Literatur

Sabtu, 07 Januari 2023



SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANG-CABANGNYA 

Pengertian   Ilmu Hadis

Sejalan dengan perkembangan ilmi-ilmu Islam lainnya, Ulumul Hadis juga   lahir setelah hadis   mengalami pembukuan dan kemajuan yang cukup besar. Hal tersebut sesuai dengan   sifat ilmu itu sendiri   yang merupakan dhabit bagi ilmu yang lain, dalam hal ini Ulumul Hadis  bagi hadis. Ulumul Hadis lahir dari   proses pemikiran   ( ijtihad )   para pemerhati   yang berrusaha dengan segala   bentuk tanggung jawab terhadap pelestarian hadis, termasuk di dalamnya   sunnah, untuk mempertahankan eksistensinya dari segala hal   yang dapat turun dari posisi utama sebagai hujjah   setelah Alqur'an   dan sekaligus  menangkal segala hal yang dapat merusak validitas dan oriitasnya ( syudzudz dan illat )

Dalam catatan sejarah   perkembangannya, para ahli hadis, baik pada masa sahabat   ketika dimulainya   perkembangan periwayatan   terhadap hadis   maupun pada masa sekarang ini, telah menghasilkan pemikiran-pemikiran baru seputar Ulumul Hadis  untuk menjaga kelestarian hadis   dari berbagai distorsi   dengan menetapkan   berbagai garis haluan dan sejumlah peraturan   ( qanun )   yang dapat dijadikan   alat untuk menguji   sejauh mana   suatu hadis benar-benar   terhindar dari berbagai kejanggalan dan kecatatan   sehingga diperoleh   suatu kesimpulan  apakah hadis itu   diterima ( maqbul )) atau ditolak ( mardud ); apakah hadis itu dapat dipergunakan   ( ma'mul ) atau tidak dapat dipergunakan ( gair ma'mul ). Artinya dibuat   secara sengaja   dan sadar untuk dapat menjadi standar   operasional dalam menguji suatu keabsahan periwayatan.

    Yang dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimin adalah:

علم بقوانيم يعرف بها أحوا السند و المتن

Ilmu yang membahas pedoman-pedoman (qanun) yang dengannya dapat diketahui   keadaan sana dan matan. [1]

Sementara itu, seiring perjalanan sejarahnya dan melalui peran ulamanya, Ulumul Hadis mengalami   perkembangan tanpa henti   dengan terbentuknya metodologi tersendiri   dan secara sinergis-akumulatif   semakin menemukan momentumnya. Ulumul Hadis mulai tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab hadis sekitar   abad keempat   Hijriyah.   Ulumul Hadis dalam pandangan ulama hadis berisi pedoman-pedoman   untuk mengkaji   validitas unsur-unsur   yang   ada dalam hadis.

Tahap-tahap perkembangan Ulumul Hadis dari permulaan   penyusunan sampai dengan sekarang, menurut Nur ad-Din' Itr dapat dibagi menjadi tujuh tahap,   yaitu:

Pertama, masa pertumbuhan.   Fase ini   terjadi sejak   masa sahabat   sampai akhir abad pertama Hijriyah. Pada batasan ini   ilmu hadis ditandai oleh usaha-usaha sahabat   dalam menjaga   hadis dengan mempersiapkan langkah-langkah   berikut:1) Membersihan jiwa dan menguatkan tekad, 2) memperkuat agama, 3)memandang hadis sebagai salah satu pilar   Islam dan, 4)menyampaikan amanat Nabi. Untuk menerapkan hal tersebut   mereka melakukan hal-hal:   a) tidak memperbanyak periwayatan hadis, b) berhati-hati dalam meneruma dan menyampaikan kembali, dan c) kritik terhadap   apa yang diriwayatkan    dengan 'alat ukur' nas-nas dan kaidah-kaidah agama. Periode ini sudah dikenal hadismaqbul dan mardud .

Kedua, Fase penyempurnaan. Masa ini dimulai sejak awal abad kedua sampai abadm ketiga Hijriyah.penyempurnaan ini perlu dilakukan   karena adanya beberapa alasan;1) semakin melemahnya kemampuan hafalan umat, 2) semakin panjang dan bercabangnya sanad dan 3)sudah tumbuh beberapa faksi  atau sekte   yang menyimpang. Atas adanya peristiwa tersebut   para pelestari dan penjaga kelestarian dan keotentikan   hadis langkah-langkah taktis sebagai berikut   :a) mengkodifikasi hadis, b) memperluas lingkup jarh wa ta'dil , c) mennunda menerima hadis dari orang yang tidak atau kurang dikenal dan d) mempelajari dan membuat kaidah-kaidah yang dapat digunakan untuk mengetahui 'hukum' suatu hadis.         

Ketiga, fase pembukuan ilmu hadis secara mandiri. Fase ini dimulai sejak abad ketiga sampai pertengahan abad keempat H.   fase ini masing-masing ilmu hadis menjadi ilmu yang khusus seperti ilmu tentang hadis mursal,   hadis sahih dan lain-lain.

Keempat, fase penyelesaian (ilmu hadis) secara komprehensif dan melimpahnya kegiatan pembukuan ilmu hadis. Masa ini   dimulai sejak pertengahan abad keempat sampai ketujuh H.   pada masa inilah para ulama giat melakukan penyusunan   ilmu hadis sebagaimana pendahulu, kemudian mengumpulkan sesuatu   yang berbeda   ke dalam satu bidang   dan menyisipkan apa yang belum terungkap. Di antara kitab-kitab   yang menjadi rujukan adalah al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa al-Wa'I , susunan ar-Ramahurmuzi (w.360 H)

Kelima, adalah masa   kematangan dan kesempurnaan dalam   kodifikasi ilmu hadis. Fase ini dimulai sejak abad ketujuh sampai kesepuluh hijriah.   Diantara kitab yang muncul   pada masa ini adaladh  al-irsyad karya an-Nawawi (W.676 h), AT-Tabshirah wa at-Tazkirah  karya al-hafiz 'Abdurrahman Husain al-'Iraqi (w. 806 H) dan lain-lain . Pada fase ini, meskipun   ilmu hadis relatif sudah mapan, tetapi banyak ulama yang melakukan ijtihad dalam menetapkan dan merumuskan kaidah-kaidah ilmiah ilmu hadis , bahkan dari ijtihadnya tersebut   ada yang berbeda dengan ketentuan ilmu hadisn yang sudah mapan.

Keeman, adalah masa statis . masa ini dimulai sejak abad ke-10   sampai ke-14 hijriyah. Pada fase ini kreativitas   dan aktivitas ijtihad terhenti, baik dalam menyusun suatu apabila   dalam masalah-masalah ilmiah. Kegiayan yang ada terbatas pada peringkasan dan pendiskusian   hal-hal yang sifatnya   harfiyah. Diantara   kitab yang lahir pada masa ini   adalah al-Mandhumah al-Baiquniyah karya Umar ibn Muhammad ibn Futuhi al-Baiquni (w. 1080 H), Taudlih al-Afkar susunan ash-Shan'ani( w. 1182 H) dan lain-lain .

Ketujuh, adalah masa kebangkitan dari kejumudan. fase ini dimulai sejal awal abad ke 14 sampai sekarang . aktivitas pada masa ini tampak lebih banyak dicurahkan   untuk membahas pendapat-pendapat   yang sudah banyak berkembang di Barat. Diantara karya-karya yang muncul pada masa ini   antara lain, al-Hahdis wa Muhaddisun karya Muhammad Abu Zahw, as-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri' al-Islami karya Mustafa as-Siba'I dan lain-lain.

Menurut Muhamad Dede RudlianaPerkembangan Pemikiran Ulumul Hadis kepada 3 periode;

1.      Periode Klasik

Dari masa Rasulullah saw.sampai pembukuan secara terpisah ulum al-Hadis. Pada periode ini memiliki karekteristik; setiap karya masih berupa riwyat dan tidak   sistematis yang muncul sampai masa al-Khatib al-Bagdadi, Pembukuan Ulum al-Hadis secara permanen berupa himpunan atas keterangan-keterangan yang berserakan dan dilengkapi keterangan ulama, diiriwayatkan dengan sanad   sampai ke pembicaranya, kemudian diulas hukumnya dan diberi judul.-   sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengaruh perkembangan pemikiran, terjadilah perkembangan   pemikiran Ulum al-Hadis , baik dari segi materi Ulum al-Hadis itu sendiri segi manhaj ta'lif maupundari perkembangan cabang-cabang ulum al-hadis. 

2.      Periode pertengahan

Periode pertengahan, dimulai   dari abad ketujuh Hijriyah dengan munculnya Ibnu Shalah sampai awal abad keempat belas H. dengan karakteristik   setiap karya bukan lagi periwayatan   dan penyusunannya, -agak sistematis dengan kajian yang komprehensif, muncul sejak   masa Ibnu Shalah   (w. 643 H) hinggga awal abad ke-14 H. Pemikiran perkembangan tampak jelas seiring dengan selesainya pembukuan   Hadis   dan kebutuhan untuk mendapatkan   informasi   menyeluruh   tentang kaidah-kaidah yang diperlukan untuk melakukan uji sahih terhadap seluruh riwayat yang ada dalam bentuk yang lebih sistematis

3.      Zaman Modern

Periode Modern, dimulai dari sepertiga awal abad keempat belas H dengan munculnya karya Jamal ad-Din al-Qasimi sampai sekarang. Dengan karekteristik setiap karya menggunakan sistematika modern, sebagai akibat dari persentuhan antar budaya Barat dan timur dan penolakan terhadap pendapat tertutupnya pintu ijtihad. Periode yang disebut kebangkitan kedua pengkajian ulum al-hadis, yaitu pada abad ke-14 H, ditandai dengan munculnya karya Jamal ad-din al-Qasimi (w.1332 H)   . Periode ini tidak lagi mempersoalkan kajian atau materi Ulum al-Hadis , tetapi lebih fokus pada acara penyusunan ( manhaj ) kitab Ulum al-Hadis         

Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin , ilmu hadis ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah . Pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin dimasukkan ke dalam penertian ilmu hadis Dirayah oleh ulama mutaakhirin .

sebuah.    Ilmu Hadis Riwayah.

Yang dimaksud dengan Ilmu Hadis Riwayah, yaitu:

العلم الذى يقوم على نقل ما أضيف         إلى النبى صلى الله عليه وسلم من ا اوة ا gor ا gor ا gor ا gor ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g ا g اAK ا L اANG OR OR OR OR ORANG ORANG ا L اANG ,

“Ilmu Pengetahuan yang mempejari hadis-hadis   yang disandarkan kepada Nabi saw., baik kata-kata, perbuatan ,taqrir, tabi'at maupun tingkah lakunya”.

Ibnu al-Akfani menyebutkan   yang dimaksud dengan ilmu Hadis Riwayah adalah:

[3]

Ilmu pengetahuan yang mencakup kata-kata perbuatan nabi saw., baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisannya atau pembukuan lafazh-lafazhnya'.

   Objek Ilmu hadis Riwayah sesuai pendapat as-Suyuti   ialah   bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan atau mendewankan. Dalam menyampaikan   dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan hadis   maupun dengan sanadnya, ilmu ini tidak membicarakan tentang syaz      (kejanggalan) dan 'illat (kecacatan) matan hadis. Demikian pula ilmu ini tidak membahas tentang kualitas   para perawi, baik keadilan, kedhabitan atau kefasikannya.

Adapun faedah mempelajari ilmu hadis Riwayah adalah untuk   menghindari adanya penukilan   yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi saw.

b.    Ilmu Hadis Dirayah

Ilmu Hadis Dirayah biasanya disebut sebagai ilmu Musthalah al-Hadis, ilmu Uhul al-Hadis , Ulum al-Hadis dan Qawa'id al-Hadis . At-Turmuzi menta'rifkan ilmu ini dengan:                

"Undang-undang atau kaidah-kaidan untuk mengatui keadaan sanad   dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dal sebagainya".

   Ibnu akfani   mendefinisikan ilm ini sebagai berikut

"Ilmu pengetahuan untuk mencapai hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan   dan segala yang berhubungan dengannya".

   Maksud dari stagnan diatas adalah:

-       Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.

-       Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadis   yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan, seperti melalui as Sama' (pendengaran), al Ijazah (pemberi izin dari perawi).

-       Macam-macam periwayatan ialah membicarakan tentang bersambung dan memutusnya periwayatan dan lain-lain.

-       Hukum- hukum   periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu Hadis.

-       Keadaan para perawi Hadis   ialah pembicaraan seputar keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka   dalam menerima dan meriwayatkan hadis.

-       Macam-macam Hadis   yang meriwayatkan yang meliputi hadis-hadis   yang dapat dihimpun pada kitab-kitab Tasnif, kitab Tasnid dan kitab Mu'jam . [6]

Sedangkan Muhammad Ajjaj al-Khatib mendefinisikan   dengan :

هو مجموعة القواعد والمسائل النى بعرف بها حال الراوى والمروى من حبث القبول والرد

"Kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan perawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardudnya (diteriam atau ditolaknya)". 

   Yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang menyampaikan atau meeriwayatkan hadis, sedang yang dimaksud dengan marwi adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw., atau kepada sahabat   atau kepada tabi'in . Kemudian yang dimaksud dengan keadaan rawi   dari sudut maqbul dan mardudnya ialah keadaan para rawi dari sudut kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya, serta segala sesuatu yang berkaitan   dengan itu. [8]

   Adapula ulama yang menjelaskan,bahwa ilmu Hadis Dirayah adalah

Ilmu Pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang dengannya kita dapat membedakan   antara hadis yang sahih yang disandarkan kepada Rasul saw.   dan hadis yang diragukan penyandarannya kepadanya'.

   Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis dirayah ini ialah keadaan para perawi dan marwi -nya. Keadaan para perwira   baik yang mengangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi'at, dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkut persambungan atau sanad terputusnya. Sedangkan keadaan marwi  baik dari sudut kefasihan dan dari sudut kedha'ifannya [10] , maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan. 

   Dengan mempelajari ilmu hadis dirayah ini akan memperoleh faedah antara lain adalah   dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis   dari masa Rasul sampai sekarang, dapat mengetahui   tokoh-tokoh   serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan   dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis, dan dapat Mengetahui pula kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadis, bagitu pula halnya dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dama beristimbat.

Dari beberapa faedah diatas, dapat diambil intinya ialah untuk mengetahui maqbul dan mardud -nya suatu hadis, baik dilihat dari segi sanad maupun dari segi matannya. [11]

Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasul saw. masih hidup. Akan tetapi hal ini terasa diperlukan setelah Rasul wafat, terutama ketika umat Islam mulai mengumpulkan hadis dan   perlawatan dari satu daerah ke   daerah lain. Upaya dan perlawatan yang mereka lakukan baik secara langsung atau tidak memerlukan kaidah-kaidah   guna menyeleksi periwayatan hadis. Disinilah ilmu dirayah   mulai terwujud   dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.

Pada perkembangan berikutnya kaidah-kaidah itu semakin muncul oleh   para ulama yang muncul pada abad kedua hijriah, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadis, maupun bidang-bidang lainnya,   sehingga menjadi satu disiplin ilmu tersendiri.

Dalam sejarah perkambangan hadis tercatat   bahwa ulama yang pertama kali menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin   ilmu secara langkap, adalah Abu Muhaddar Ramahur razi (wafat 360 H), dengan kitab al-Muhaddis al-fasil baina ar-Rawi wa al-wa'i . Al-Hakim bin 'Abdillah an-Naisaburi (231-405H) dengan kitabnya Ma'rifah Ulum al-Hadis . Setelah itu, muncullah Abu Nu'ain Ahmad bin Abdillah al-Asfahani (336-430). Berikutnya al-Khatib al-Baghdadi (w.463H) dengan kitab al-Kifayah fi Qawanin al-Riwayah dan al-Jami' li Adabi   as Syeikh wa as-Sami' , al-Qadi'iyah   bin Musa (w.544 H) dengan kitab yang bernama al-'al-   Asma', Abu Hafs Umar bin Abdul Majid al-Mayanzi (w.580 H) dengan kitabnya Mala Yasi'u al Muhadis Jahlahu , Abu 'Amar dan Usman abdur Rahman as-Sahrazuri (w.643 H) dengan kitabnya Ulumul Hadis Yang dikenal dengan Muqaddimah Ibnu as-Salah . Kitab ini oleh para ulama berikutnya di syarahkan dibuat 27 mukhtasyariyah , sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para ulama generasi berikutnya.

Demikianlah selanjutnya bermunculak kitab-kitab musthalah al-Hadis , baik dalam bentuk najam seperti kitab al-Fiyah as-Suyuti  maupun yang berbentuk nasar atau prosa. Dari kedua jenis ini para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj Zawi an-Nazar karya Al-Tarmuzi sebagai syarah dari kitab Nazam karangan as-Suyuti dan kitab al-Tadrib sebagai syarh dari kitab al-Taqrib karangan an Nawawi [12]

Cabang-cabang Ilmu Hadis.

Dari ilmu riwayah dan dirayah ini, pada perkembangan berikutnya, muncullah cabang-canag ilmu hadis lainnya seperti ilmu Rijal al-Hadis , Ilmu Jarh wa Ta'dil , ilmu Tarikh ar-Ruwah , ilmu 'I'lal al-Hadis , ilmu Nasikh wa al - Mansukh , ilmu Asbab Wurud al-Hadis , ilmu Mukhtalib al - Hadis . Secara singkat cabang-cabang diatas akan diuraikan berikut ini.

1.    Ilmu Rijal al-Hadis .

Ilmu Rijal al-Hadis adalah:

"Imu untuk mengatahui para perawi al hadis dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadis".

   Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapagan ilmu hadis. Hal ini di karenakan sebagai diketahui, bahwa objek kajian hadis pada dasarnya pada dua hal, yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al-hadis dalam hal ini mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan sanad.

   Apabila dilihat lebih lanjut, ditemukan adanya dua cabang ilmu hadis lainnya yang diucakup oleh ilmu ini. Pertama, ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil dan ilmu Tarikh ar-Ruwah .

2.    Ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil .

Ilmu jarh , yang secara bahasa berarti luka atau cacat, adalah ilmu pengatahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli memdefinisikan al-Jarh dengan:

“Kecacatan pada perawi hadis disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau ke-dabit-an para perawi”.

   Sedang al-Ta'dil , yang secara bahasa berarti at Tasywiyah (menyamakan), menurut istilah ialah :

"lawan dari al-jarh , yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan, bahwa ia adil atau dabit ". 

   Ulama lain mendefinnisikan al-Jarh wa Ta'dil dalam satu definisi yaitu:

"ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau anggotakan mereka dengan lafaz tertentu".

   Contoh ungkapan tertentu untuk mengetahui para rawi antara lain "             

 "( fulan orang yang paling dipercaya)," 

" (fulan kuat hafalannya ), dan

" (fulan Hujjah). Sedang contoh untu mengetahui kecacatan para perawi antara lain " "(fulan      

    orang yang pling berdusta), 

" " (ia tertuduh dusta ), "                                                                                                                                              

 "(fulan bukan hujjah).                                                    

3.    Ilmu Tarikh al Ruwah .

Ilmu Tarikh al-Ruwah yaitu:

 "Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis".

   Dengan ilmu ini mempelajari identitas para perawi seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, kapan mereka mendengar hadis dari gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadis darinya, tempat tibnggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al-Hadis , ilmu ini mngkhususkan pembahasan secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.

   Perselisihan dengan ilmu Tabaqah al-Ruwah , diantara para ulama terdapat perbedaan pendapat. Ada ulama yang membedakan secara khusus, tetapi ada juga yang mempersamakannya. Menurut as-Suyuti, antara ilmu Tabaqah al-Ruwah dengan Tarikh al-Ruwah adalah umum dan khusus, keduanya bersatu dalam pengertian yang berkaitan dengan para perawi tetapi ilmu Tarikh al-Ruwah  yang menyendiri dalam hubungannya dengan kejadian-kejadian yang baru. Menurut as-Syakhawi bahwa ulama mutaakhirin membedakan antara dua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka bahwa ilmu Tarikh al-Ruwah, melalui eksistensinya memperhatikan kelahiran dan wafatnya para perawi dan melalui sifatnya, memperhatikan hal ihwal perawi dan melalui sifatnya memperhatikan kelahiran dan wafat mereka. [18]

4.    Ilmu 'I'lal al-Hadis .

Kata 'I'lal adalah bentuk jama' dari kata al 'illah yang menurut bahasa berarti al-marad (penyakit atau sakit). Menurut ulama mutahadditsin iatilah 'I'lal berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadis, skan tetapi kelihatannya kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan. [19]

Adapun yang dimaksud dengan ilmu 'I'lal al-Hadis menurut ulama Mutahadditsin adalah:

 "Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, seperti mengatakan muttasil terhadap hadis yang munqati' , menyebutkan marfu' terhadap hadis yang mauquf , memasukkan hadis ke dalam hadis yang lain, dan hal-hal yang seperti itu".

   Menurut Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi dalam kitabnya Ma'rifah Ulum al-Hadis , menyebutkan bahwa ilmu 'I'lal al - hadis   adalah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih dan da'if , jarh dan ta'dil . Ia menerangkan illat hadis yang tidak termasuk dalam bahasan jarh, sebab hadis yang majruh adalah hadis yang gugur dan tidak dipakai. Illat hadis banyak terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh kepercayaan orang-orang, yaitu orang-orang yang menceritakan suatu hadis yang padahal mempunyai illat , akan tetapi illat itu tersembunyi. Oleh karena illat tersebut, maka hadisnya disebutMa'lul . Al-Hakim lebih lanjut menyebutkan pada dasarnya penetapan illat hadis adalah hafalan yang sempurna, pemahaman yang mendalam dam pengetahuan yang cukup. [21]

5.    Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh .

Yang dimaksud dengan ilmu an Nasikh wa al Mansukh ialah terbatas pada seputar nasikh dan mansukh pada istilah hadis.

Kata an-Nasikh menurut bahasa mempunyai dua pengertian, al-Izalah (menghilangkan) seperti matahari menghilangkan bayangan dan al-Nagl (menyalin) seperti ,saya menyalin kitab yang berarti saya salin isi suatu kitab untuk dipindahkan ke kitab yang lain.

Pengertian an-Nasikh menurut bahasa ini di jumpai dalam Alqur'an, antara lain firman Allah swt., dalam surat al Baqarah ayat 106 sebagai berikuat:

$ tB _ ô | ¡ Y t R ô ` Ï B > p t ƒ # u ä ÷ r r & $ y g Å ¡ Y ç R Ï N ù ' t R 9 Ž ö s ƒ ¿ 2 ! $ p k ÷ ] Ï i B ÷ r r & ! $ y g Î = ÷ W Ï B 3 ö N s 9 r & ö N n = ÷ è s ? ¨ b r & © ! $ # 4 ' n ? t ã È e @ ä . & ä ó Ó x « saya ƒ Ï s % Ç Ê É Ï È  

ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa dia, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

Sedangkan kata an-nasakh menurut istilah, sebagaimana pendapat ulama usul adalah:

 " Syar'i' mengangkat (membatalkan) sesuatu hukum syara' dengan menggunakan dalil syar'i yang datang kemudian".

   Pengertian diatas menerangkan bahwa nash yang mujmal , men- takhsis -kan nash yang 'am , dan men- taqyid -kan nash yang mutlak tidak dikatakan nasakh .

   Adapun yang dimaksud dengan ilmu nasikh dan mansukh dalam hadis   adalah:

 "Ilmu yang membahas hadis-hadis yang berlawanan yang tidak dpat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang sebelumnya disebut Mansukh yang datang kemudian disebut Nasikh ".     

6.    Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis

Kata asbab adalah jama' dari sabab. Menurut ahli bahasa yang diartikan dengan al-hai' (tali) [24] , yang menurut Lisan al-Arab menyatakan bahwa kata ini dalam bahasa Arab berarti "saluran" yang artinya dijelaskan "segala yang menghubungkan satu benda dengan benda yang lain". [25] 

Menurut isilah adalah:

 "Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan".

   Ada juga yang mendefinisikan   dengan “sesuatu jalan menuju terbentuknya   suatu hokum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu”. [27]

   Kata wurud (sampai: muncul) berarti :

"Air yang memancar, atau air yang mengalir".

   Dalam pengertian yang lebih luas, as-Suyuti   erumuskan pengertian asbab al-wurud al-hadits dengan “sesuatu yang membatasi   arti suatu hadis,

Baik yang berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, nasakh atau mansukh dan seterusnya atau "sesuatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis sa'at kemunculannya". [29]

   Dari pengertian asbab wurus al-hadis sebagainama diatas, dapat ditarik ke pengertian ilmu asbab wurud al-hadis , yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi saw. menuturksn sabdanya dan waktu beluai sepi, seperti tentang suci menyucikan dengan air laut yang kira-kira artinya," laut itu suci airnya dan halal nagkainya". Hadis ini di keluarkan Rasul saw. karena seorang sahabat kesulitan untuk berwudhu' ketika ia berada di tengah laut. Contoh lain adalah tentang niat yang berkaitan dengan hijrahnya Rasul ke Madinah, salah seorang shahabat yang ikut didorong oleh keinginannya mengawini seorang wanita yang bermana Ummu Qais.

   Urgensi asbab wurud hadis sama urgennya dengan Asbab Nuzul Alqur'an terhadap Alqur'an. Hal itu terlihat dari beberapa faedahnya, antar lain, dapat men- takhsis   yang umum, membatasi arti yang mutlak, merincikan yang mujmal , menjelaskan yang muskil dan menunjukkan illat dalam suatu hukum. [30] maka dengan memahami asbab wurud hadis ini, dapat dengan mudah memahami maksud dan kandungan hadis. Namun demikian tidak semua hadis memiliki  asbab al - wurud -nya sama halnya dengan asbab an-nuzul, tidak semua ayat Alqur'an memiliki asbab an-nuzul- nya

7.    Ilmu Ghaib al-Hadis .

Menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud dengan gharib al hadis adalah:

"Ilmu untuk mengatahui dan menjelaskan makna yang tedapat pada lafaz-lafaz hadis yang lauh dan sulit dipahami, karena (lafaz-lafaz tersebut) jarang digunakan".

   Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasul wafat. Mengingat banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk Islam serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau lafaz-lafaz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahami.

   Para ulama berusaha memperjelas kata-kata yang gharib dengan cara mensyarahkannya. Bahkan ada yang mensyarahkan secara khusus hadis-hadis yang gharib . Di antara para ulama yang pertama kali menyusun hadis-hadis  gharib   ialah; Abu Ubaidah Ma'mar bin Masna at-Tamimi al-Bisri (w.210 H) dan Abu al Hasan bin Ismail al-Madani an Nahawi (w.204 H). Salah satu kitab terbaik yang ada sekarang ini adalah kitab " Nihayah Gharib al-Hadis ", karya Ibnu al-Asir. [32] 

8.    Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif .

Ilmu at Tashif wa at Tahrif, adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakal -nya ( musahhaf ) dan bentuknya ( muharraf ). [33]

Al-Hafiz Ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian yaitu; ilmu at-Tashif dan ilmu at-Tahrif . Sedangkan Ibn Shalah dan para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi satu ilmu. Menurutnya ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang bernilai tinggi, yang dapat membangkitkan semangat para ahli hafalan ( huffaz ). Hal ini disebakan karena dalan hafalan para ulama terkadang terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran yang diterima dari orang lain. [34]

   Sebagai contoh, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis Nabi saw. dari Bani Sulaiman adalah 'Utbah bin al Bazar, padahal yang sebenarnya adalah Utbah bin Nazar. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan menjadi al Bazr. [35] 

9.    Ilmu Mukhtalif al-Hadis .

Ilmu Mukhtalif al-Hadis yaitu:

 "Ilmu yang membahas hadis-hadis, yang menurt lahirnya salaing berhadapan atau berlawanan, agar pertentangan tersebut dapat dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami isi kandungannya, dengan menghilangkan kemusykilan atau kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya".

Dari Pegertian ini dapat dipahami, bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif al hadis, maka hadis-hadis yang tampaknya berlebihan, akan segera dapat diatasi dengan menghilangkan pertentangan yang dimaksud. Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam suatu hadis akan segera teratasi dan ditemukan hakikat dari kandungan hadis tersebut.

Definisi yang lain menyebutkan sebagai berikut:

 Ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertenangan, karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik dengan cara men- taqyid   terhadap hadis yang mutlak atau men- takhsis terhadap yang umum atau dengan cara mengungkapkannya kepada bebera kejadian yang relevan dengan hadis, dan lain-lain lain-Lain".

   Sebagian ulama menyamakan istilah Mukhtalif al Hadis dengan ilmu Musykil al-Hadis , ilmu Ta'wil al-Hadis , ilmu Talfik al-Hadis dan ilmu al-Hadis . Akan tetapi yang dimaksud yang dimaksud dengan istilah diatas yang artinya adalah sama. [38]

Corak Pemikiran Ulum al-Hadis di Indonesia.

Menurut Muhamad Dede Rudliyana, bahwa seluruh karya yang ditulis oleh para tokoh-tokoh yang menggeluti kajian Hadis di Indonesia mulai dari awal sekarang sampai, baik yang bersifat utuh maupun berupa makalah-makalah yang sudah diterbitkan, mengungkapkan dengan corak pemikirannya yang jelas dalam Ilmu Hadis.

 Selain banyaknya terjemahan atas karya `Ulm al-¦ad³£ dari luar Indonesia, ini menunjukkan bahwa kekurangan naskah asli berbahasa Arab yang bisa memberikan stimulus bagi pelajar untuk lebih memahami materi kajian Ilmu Hadis, juga ada beberapa karya yang bersifat saduran terhadap karya asli, yang menunjukkan bahwa karya-karya Indonesia masih lebih banyak yang tidak orisinil.

Penyusunan dari karya-karya Ilmu Hadis banyak dilatarbelakangi oleh kebutuhan akademisi, kecuali karya Syekh Mahfuzh yang memberikan informasi yang utuh tentang Ilmu Hadis, sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Hadis terdahulu.

Informsi yang masih diberikan sangat besar mengenai sejarah   dari pada kaedah-kaedah Ilmu Hadis.   Oleh karena itu, karakteristik dari karya-karya Ilmu Hadis di Indonesia lebih banyak bersifat pengantar dari pada pembahasan, apalagi bersifat analisis. Hal itu disebabkan oleh sedikitnya informasi ketika menjelaskan hal-hal pokok yang berkaitan dengan Ilmu hadis. Selain itu, corak pemikiran   seperti itu juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan dari penulis,   lebih banyak dari Hadis non-spesialisasi, karena penunjukan   mereka hanya sebatas karya ilmiah terakhir,   seperti disertasi, berhubungan dengan Hadis, seperti M. Syuhudi Ismail, Utang Ranuwijaya, atau karena ditunjuk sebagai pengasuh Hadis, seperti Mahmud Yunus, Hasbi Ash-Shiddiegy dan Fatchur Rahman.

Karya-karya Ilmu Hadis terdahulu, dengan terjadinya pergeseran pemikiran, baik dari segi metode maupun pengembangan cabang Ilmu hadis. Begitu juga terjadi pada karya-karya   Ilmu hadis diIndonesia  telah mengalami pergeseran dalam dua hal.

1.    Metode Pergeseran

Pergeseran metode penyusunan buku Ilmu Hadis   di Indonesia, bila dibandingkan dengan karya-karya ilmu hadis sebelumnya, ada kecenderungan   bahwa metode ilmu hadis di Indonesia mengikuti   karya ilmu hadis periode modern, yang memberikan bagian pembahasan   masalah sejarah   perkembangan hadis   dan ilmu hadis. Hanya saja   dalam karya ilmu hadis diIndonesia, porsi   penyajian   sejarah lebih besar dari ilmu hadis. Sementara pada zaman modern walaupun memberikan   bagian untuk pembahasan sejarah hanya bersifat pengantar.

Pengaruh metode   modern disebabkan adanya persamaan dalam bentuk tujuan   pembukuan, yaitu sebagai bahan dasar acuan pembelajaran   materi ilmu hadis, tetapi dari segi materi berbeda.   Pada masa Modern   minimal sebagai buku bersifat pembahasan, bahkan banyak yang bersifat analisis, sedangkan diIndonesia lebih bersifat pengantar   ,   bahkan mereduksi bagian kajian ilmu hadis itu sendiri. [39] 

Di Indonesia karya ilmu hadis mengalami pergeseran dari segi   metode antara satu dengan yang lainnya. Seperti karya Hasbi yang banyak dijadikan referensi dan   bahan perkulilahan,   tidak menjadi panutan untuk diikuti metodenya karena dari segi penyusunannya yang tidak sistematis dan bahasa yang digunakan pun kurang   dapat dipahami serta dipengaruhi bahasa Melayu.

Bahan susunannya juga tidak sama antara satu dengan yang lain. Ada yang mendahulukan penyajian sejarah   perkembangan hadis, seperti TMHasbi ash-Shiddieqy dan Utang Ranuwijaya dan ada yang mendahulukan penjelasan istilah hadis serta kedudukannya, kemudian sejarah pengembangannya dan pembukuan hadis, seperti Mahmud Yunus, Fatchur Rahman, M. Syuhudi Ismail, Utang dan Munzier. Sementara A. Qadir Hasan juga berbeda dengan karya lainnya. Dalam   pembahasan tidak ada sejarah, tetepi langsung Mustalah Hadis sehingga dalam pembahasannya hanya diberi pengantar tentang istilah umum ilmu hadis.       

2.    Pergeseran dalam Pengembangan Cabang Ilmu Hadis.

cabang-cabang ilmu hadis dari pemerhati hadis diIndonesia tidak tampak dalam karyanya. Dalam buku Pengembangan Pemikiran terhadap hadis karya Yuhanar Ilyas dan M. Mas'udi, menurut Muhamad Dede Rudliyana, terdapat keinginan untuk memberi kontribusi terhadap pengembangan pemikiran ilmu hadis, khususnya yang berkaitan dengan pemahaman matan Hadis. [40]

Karya ilmu hadis di Indonesia cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran daripada membahas secara khusus dan komprehensif. Hal itu disebabkan oleh latar pendidikan penulisnya adalah pengajar dan pengelompokan berdasarkan kurikulum pembelajran ilmu hadis.Parapenulis buku ilmu hadis   hampir keseluruhannya tidak memiliki latar belakang pendidikan hadis. Tetapi hanya karena menjadi pengajar hadis dan ilmu hadis, atau karena karya ilmiah terakhir (tingkat doktoral) berkenaan dengan hadis dan ilmu hadis, mereka dianggap sebagai tokoh atau ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis.

Selanjutnya isi buku-buku ilmu hadis di Indonesia   lebih banyak ringkasan   dan interpretasi penyusun dari buku-buku sebelumnya, jadi, bukan karya orisinil dari penulisnya. Buku-buku ilmu hadis yang ada diIndonesia  lebih banyak memberi bagian pada materi sejarah dari pada materi ilmu hadis itu sendiri. [41]



[1] As-Suyuti,Tadribur Rawi,  h. 5-6

[2] Muhammad Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis.., h. 7 danal-Qasimi,Qawaid at-Tahdis...,h 75   

[3] Sunan Turmuzi,Bit Tashhih wat Ta'liq Ahmad Muhammad Syakir

[4] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi,h. 40

[5] Ibid., h. 40-41

[6] Ibid.

[7] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis,h.  8.

[8] Ibid.

[9] An-Nu'man al-Qadi,al-Hadis asy-Syarifah:Riwayah wad Dirayah, (Mesir: jumhuriyyah Mesri al-'Arabiyah),h. 77

[10] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h. 8

[11] Ibid.

[12] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi,h. 5-10

[13] Subhi  as-Shalih,Ulum al-Hadis...,h. 110.

[14] Nur ad Din'itr,Manhaj..., h. 92

[15] Ibid.

[16] Subhi as-Shalih,Ulumul Hadis...,  h. 109

[17] Mahmud al-Tahhan,Taisir Musthalah al-Hadis, (Bairut: Dar al-Karim, 1399 H/1979), hlm.   224.dan Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis..., h. 253.

[18] As-Suyuti,Tadrib ar-Rawi, h. 380

[19] Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhawi,Fat al Mughis,(T.Tp: al Hindi..tt), h. 106-107

[20] Subhi as-Shalih,Ulum al-Hadis..., h. 112

[21] Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi,Ma'rifah Ulum al-Hadis, (Kairo: Maktabah al-Muntanaby, tt), h 112-113.

[22] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h2 87, Al-Qasimi,Qawaid ad-Tahdis..., h. 316 dan Nur  ad-Din' Itr,Manhaj...,. h. 335

[23] Abu Hasan 'Ali bin Muhammad al-Hamidi,al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, (Mesir: Muhammad 'Ali Sabih wa Auladuhu, 1968), hlm.257-258

[24] At-Tahanawy,Kasyf istilah al-Funun, jil.III, (tt.al-Hai'ah al-Ammah li al-Kutub,t.tp), h. 127

[25] Ibnu Mansur,Lisanul Arab,jil.I, (Bulaq,h.440-442

[26] At-Tahanawy,Kasyf istilah. hlm. 127 

[27] Ibid.

[28] Ibnu Mansur,Lisan al-Arab. jil.IV, h. 471

[29] As-Suyuti,Lubab an-Nughul fi asbab an-Nuzul, terdapat pada catatan pinggir pada kitab tafsir Abu Thahir bin Ya'qub al-Fairuzzabady,Tanwir al-Miqyas min Tafsir ibn Abbas, (Beirut:Dar al-fikr , tt),  h. 5. Sebuah pertanyaan dari Abdullah saat kesulitan mendapatkan air

[30] As-Suyuti,Asbab Wurud al-Hadis. h.  8

[31] At-Tarmuzi,Bit Tashhih...,h. 202

[32] Ibid.

[33] Ibid., h.204

[34] Al-Hafiz Ibn Katsir,al-Basisi al-Hadisi, Syarh Ikhtisar Ulum al-Hadis, (Beirut: Dar al-Syaqafah al-Islamiah,t.tp), hlm.166.Lihat di- Tarmuzi,Bit Tashhih . . . ,hlm.203-4              

[35] At-Turmuzi,Bit Tashhih... Dan lihat al-Hakim,Ma'rifahh..146-8.

[36] Muhammad Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h. 283

[37] Subhi as Shalih,Ulum al-Hadis..., h. 111

[38] Muhammad Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis, h.  283

[39] Rudliayana,Perkembangan Pemikiran,h. 150

[40] Ibid.,h. 151

[41] Ibid.,h.  157 

0 Comment