SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANG-CABANGNYA
Pengertian Ilmu Hadis
Sejalan dengan perkembangan ilmi-ilmu Islam lainnya, Ulumul Hadis juga lahir setelah hadis mengalami pembukuan dan kemajuan yang cukup besar. Hal tersebut sesuai dengan sifat ilmu itu sendiri yang merupakan dhabit bagi ilmu yang lain, dalam hal ini Ulumul Hadis bagi hadis. Ulumul Hadis lahir dari proses pemikiran ( ijtihad ) para pemerhati yang berrusaha dengan segala bentuk tanggung jawab terhadap pelestarian hadis, termasuk di dalamnya sunnah, untuk mempertahankan eksistensinya dari segala hal yang dapat turun dari posisi utama sebagai hujjah setelah Alqur'an dan sekaligus
menangkal segala hal yang dapat merusak validitas dan oriitasnya ( syudzudz
dan illat )
Dalam catatan sejarah
perkembangannya, para ahli hadis, baik pada masa sahabat ketika dimulainya perkembangan periwayatan terhadap hadis maupun pada masa sekarang ini, telah menghasilkan pemikiran-pemikiran baru seputar Ulumul Hadis untuk menjaga kelestarian hadis dari berbagai distorsi dengan menetapkan berbagai garis haluan dan sejumlah peraturan ( qanun ) yang dapat dijadikan alat untuk menguji sejauh mana
suatu hadis benar-benar terhindar dari berbagai kejanggalan dan kecatatan
sehingga diperoleh suatu kesimpulan apakah hadis itu diterima ( maqbul )) atau ditolak ( mardud ); apakah hadis itu dapat dipergunakan ( ma'mul ) atau tidak dapat dipergunakan ( gair ma'mul ). Artinya dibuat secara sengaja dan sadar untuk dapat menjadi standar operasional dalam menguji suatu keabsahan periwayatan.
Yang dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimin adalah:
علم بقوانيم يعرف بها أحوا السند و المتن
Ilmu yang membahas pedoman-pedoman (qanun) yang dengannya dapat diketahui keadaan sana dan matan. [1]
Sementara itu, seiring perjalanan sejarahnya dan melalui peran ulamanya, Ulumul Hadis mengalami
perkembangan tanpa henti dengan terbentuknya metodologi tersendiri dan secara sinergis-akumulatif semakin menemukan momentumnya. Ulumul Hadis mulai tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab hadis sekitar abad keempat Hijriyah. Ulumul Hadis dalam pandangan ulama hadis berisi pedoman-pedoman untuk mengkaji validitas unsur-unsur yang
ada dalam hadis.
Tahap-tahap perkembangan Ulumul Hadis dari permulaan penyusunan sampai dengan sekarang, menurut Nur ad-Din' Itr dapat dibagi menjadi tujuh tahap, yaitu:
Pertama, masa pertumbuhan.
Fase ini terjadi sejak masa sahabat
sampai akhir abad pertama Hijriyah. Pada batasan ini ilmu hadis ditandai oleh usaha-usaha sahabat dalam menjaga hadis dengan mempersiapkan langkah-langkah berikut:1) Membersihan jiwa dan menguatkan tekad, 2) memperkuat agama, 3)memandang hadis sebagai salah satu pilar Islam dan, 4)menyampaikan amanat Nabi. Untuk menerapkan hal tersebut mereka melakukan hal-hal: a) tidak memperbanyak periwayatan hadis, b) berhati-hati dalam meneruma dan menyampaikan kembali, dan c) kritik terhadap apa yang diriwayatkan dengan 'alat ukur' nas-nas dan kaidah-kaidah agama. Periode ini sudah dikenal hadismaqbul dan mardud .
Kedua, Fase penyempurnaan. Masa ini dimulai sejak awal abad kedua sampai abadm ketiga Hijriyah.penyempurnaan ini perlu dilakukan karena adanya beberapa alasan;1) semakin melemahnya kemampuan hafalan umat, 2) semakin panjang dan bercabangnya sanad dan 3)sudah tumbuh beberapa faksi atau sekte yang menyimpang. Atas adanya peristiwa tersebut para pelestari dan penjaga kelestarian dan keotentikan
hadis langkah-langkah taktis sebagai berikut :a) mengkodifikasi hadis, b) memperluas lingkup jarh wa ta'dil , c) mennunda menerima hadis dari orang yang tidak atau kurang dikenal dan d) mempelajari dan membuat kaidah-kaidah yang dapat digunakan untuk mengetahui 'hukum' suatu hadis.
Ketiga, fase pembukuan ilmu hadis secara mandiri. Fase ini dimulai sejak abad ketiga sampai pertengahan abad keempat H. fase ini masing-masing ilmu hadis menjadi ilmu yang khusus seperti ilmu tentang hadis mursal, hadis sahih dan lain-lain.
Keempat, fase penyelesaian (ilmu hadis) secara komprehensif dan melimpahnya kegiatan pembukuan ilmu hadis. Masa ini dimulai sejak pertengahan abad keempat sampai ketujuh H. pada masa inilah para ulama giat melakukan penyusunan ilmu hadis sebagaimana pendahulu, kemudian mengumpulkan sesuatu yang berbeda
ke dalam satu bidang dan menyisipkan apa yang belum terungkap. Di antara kitab-kitab
yang menjadi rujukan adalah al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa al-Wa'I , susunan ar-Ramahurmuzi (w.360 H)
Kelima, adalah masa
kematangan dan kesempurnaan dalam
kodifikasi ilmu hadis. Fase ini dimulai sejak abad ketujuh sampai kesepuluh hijriah. Diantara kitab yang muncul pada masa ini adaladh al-irsyad karya an-Nawawi (W.676 h), AT-Tabshirah wa at-Tazkirah karya al-hafiz 'Abdurrahman Husain al-'Iraqi (w. 806 H) dan lain-lain . Pada fase ini, meskipun ilmu hadis relatif sudah mapan, tetapi banyak ulama yang melakukan ijtihad dalam menetapkan dan merumuskan kaidah-kaidah ilmiah ilmu hadis , bahkan dari ijtihadnya tersebut ada yang berbeda dengan ketentuan ilmu hadisn yang sudah mapan.
Keeman, adalah masa statis . masa ini dimulai sejak abad ke-10 sampai ke-14 hijriyah. Pada fase ini kreativitas dan aktivitas ijtihad terhenti, baik dalam menyusun suatu apabila
dalam masalah-masalah ilmiah. Kegiayan yang ada terbatas pada peringkasan dan pendiskusian hal-hal yang sifatnya harfiyah. Diantara kitab yang lahir pada masa ini adalah al-Mandhumah al-Baiquniyah karya Umar ibn Muhammad ibn Futuhi al-Baiquni (w. 1080 H), Taudlih al-Afkar susunan ash-Shan'ani( w. 1182 H) dan lain-lain .
Ketujuh, adalah masa kebangkitan dari kejumudan. fase ini dimulai sejal awal abad ke 14 sampai sekarang . aktivitas pada masa ini tampak lebih banyak dicurahkan untuk membahas pendapat-pendapat yang sudah banyak berkembang di Barat. Diantara karya-karya yang muncul pada masa ini antara lain, al-Hahdis wa Muhaddisun karya Muhammad Abu Zahw, as-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri' al-Islami karya Mustafa as-Siba'I dan lain-lain.
Menurut Muhamad Dede RudlianaPerkembangan Pemikiran Ulumul Hadis kepada 3 periode;
1. Periode Klasik
Dari masa Rasulullah saw.sampai pembukuan secara terpisah ulum al-Hadis. Pada periode ini memiliki karekteristik; setiap karya masih berupa riwyat dan tidak sistematis yang muncul sampai masa al-Khatib al-Bagdadi, Pembukuan Ulum al-Hadis secara permanen berupa himpunan atas keterangan-keterangan yang berserakan dan dilengkapi keterangan ulama, diiriwayatkan dengan sanad sampai ke pembicaranya, kemudian diulas hukumnya dan diberi judul.- sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengaruh perkembangan pemikiran, terjadilah perkembangan pemikiran Ulum al-Hadis , baik dari segi materi Ulum al-Hadis itu sendiri segi manhaj ta'lif maupundari perkembangan cabang-cabang ulum al-hadis.
2. Periode pertengahan
Periode pertengahan, dimulai dari abad ketujuh Hijriyah dengan munculnya Ibnu Shalah sampai awal abad keempat belas H. dengan karakteristik setiap karya bukan lagi periwayatan dan penyusunannya, -agak sistematis dengan kajian yang komprehensif, muncul sejak masa Ibnu Shalah (w. 643 H) hinggga awal abad ke-14 H. Pemikiran perkembangan tampak jelas seiring dengan selesainya pembukuan Hadis dan kebutuhan untuk mendapatkan informasi menyeluruh tentang kaidah-kaidah yang diperlukan untuk melakukan uji sahih terhadap seluruh riwayat yang ada dalam bentuk yang lebih sistematis
3. Zaman Modern
Periode Modern, dimulai dari sepertiga awal abad keempat belas H dengan munculnya karya Jamal ad-Din al-Qasimi sampai sekarang. Dengan karekteristik setiap karya menggunakan sistematika modern, sebagai akibat dari persentuhan antar budaya Barat dan timur dan penolakan terhadap pendapat tertutupnya pintu ijtihad. Periode yang disebut kebangkitan kedua pengkajian ulum al-hadis, yaitu pada abad ke-14 H, ditandai dengan munculnya karya Jamal ad-din al-Qasimi (w.1332 H) . Periode ini tidak lagi mempersoalkan kajian atau materi Ulum al-Hadis , tetapi lebih fokus pada acara penyusunan ( manhaj ) kitab Ulum al-Hadis
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin , ilmu hadis ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah . Pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin dimasukkan ke dalam penertian ilmu hadis Dirayah oleh ulama mutaakhirin .
sebuah.
Ilmu Hadis Riwayah.
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadis Riwayah, yaitu:
العلم الذى يقوم على نقل ما أضيف إلى النبى صلى الله عليه وسلم من ا اوة ا gor ا gor ا gor ا gor ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g اAK ا L اANG OR OR OR OR ORANG ORANG ا L اANG ,
“Ilmu Pengetahuan yang mempejari hadis-hadis
yang disandarkan kepada Nabi saw., baik kata-kata, perbuatan ,taqrir, tabi'at maupun tingkah lakunya”.
Ibnu al-Akfani menyebutkan yang dimaksud dengan ilmu Hadis Riwayah adalah:
Ilmu pengetahuan yang mencakup kata-kata perbuatan nabi saw., baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisannya atau pembukuan lafazh-lafazhnya'.
Objek Ilmu hadis Riwayah sesuai pendapat as-Suyuti
ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan atau mendewankan. Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan hadis maupun dengan sanadnya, ilmu ini tidak membicarakan tentang syaz (kejanggalan) dan
'illat (kecacatan) matan hadis. Demikian pula ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan, kedhabitan atau kefasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadis Riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi saw.
b.
Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu Hadis Dirayah biasanya disebut sebagai ilmu Musthalah al-Hadis, ilmu Uhul al-Hadis , Ulum al-Hadis dan Qawa'id al-Hadis . At-Turmuzi menta'rifkan ilmu ini dengan:
"Undang-undang atau kaidah-kaidan untuk mengatui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dal sebagainya".
Ibnu akfani mendefinisikan ilm ini sebagai berikut
"Ilmu pengetahuan untuk mencapai hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala yang berhubungan dengannya".
Maksud dari stagnan diatas adalah:
-
Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.
-
Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan, seperti melalui as Sama' (pendengaran), al Ijazah (pemberi izin dari perawi).
-
Macam-macam periwayatan ialah membicarakan tentang bersambung dan memutusnya periwayatan dan lain-lain.
-
Hukum- hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu Hadis.
-
Keadaan para perawi Hadis ialah pembicaraan seputar keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis.
-
Macam-macam Hadis yang meriwayatkan yang meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab Tasnif, kitab Tasnid dan kitab Mu'jam . [6]
Sedangkan Muhammad Ajjaj al-Khatib mendefinisikan dengan :
هو مجموعة القواعد والمسائل النى بعرف بها حال الراوى والمروى من حبث القبول والرد
"Kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan perawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardudnya (diteriam atau ditolaknya)".
Yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang menyampaikan atau meeriwayatkan hadis, sedang yang dimaksud dengan marwi
adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw., atau kepada sahabat atau kepada tabi'in . Kemudian yang dimaksud dengan keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardudnya ialah keadaan para rawi dari sudut kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan itu. [8]
Adapula ulama yang menjelaskan,bahwa ilmu Hadis Dirayah adalah
Ilmu Pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang dengannya kita dapat membedakan antara hadis yang sahih yang disandarkan kepada Rasul saw. dan hadis yang diragukan penyandarannya kepadanya'.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis dirayah ini ialah keadaan para perawi dan marwi -nya. Keadaan para perwira baik yang mengangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi'at, dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkut persambungan atau sanad terputusnya. Sedangkan keadaan marwi baik dari sudut kefasihan dan dari sudut kedha'ifannya [10] , maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadis dirayah ini akan memperoleh faedah antara lain adalah dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa Rasul sampai sekarang, dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis, dan dapat Mengetahui pula kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadis, bagitu pula halnya dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dama beristimbat.
Dari beberapa faedah diatas, dapat diambil intinya ialah untuk mengetahui maqbul dan mardud -nya suatu hadis, baik dilihat dari segi sanad maupun dari segi matannya. [11]
Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasul saw. masih hidup. Akan tetapi hal ini terasa diperlukan setelah Rasul wafat, terutama ketika umat Islam mulai mengumpulkan hadis dan perlawatan dari satu daerah ke daerah lain. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan baik secara langsung atau tidak memerlukan kaidah-kaidah
guna menyeleksi periwayatan hadis. Disinilah ilmu dirayah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada perkembangan berikutnya kaidah-kaidah itu semakin muncul oleh para ulama yang muncul pada abad kedua hijriah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadis, maupun bidang-bidang lainnya, sehingga menjadi satu disiplin ilmu tersendiri.
Dalam sejarah perkambangan hadis tercatat bahwa ulama yang pertama kali menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara langkap, adalah Abu Muhaddar Ramahur razi (wafat 360 H), dengan kitab al-Muhaddis al-fasil baina ar-Rawi wa al-wa'i . Al-Hakim bin 'Abdillah an-Naisaburi (231-405H) dengan kitabnya Ma'rifah Ulum al-Hadis . Setelah itu, muncullah Abu Nu'ain Ahmad bin Abdillah al-Asfahani (336-430). Berikutnya al-Khatib al-Baghdadi (w.463H) dengan kitab al-Kifayah fi Qawanin al-Riwayah dan al-Jami' li Adabi as Syeikh wa as-Sami' , al-Qadi'iyah bin Musa (w.544 H) dengan kitab yang bernama al-'al- Asma', Abu Hafs Umar bin Abdul Majid al-Mayanzi (w.580 H) dengan kitabnya Mala Yasi'u al Muhadis Jahlahu , Abu 'Amar dan Usman abdur Rahman as-Sahrazuri (w.643 H) dengan kitabnya Ulumul Hadis Yang dikenal dengan Muqaddimah Ibnu as-Salah . Kitab ini oleh para ulama berikutnya di syarahkan dibuat 27 mukhtasyariyah , sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para ulama generasi berikutnya.
Demikianlah selanjutnya bermunculak kitab-kitab musthalah al-Hadis , baik dalam bentuk najam seperti kitab al-Fiyah as-Suyuti maupun yang berbentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi an-Nazar karya Al-Tarmuzi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan as-Suyuti dan kitab al-Tadrib sebagai syarh dari kitab al-Taqrib karangan an Nawawi [12]
Cabang-cabang Ilmu Hadis.
Dari ilmu riwayah dan dirayah ini, pada perkembangan berikutnya, muncullah cabang-canag ilmu hadis lainnya seperti ilmu Rijal al-Hadis , Ilmu Jarh wa Ta'dil , ilmu Tarikh ar-Ruwah , ilmu 'I'lal al-Hadis , ilmu Nasikh wa al - Mansukh , ilmu Asbab Wurud al-Hadis , ilmu
Mukhtalib al - Hadis . Secara singkat cabang-cabang diatas akan diuraikan berikut ini.
1.
Ilmu Rijal al-Hadis .
Ilmu Rijal al-Hadis adalah:
"Imu untuk mengatahui para perawi al hadis dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadis".
Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapagan ilmu hadis. Hal ini di karenakan sebagai diketahui, bahwa objek kajian hadis pada dasarnya pada dua hal, yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al-hadis dalam hal ini mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan sanad.
Apabila dilihat lebih lanjut, ditemukan adanya dua cabang ilmu hadis lainnya yang diucakup oleh ilmu ini. Pertama, ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil dan ilmu Tarikh ar-Ruwah .
2.
Ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil .
Ilmu jarh , yang secara bahasa berarti luka atau cacat, adalah ilmu pengatahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli memdefinisikan al-Jarh dengan:
“Kecacatan pada perawi hadis disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau ke-dabit-an para perawi”.
Sedang al-Ta'dil , yang secara bahasa berarti at Tasywiyah (menyamakan), menurut istilah ialah :
"lawan dari al-jarh , yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan, bahwa ia adil atau dabit ".
Ulama lain mendefinnisikan al-Jarh wa Ta'dil dalam satu definisi yaitu:
"ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau anggotakan mereka dengan lafaz tertentu".
Contoh ungkapan tertentu untuk mengetahui para rawi antara lain "
"( fulan orang yang paling dipercaya),"
" (fulan kuat hafalannya ), dan
" (fulan Hujjah). Sedang contoh untu mengetahui kecacatan para perawi antara lain " "(fulan
orang yang pling berdusta),
" " (ia tertuduh dusta ), "
"(fulan bukan hujjah).
3.
Ilmu Tarikh al Ruwah .
Ilmu Tarikh al-Ruwah yaitu:
"Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis".
Dengan ilmu ini mempelajari identitas para perawi seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, kapan mereka mendengar hadis dari gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadis darinya, tempat tibnggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al-Hadis , ilmu ini mngkhususkan pembahasan secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.
Perselisihan dengan ilmu Tabaqah al-Ruwah , diantara para ulama terdapat perbedaan pendapat. Ada ulama yang membedakan secara khusus, tetapi ada juga yang mempersamakannya. Menurut as-Suyuti, antara ilmu Tabaqah al-Ruwah dengan Tarikh al-Ruwah adalah umum dan khusus, keduanya bersatu dalam pengertian yang berkaitan dengan para perawi tetapi ilmu Tarikh al-Ruwah yang menyendiri dalam hubungannya dengan kejadian-kejadian yang baru. Menurut as-Syakhawi bahwa ulama mutaakhirin membedakan antara dua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka bahwa ilmu Tarikh al-Ruwah, melalui eksistensinya memperhatikan kelahiran dan wafatnya para perawi dan melalui sifatnya, memperhatikan hal ihwal perawi dan melalui sifatnya memperhatikan kelahiran dan wafat mereka. [18]
4.
Ilmu 'I'lal al-Hadis .
Kata 'I'lal adalah bentuk jama' dari kata al 'illah yang menurut bahasa berarti al-marad (penyakit atau sakit). Menurut ulama mutahadditsin iatilah 'I'lal berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadis, skan tetapi kelihatannya kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan. [19]
Adapun yang dimaksud dengan ilmu 'I'lal al-Hadis menurut ulama Mutahadditsin
adalah:
"Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, seperti mengatakan muttasil terhadap hadis yang munqati' , menyebutkan marfu' terhadap hadis yang mauquf , memasukkan hadis ke dalam hadis yang lain, dan hal-hal yang seperti itu".
Menurut Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi dalam kitabnya Ma'rifah Ulum al-Hadis , menyebutkan bahwa ilmu 'I'lal al - hadis adalah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih dan da'if , jarh dan ta'dil . Ia menerangkan illat hadis yang tidak termasuk dalam bahasan jarh, sebab hadis yang majruh adalah hadis yang gugur dan tidak dipakai. Illat hadis banyak terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh kepercayaan orang-orang, yaitu orang-orang yang menceritakan suatu hadis yang padahal mempunyai illat , akan tetapi illat itu tersembunyi. Oleh karena illat tersebut, maka hadisnya disebutMa'lul . Al-Hakim lebih lanjut menyebutkan pada dasarnya penetapan illat hadis adalah hafalan yang sempurna, pemahaman yang mendalam dam pengetahuan yang cukup. [21]
5.
Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh .
Yang dimaksud dengan ilmu an Nasikh wa al Mansukh ialah terbatas pada seputar nasikh dan mansukh pada istilah hadis.
Kata an-Nasikh menurut bahasa mempunyai dua pengertian, al-Izalah
(menghilangkan) seperti matahari menghilangkan bayangan dan al-Nagl (menyalin) seperti ,saya menyalin kitab yang berarti saya salin isi suatu kitab untuk dipindahkan ke kitab yang lain.
Pengertian an-Nasikh menurut bahasa ini di jumpai dalam Alqur'an, antara lain firman Allah swt., dalam surat al Baqarah ayat 106 sebagai berikuat:
$ tB _ ô ‡ | ¡ Y t R ô ` Ï B > p t ƒ # u ä ÷ r r & $ y g Å ¡ Y ç R Ï N ù ' t R 9 Ž ö s ƒ ¿ 2 ! $ p k ÷ ] Ï i B ÷ r r & ! $ y g Î = ÷ W Ï B 3 ö N s 9 r & ö N n = ÷ è s ? ¨ b r & © ! $ # 4 ' n ? t ã È e @ ä . & ä ó Ó x « saya ƒ Ï ‰ s % Ç Ê É Ï È
ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa dia, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Sedangkan kata an-nasakh menurut istilah, sebagaimana pendapat ulama usul adalah:
" Syar'i' mengangkat (membatalkan) sesuatu hukum syara' dengan menggunakan dalil syar'i yang datang kemudian".
Pengertian diatas menerangkan bahwa nash yang mujmal , men- takhsis -kan nash yang 'am , dan men- taqyid -kan nash yang mutlak tidak dikatakan nasakh .
Adapun yang dimaksud dengan ilmu
nasikh dan mansukh dalam hadis
adalah:
"Ilmu yang membahas hadis-hadis yang berlawanan yang tidak dpat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang sebelumnya disebut Mansukh yang datang kemudian disebut Nasikh ".
6.
Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis
Kata asbab adalah jama' dari sabab. Menurut ahli bahasa yang diartikan dengan al-hai' (tali) [24] , yang menurut Lisan al-Arab menyatakan bahwa kata ini dalam bahasa Arab berarti "saluran" yang artinya dijelaskan "segala yang menghubungkan satu benda dengan benda yang lain". [25]
Menurut isilah adalah:
"Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan".
Ada juga yang mendefinisikan dengan “sesuatu jalan menuju terbentuknya suatu hokum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu”. [27]
Kata wurud (sampai: muncul) berarti :
"Air yang memancar, atau air yang mengalir".
Dalam pengertian yang lebih luas, as-Suyuti erumuskan pengertian asbab al-wurud al-hadits dengan “sesuatu yang membatasi arti suatu hadis,
Baik yang berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, nasakh atau mansukh dan seterusnya atau "sesuatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis sa'at kemunculannya". [29]
Dari pengertian asbab wurus al-hadis sebagainama diatas, dapat ditarik ke pengertian ilmu asbab wurud al-hadis , yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi saw. menuturksn sabdanya dan waktu beluai sepi, seperti tentang suci menyucikan dengan air laut yang kira-kira artinya," laut itu suci airnya dan halal nagkainya". Hadis ini di keluarkan Rasul saw. karena seorang sahabat kesulitan untuk berwudhu' ketika ia berada di tengah laut. Contoh lain adalah tentang niat yang berkaitan dengan hijrahnya Rasul ke Madinah, salah seorang shahabat yang ikut didorong oleh keinginannya mengawini seorang wanita yang bermana Ummu Qais.
Urgensi asbab wurud hadis sama urgennya dengan Asbab Nuzul Alqur'an terhadap Alqur'an. Hal itu terlihat dari beberapa faedahnya, antar lain, dapat men- takhsis yang umum, membatasi arti yang mutlak, merincikan yang mujmal , menjelaskan yang muskil dan menunjukkan illat
dalam suatu hukum. [30]
maka dengan memahami asbab wurud hadis ini, dapat dengan mudah memahami maksud dan kandungan hadis. Namun demikian tidak semua hadis memiliki asbab al - wurud -nya sama halnya dengan asbab an-nuzul, tidak semua ayat Alqur'an memiliki asbab an-nuzul- nya
7.
Ilmu Ghaib al-Hadis .
Menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud dengan gharib al hadis adalah:
"Ilmu untuk mengatahui dan menjelaskan makna yang tedapat pada lafaz-lafaz hadis yang lauh dan sulit dipahami, karena (lafaz-lafaz tersebut) jarang digunakan".
Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasul wafat. Mengingat banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk Islam serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau lafaz-lafaz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahami.
Para ulama berusaha memperjelas kata-kata yang gharib dengan cara mensyarahkannya. Bahkan ada yang mensyarahkan secara khusus hadis-hadis yang gharib . Di antara para ulama yang pertama kali menyusun hadis-hadis gharib
ialah; Abu Ubaidah Ma'mar bin Masna at-Tamimi al-Bisri (w.210 H) dan Abu al Hasan bin Ismail al-Madani an Nahawi (w.204 H). Salah satu kitab terbaik yang ada sekarang ini adalah kitab "
Nihayah Gharib al-Hadis ", karya Ibnu al-Asir. [32]
8.
Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif .
Ilmu at Tashif wa at Tahrif, adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakal -nya ( musahhaf ) dan bentuknya ( muharraf ). [33]
Al-Hafiz Ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian yaitu; ilmu at-Tashif
dan ilmu at-Tahrif . Sedangkan Ibn Shalah dan para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi satu ilmu. Menurutnya ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang bernilai tinggi, yang dapat membangkitkan semangat para ahli hafalan ( huffaz ). Hal ini disebakan karena dalan hafalan para ulama terkadang terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran yang diterima dari orang lain. [34]
Sebagai contoh, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis Nabi saw. dari Bani Sulaiman adalah 'Utbah bin al Bazar, padahal yang sebenarnya adalah Utbah bin Nazar. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan menjadi al Bazr. [35]
9.
Ilmu Mukhtalif al-Hadis .
Ilmu Mukhtalif al-Hadis yaitu:
"Ilmu yang membahas hadis-hadis, yang menurt lahirnya salaing berhadapan atau berlawanan, agar pertentangan tersebut dapat dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami isi kandungannya, dengan menghilangkan kemusykilan atau kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya".
Dari Pegertian ini dapat dipahami, bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif
al hadis, maka hadis-hadis yang tampaknya berlebihan, akan segera dapat diatasi dengan menghilangkan pertentangan yang dimaksud. Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam suatu hadis akan segera teratasi dan ditemukan hakikat dari kandungan hadis tersebut.
Definisi yang lain menyebutkan sebagai berikut:
Ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertenangan, karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik dengan cara men- taqyid terhadap hadis yang mutlak atau men- takhsis terhadap yang umum atau dengan cara mengungkapkannya kepada bebera kejadian yang relevan dengan hadis, dan lain-lain lain-Lain".
Sebagian ulama menyamakan istilah Mukhtalif al Hadis dengan ilmu Musykil al-Hadis , ilmu Ta'wil al-Hadis , ilmu Talfik al-Hadis dan ilmu al-Hadis . Akan tetapi yang dimaksud yang dimaksud dengan istilah diatas yang artinya adalah sama. [38]
Corak Pemikiran Ulum al-Hadis di Indonesia.
Menurut Muhamad Dede Rudliyana, bahwa seluruh karya yang ditulis oleh para tokoh-tokoh yang menggeluti kajian Hadis di Indonesia mulai dari awal sekarang sampai, baik yang bersifat utuh maupun berupa makalah-makalah yang sudah diterbitkan, mengungkapkan dengan corak pemikirannya yang jelas dalam Ilmu Hadis.
Selain banyaknya terjemahan atas karya `Ulm al-¦ad³£
dari luar Indonesia, ini menunjukkan bahwa kekurangan naskah asli berbahasa Arab yang bisa memberikan stimulus bagi pelajar untuk lebih memahami materi kajian Ilmu Hadis, juga ada beberapa karya yang bersifat saduran terhadap karya asli, yang menunjukkan bahwa karya-karya Indonesia masih lebih banyak yang tidak orisinil.
Penyusunan dari karya-karya Ilmu Hadis banyak dilatarbelakangi oleh kebutuhan akademisi, kecuali karya Syekh Mahfuzh yang memberikan informasi yang utuh tentang Ilmu Hadis, sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Hadis terdahulu.
Informsi yang masih diberikan sangat besar mengenai sejarah
dari pada kaedah-kaedah Ilmu Hadis.
Oleh karena itu, karakteristik dari karya-karya Ilmu Hadis di Indonesia lebih banyak bersifat pengantar dari pada pembahasan, apalagi bersifat analisis. Hal itu disebabkan oleh sedikitnya informasi ketika menjelaskan hal-hal pokok yang berkaitan dengan Ilmu hadis. Selain itu, corak pemikiran seperti itu juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan dari penulis,
lebih banyak dari Hadis non-spesialisasi, karena penunjukan mereka hanya sebatas karya ilmiah terakhir, seperti disertasi, berhubungan dengan Hadis, seperti M. Syuhudi Ismail, Utang Ranuwijaya, atau karena ditunjuk sebagai pengasuh Hadis, seperti Mahmud Yunus, Hasbi Ash-Shiddiegy dan Fatchur Rahman.
Karya-karya Ilmu Hadis terdahulu, dengan terjadinya pergeseran pemikiran, baik dari segi metode maupun pengembangan cabang Ilmu hadis. Begitu juga terjadi pada karya-karya Ilmu hadis di
1. Metode Pergeseran
Pergeseran metode penyusunan buku Ilmu Hadis di Indonesia, bila dibandingkan dengan karya-karya ilmu hadis sebelumnya, ada kecenderungan bahwa metode ilmu hadis di Indonesia mengikuti karya ilmu hadis periode modern, yang memberikan bagian pembahasan
masalah sejarah perkembangan hadis dan ilmu hadis. Hanya saja dalam karya ilmu hadis di
Pengaruh metode modern disebabkan adanya persamaan dalam bentuk tujuan pembukuan, yaitu sebagai bahan dasar acuan pembelajaran
materi ilmu hadis, tetapi dari segi materi berbeda. Pada masa Modern minimal sebagai buku bersifat pembahasan, bahkan banyak yang bersifat analisis, sedangkan di
Di Indonesia karya ilmu hadis mengalami pergeseran dari segi
metode antara satu dengan yang lainnya. Seperti karya Hasbi yang banyak dijadikan referensi dan bahan perkulilahan, tidak menjadi panutan untuk diikuti metodenya karena dari segi penyusunannya yang tidak sistematis dan bahasa yang digunakan pun kurang
dapat dipahami serta dipengaruhi bahasa Melayu.
Bahan susunannya juga tidak sama antara satu dengan yang lain. Ada yang mendahulukan penyajian sejarah perkembangan hadis, seperti TMHasbi ash-Shiddieqy dan Utang Ranuwijaya dan ada yang mendahulukan penjelasan istilah hadis serta kedudukannya, kemudian sejarah pengembangannya dan pembukuan hadis, seperti Mahmud Yunus, Fatchur Rahman, M. Syuhudi Ismail, Utang dan Munzier. Sementara A. Qadir Hasan juga berbeda dengan karya lainnya. Dalam pembahasan tidak ada sejarah, tetepi langsung Mustalah Hadis sehingga dalam pembahasannya hanya diberi pengantar tentang istilah umum ilmu hadis.
2. Pergeseran dalam Pengembangan Cabang Ilmu Hadis.
cabang-cabang ilmu hadis dari pemerhati hadis di
Karya ilmu hadis di Indonesia cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran daripada membahas secara khusus dan komprehensif. Hal itu disebabkan oleh latar pendidikan penulisnya adalah pengajar dan pengelompokan berdasarkan kurikulum pembelajran ilmu hadis.
Selanjutnya isi buku-buku ilmu hadis di Indonesia lebih banyak ringkasan dan interpretasi penyusun dari buku-buku sebelumnya, jadi, bukan karya orisinil dari penulisnya. Buku-buku ilmu hadis yang ada di
[1] As-Suyuti,Tadribur Rawi, h. 5-6
[2] Muhammad Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis.., h. 7 danal-Qasimi,Qawaid at-Tahdis...,h 75
[3] Sunan Turmuzi,Bit Tashhih wat Ta'liq Ahmad Muhammad Syakir
[4] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi,h. 40
[5] Ibid., h. 40-41
[6] Ibid.
[7] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis,h. 8.
[8] Ibid.
[9] An-Nu'man al-Qadi,al-Hadis asy-Syarifah:Riwayah wad Dirayah, (Mesir: jumhuriyyah Mesri al-'Arabiyah),h. 77
[10] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h. 8
[11] Ibid.
[12] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi,h. 5-10
[13] Subhi as-Shalih,Ulum al-Hadis...,h. 110.
[14] Nur ad Din'itr,Manhaj...,
h. 92
[15] Ibid.
[16] Subhi as-Shalih,Ulumul Hadis..., h. 109
[17] Mahmud al-Tahhan,Taisir Musthalah al-Hadis, (Bairut: Dar al-Karim, 1399 H/1979), hlm. 224.dan Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis..., h. 253.
[18] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi, h. 380
[19] Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhawi,Fat al Mughis,(T.Tp: al Hindi..tt), h. 106-107
[20] Subhi as-Shalih,Ulum al-Hadis..., h. 112
[21] Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi,Ma'rifah Ulum al-Hadis, (Kairo: Maktabah al-Muntanaby, tt), h 112-113.
[22] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h2 87, Al-Qasimi,Qawaid ad-Tahdis..., h. 316 dan Nur ad-Din' Itr,Manhaj...,. h. 335
[23] Abu Hasan 'Ali bin Muhammad al-Hamidi,al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,
(Mesir: Muhammad 'Ali Sabih wa Auladuhu,
1968), hlm.257-258
[24] At-Tahanawy,Kasyf istilah al-Funun, jil.III, (tt.al-Hai'ah al-Ammah li al-Kutub,t.tp), h. 127
[25] Ibnu Mansur,Lisanul Arab,jil.I, (Bulaq,h.440-442
[26] At-Tahanawy,Kasyf istilah. hlm. 127
[27] Ibid.
[28] Ibnu Mansur,Lisan al-Arab. jil.IV, h. 471
[29] As-Suyuti,Lubab an-Nughul fi asbab an-Nuzul, terdapat pada catatan pinggir pada kitab tafsir Abu Thahir bin Ya'qub al-Fairuzzabady,Tanwir al-Miqyas min Tafsir ibn Abbas, (Beirut:Dar al-fikr , tt),
h. 5. Sebuah pertanyaan dari Abdullah saat kesulitan mendapatkan air
[30] As-Suyuti,Asbab Wurud al-Hadis. h. 8
[31] At-Tarmuzi,Bit Tashhih...,h. 202
[32] Ibid.
[33] Ibid., h.204
[34] Al-Hafiz Ibn Katsir,al-Basisi al-Hadisi, Syarh Ikhtisar
Ulum al-Hadis, (Beirut: Dar al-Syaqafah al-Islamiah,t.tp), hlm.166.Lihat di- Tarmuzi,Bit Tashhih . . . ,hlm.203-4
[35] At-Turmuzi,Bit Tashhih... Dan lihat al-Hakim,Ma'rifahh..146-8.
[36] Muhammad Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h. 283
[37] Subhi as Shalih,Ulum al-Hadis..., h. 111
[38] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h. 283
[39] Rudliayana,Perkembangan Pemikiran,h. 150
[40] Ibid.,h. 151
[41] Ibid.,h. 157
0 Comment