah digunakan oleh para pegingkar sunnah untuk menolah sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam sebagaimana telah dikutip pada uraian diatas, setelah diteliti masing-masing sanadnya, ternyata kualitas sanadnya lemah dan karenanya, hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Ulama ahli hadits yang telah mendalami berbagai sanad dari hadits itu antara lain ialah As Syafi'i, Ali bin Ahmad bin Hazm (w.456 H=1063 M), dan Abu Bakar Ahmad al Baihaqi (w.458 H=1066 M). Kelamahan dari berbagai sanad itu ada yang berupa sanad yang terputus dan ada periwayat yang majhul, bahkan ada periwayatannya yang tertuduh dusta. [18]

d.        Ayat-ayat yang dikutip oleh pengimnkar sunnah untuk menolak sunnah karena sunnah itu pada umumnya bersifat zhann, maka ternyata penggunaan dalil terseut sama sekali tidak relevan   di sebabkan oleh;

1.         Yang dimaksud dengan istilah zhann dalam surat Yunus ayat 36 dan lain-lain   adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Allah. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhann oleh ayat-ayat dimaksud sama sekali tidak ada kaitannya   dan tidak ada kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits ahad bukanlah berdasarkan pada khayalan, melainkan berbasis pada metodologi yang dapat dipercaya secara ilmiah. [19]

2.         Kalau setiap hadits ahad dinyatakan sebagai status zhann karena periwayatannya tidak mencapai tingkat mutawatir, maka apakah semua berita yang berasal dari seseorang pasti harus ditolak? Dalam sejarah, Nabi pernah memulai puasa Ramadhan berdasarkan berita yang membuktikan seseorang yang dapat dipercaya tentang telah munculnya bulan baru. Dalam sejarah ruja dinyatakan bahwa umat Islam ketika terjadinya perubahan arah kiblat shalat ada yang segera melakukan perubahan setelah ada seseorang yang dapat dipercaya yang   menutupi bahwa ayat tentang perubahan arah kiblat telah turun. [20]Dalam melaksanakan kegiatan dakwah ke daerah-daerah tertentu, Nabi telah mengutus satu dua orang sahabatnya. Sekiranya memohon agama selalu wajib mutawatir, niscaya Nabi tidak akan mengutus utusan yang belum mencapai mutawatir. [21]

3.         Semua ayat Alqur'an  memang qath'i, namun qath'i adalah wurud-nya, sedangkan dalalahnya ada yang qath'i dan ada yang zhanni. Kalau begitu, apakah semua ayat yang dalalahnya zhanni harus ditolak?

4.         Semua pemahaman yang bersumber dari interprestasi terhadap ayat-ayat Alqur'an  berstatus zhanni, bukan qath'i. Banyak pemahaman pengingkar sunnah berasal dari interprestasi mereka terhadap ayat-ayat Alqur'an. Kalau begitu seluruh pemahaman pengingkatr sunnah wajib ditolak karena pemahaman mereka berstatus zhanni, bukan qath'i. Dengan demikian, seluruh argumentasi para pengingkar sunnah yang berdasarkan interprestasi terhadap ayat-ayat Alqur'an  menjadi gugur karena wajib ditolak. [22]

Kelemahan argumen-argumen Non-Naqli

sebuah.        Alqur'an  memang tertulis   dalam bahasa Arab yang digunakan oleh Alqur'an,   terdapat kata-kata yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat khusus, ada yang berstatus global dan ada yang berstatus rinci.   Untuk mengetahui bahwa ayat berlaku khusus dan rinci, diperlukan petunjuk Alqur'an  dan hadits Nabi. Dalam Alqur'an  tidak dijelaskan secara tegas,   apakah wanita yang sedang haid (mentruasi) boleh shalat dan puasa atau kah tidak. Maka dalan hadits dapat dijelaskan wanita yang haid tidak dikanakan wajib shalat dan tidak sah puasanya.dan diwajikan mengqadha puasanya diluar bulan ramadhan.

Para pengingkar sunnah   mengatakan bahwa orang yang berpengatahuan mendalam tentang bahasa Arab dapat memahami Alqur'an  tanpa bantuan hadits. Pada kenyataannya, banyak mereka yang mendalami pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, tetapi tetap menghajat hadits untuk bisa memahami kandungan ayat-ayat Alqur'an. Para pengingkar sunnah yang merasa tidak perlu bantuan hadits dalam memahami Alqur'an, mungkin bahasa Arab mereka tidak mendalam.

b.        Pernyataan dokter Taufiq Sidqi, pengingkar sunnah dari Mesir, yang menyatakan bahwa tiada satu pun hadits   Nabi yang dicatat pada zaman Nabi, merupakan pernyataan yang sangat mendukung hadits   dan sejarah penulisan hadits.

Pada zaman Nabi, cukup banyak hadits yang ditulis secara resmi. Dikatakan resmi karena Nabi yang menyuruh   sahabat tertentu untuk menulisnya. Sebagian hadits yang ditulis secara resmi   pada zaman Nabi adalah surat-surat Nabi ke berbagai kepala   pemerintahan dan negara, perjanjian Hudaibiyah dan piagam Madinah. [23]

Di samping itu dikalangan sahabat   cukup banyak juga yang mempunyai inisiatif sendiri yang melakukan penulisan hadits. Misalnya Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin 'Amar bin al Ash. [24] Kegiatan ini berjalan terus mulai dari zaman Nabi sampai masa penghimpunan hadits secara resmi.

c.         Salah satu dasar kritik sanad hadits adalah Ilmu al Jarh wa Ta'dil. Ilmu tersebut   digunakan untuk menilai secara kritis   kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat hadits, serta metrode periwayatan yang digunakan oleh para periwayat dalam meriwayatkan hadits yang bersangkutan. Dalam ilmu hadits, metode periwayatan hadits dibahasa   secara khusus dalam bab tahammul wa ada' al hadits.

Dalam ilmu al Jarh wa Ta'dil, yang dibahas tidak hanya keadaan para perawi dan metode periwayatan semata, akan tetapi jua ulama yanag melakukan kritik itu sendiri. Ilmu itu dikenal juga adanya tiori-tiori kritik periwayat dan lain-lain yang berhubungan dengan itu yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan yang masih dipersoalkan keabsahannya. [25]

Memang ilmu al jarh wa Ta'dil dan berbagai tiori tidak lahir pada zaman Nabi, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa kegiatan kritik hadits, khususnya terhadap para periwayatnya, tidak dikenal pada zaman nabi dan sahabat. Dalam sejarah, kegiatan kritik hadits, termasuk terhadap para periwayat, telah terjadi sejak zaman Nabi. Kalangan sahabat nabi takkala menerima suatu hadits dari sahabat lain, misalnya melakukan konfirmasi kepada Rasulullah. Kemudian pada zaman Sahabat, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib dan Aisyah.yang dikenal sebagai ahli kritik hadits baik dibidang matan maupun sanad. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan oleh tabi'in dan generasi selanjutnya.

Dengen demikian, sama sekali tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa kegiatan kritik hadits, khususnya kritik sanad, baru lahir setelah Nabi wafat. Para pengingkar sunnah mengelompokkan pengertian al Jarh wa Ta'dil sebagai suatu cabang ilmu hadits yang baku dan berdiri sendiri dengan pengertian al Jarh wa Ta'dil   sebagai kegiatan praktis. Dalam hal ini terlihat jelas   bahwa pengingkar sunnah tersebut tidak banyak mengetahui seluk-beluk al Jarh wa Ta'dil, baik dilihat dari keberadaannya sebagai ilmu maupun dilihat dari proses kegiatan dalam sejarah.

1.        Manyoritas ulama hadits berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil. Hal ini memang perlu diajukan kritik.   Dalam hal itu, yang perlu dijelaskan bahwa dalam ilmu hadits, periwayat hadits baru dapat diterima riwayatnya apabila periwayat itu bersifat adil dan dhabith. Periwayat yang bersifat adil belum tentu bersifat dhabith. Sifat adil berkaitan dengan integritas seseorang yang diukur menurut ajaran Islam,   sedangkan sifat dhabith berkaitan dengan kemampuan intelektualnya. Periwayat Yang Memiliki kedua sifat utama itu, yakni adil dan dhabith di sebut perawi yang tsiqah. [26]

Ulama hadits tidak menyatakan bahwa semua sahabat Nabi bersifat tsiqah. Dalam proses kritik sanad, para shahabt Nabi tidak terlepas dari kritik di bidang ke-dhabitan mereka. Kritik tersebut berlangsung minimal mulai zaman sahabat. Dengan demikian para penguingkar sunnah tidak memiliki dasar yang kuat mengatakan bahwa sahabat Nabi terlepasa sama sekali dari kritik dalam periwayatan hadits.   Mereka memahami pengertian adil, dhabith dan tsiqah.

Dengan bukti di atas maka dapat dijelaskan bahwa seluruh argumentasi yang diajukan oleh pengingkar sunnah tentang kedudukan sunnah sebagai sumber ajaran Islam sangat lemah. Kesalahan-kesalahan dalil dari pengingkar sunnah itu disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut;

sebuah.    Sebagian dari pengingkar   sunnah maemang berkeyakinan bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Alqur'an. Dengan demikian, para pengingkar sunnah juga telah mengingkari petunjuk Alqur'an  itu sendiri sebab Alqur'an  secara tegas   telah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diberi wewenang untuk menjelaskan Alqur'an  dan orang-orang yang beriman yang diwajibkan oleh Allah untuk mematuhi Allah dan Nabi Muhammad seperti tersebut. dalam surat an nahl; 44 dan al hasyr; 7.

b.    Sebagian pengingklar sunnah tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa Arab, Sejarah Islam, sejarah periwayatan dan pembinaan hadits, berbagai kaidah, istilah, dan ilmu hadits serta metodologi penelitian hadits.

c.    Dan sebagian lain dari pengingkar sunnah ingin memahami Islam secara langsung dari Alqur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pegkajian ilmu hadits dan metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian itu timbul mungkin disebabkan oleh keinginan untuk berpikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaitan dengan hadits Nabi. [27] 

 

 

 



[1] Muhammad Mustafa Azami. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasi Hadis, terj. Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus,  1994), h. 42

[2] Mustafa as-Siba'i,Op.cit.,h.160

[3] Mahmud Abu Rayyah,Adhwa 'ala al-Sunnah al-Muhammadiysh, (Libanon: New Shur Prees, 1964), h. 405-6.

[4] Muhammad Mustafa Azami. Hadis Nabawi...h. 47

[5] Mustafa as-Siba'I,Op.cit,. h. 42

[6] Ibid.,h, 213

[7] Muhammad Mustafa Azami. Hadis Nabawi..., h.49

   [8] Muhammad al-Khudari Bik, (Mathba'ahal-Sa'adah, Mesir,1954),h.183-185 dan Abu Zahuw,Al-Hadis wa Muhaddisun,(Mesir: Matba'ah Mishr,  tt), h.21

[9] M.Syuhudi Ismail,Hadis Nabi Menurut, Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya,(Jakarta: Gema Insani press, 1995), h. 17 lihat. Kasim  Ahmad, pengingkar sunnah dari Malaysia yang telah menulis buku dengan paham yang mengingkari sunnah dengan judul,Hadis satu Penilaian Semula, (Selangor: Media Intelek,1986),  h.104

 

[11] Ibid., h. 40-44

[12] Abu Zahuw,Op.Cit., h. 23 dan Mustafa as Siba'I,Op.Cit.h.139

[13] Ibid.

[14] Muhammad Mustafa Azami,Hadis Nabawi., h. 51

[15] M. Syuhudi Ismail,Hadis Nabi menurut pembela,h. 21 

[16] Muhammad bin Ismail al Shan'ani,Subal as-Salam,(Mesir:Musthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1960), juz III, h. 125-127 dan Muhammad Ali al-Shabuni,Rawa'i al-Bayan Tafsir Ayat Alqur'an (Dar al Fikr, Beirut, tt.), juz I, h. 457-460.

[17] Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi,al-Jami' al-Ahkam Alqur'an, (Kairo: Dar al-Kitab al-"Arabi, 1387 H=1967 M), juz, IV h.420, Muhammad bin' Umar al Zamakhsyari,Al-Kasysyaf al-Haqa'iq al Tanzil wa 'Uyun al-'Aqawil, ( BahasaMesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, tt.) ,Juz III, h.17,Ibid. 

[18] Ali Ahmad bin Hazm,al-Ahkam fi ushulil Ahkam, (Kairo: al-Maktabah al-'Ashimah, tt.), juz II h. 197-199

[19] M.Syuhudi Ismail,Kaedah Keshahihan Sanad Hadis (telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah),(Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 105, Uraian yang membahas dan membuktikan bahwa metodologi penelitian merupakan metode penelitian ilmiah.

[20] Muhammad Fuad Abdul Baqi,al-Lu'lu' wa al-Marjan,(tp: Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, tt.), juz I h.105-106

[21] M.Syuhudi Ismail,Hadis Nabi MenurutPembela.,h.27  

[22] Ibid.,h. 28

[23] Ibnu Hajar al Asqalani,Op.Cit.,juz VIII, h. 126-129 dan Muhammad Fuad Abdul Baqi,Op.Cit.,h. 219-224 

[24] Abd Allah bin Abd al Rahim,Sunan Ad Darimi,(Ahya al Sunnah al Nabawiyah,tt.), juz I h. 125-128    

[25] M. Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadits, (Jakarta; Bulan Bintang, 1992), h. 63-96

[26] M.Syuhudi Ismail,Hadis Nabi Menurut  Pembela,h. 113-122 dan 137-152 dan M Ajjaj al Khatib,Ushul al-Hadis, h305

[27] M.Syuhudi Ismail,Hadis Nabi menurut Pembela, h.34-35 

0 Comment