Adam dan Hawa di Surga Mana?
Kalau kita perhatikan, kisah kejatuhan Adam dari surga
mencakup beberapa unsur: Adam sendiri, istrinya, surga, kekhalifahan,
malaikat, Iblis, pohon terlarang, godaan, pelanggaran, hal Adam dan istrinya
telanjang, pengusiran (yang pertama) dari surga, ajaran Tuhan, ampunan Tuhan,
pengusiran (yang kedua) dari surga, peran setan di bumi sampai Hari Kiamat,
perjuangan manusia. Masing-masing unsur itu sarat dengan makna dan tafsiran.
Para ulama mencoba menerangkan masing-masing itu kurang lebih demikian:
Tentang Adam, sejauh yang dipercayai oleh kaum Muslim
seperti juga yang dipercayai oleh kaum Yahudi dan Nasrani, ialah bahwa dia
adalah bapak umat manusia (abû al basyar). Ia diciptakan dari tanah
menurut bentuk tertentu (masnûn), dan setelah lengkap bentukan itu
maka ditiupkan ke dalamnya sesuatu dari ruh kepunyaan Tuhan. Manusia diciptakan
dari pribadi yang tunggal (min nafs-in wâhidah), kemudian daripadanya
diciptakan jodoh-jodohnya, dan dari jodoh-jodoh itu dijadikanlah seluruh
umat manusia, lelaki dan perempuan (Q., 4: 1). Keturunan Adam (dan Hawa) sendiri
tidak lagi dibuat dari tanah, tetapi dari “air yang menjijikkan” (sperma dan
ovum). Tetapi sama dengan Adam, setelah proses pembentukan janin mencapai
tahap yang lengkap, maka ditiupkan oleh Allah ke dalamnya sesuatu dari ruh
milik-Nya, dan dibuatkan pendengaran, penglihatan dan kekuatan pikiran (fu’âd,
jamak: af’idah) (Q., 32: 7-9).
Hawa adalah istri Adam, ibu umat manusia. Dalam Al
Quran nama pribadi Hawa dan cara penciptaannya tidak disebutkan. Hanya
disebutkan bahwa Adam mempunyai seorang istri. Menurut Hamka, kepercayaan
umum bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk lelaki bukan berasal dari Al
Quran, melainkan dari beberapa Hadis oleh Bukhari dan Muslim. Tetapi Hamka
meragukan apakah benar Hadis yang menyatakan tentang hal itu harus diartikan
bahwa Hawa memang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Yang jelas, kata Hamka,
hadis-hadis itu mengingatkan kita semua tentang tabiat wanita. Dan Nabi
memberi petunjuk tentang bagaimana menangani tabiat itu, yang petunjuk itu,
kata Hamka selanjutnya, harus diterima dan diamalkan dengan penuh rendah hati.
Perkataan dalam Al Quran yang kita terjemahkan dengan surga (dari bahasa
Sanskerta) ialah jannah. Makna lain perkataan itu ialah kebun atau
taman. A. Hasan menjelaskan arti jannah itu dengan kebun atau surga.
Sedang Hamka menerjemahkan jannah dengan taman. Para ulama berselisih
surga mana yang dimaksud sebagai tempat Adam dan Hawa: apakah sama atau tidak
dengan surga yang dijanjikan untuk kaum beriman kelak di Hari Kemudian? Jika
sama, mengapa dalam surga Adam dan Hawa itu terdapat pembangkangan, malah
syetan pun ada di sana, padahal dalam Al Quran digambarkan bahwa dalam surga
kelak tidak ada lagi pembicaraan sia-sia atau kotor, apalagi pembangkangan
kepada Allah. Yang ada ialah kedamaian sempurna yang abadi (Q., 56: 25-26).
Jika tidak sama, lalu di mana sesungguhnya surga Adam dan Hawa itu? Pendapat
dan tafsiran masih bermacam-macam, meskipun jelas bahwa surga Adam dan Hawa
itu adalah tempat yang menyenangkan: makanan berupa buah-buahan melimpah
ruah, tidak ada kelaparan maupun kehausan, juga tidak ada hal telanjang, dan
manusia tidak akan kepanasan.
0 Comment