Sudah menjadi fakta sejarah bahwa sufisme pernah
mengalami penyimpangan dari sunnah yang sangat jauh. Tetapi tidaklah adil kalau
kita hanya menimpakan tanggung jawab penyimpangan ini pada dunia tasawuf.
Karena kita juga tidak bisa mengingkari jasa-jasa yang pernah diberikan kaum
sufi kepada agama Islam. Pada saat kaum Muslim mengalami kemunduran dalam hal
kekuatan politik dan militer, serta mundurnya kegiatan intelektual Islam pada
abad-abad ke-12 dan ke-13, gerakan-gerakan sufilah yang memelihara jiwa
keagamaan di kalangan kaum Muslim. Mereka pulalah yang menjadi perantara bagi
tersebarnya agama Islam keluar dari daerah Timur Tengah, terutama ke Asia
Tenggara, termasuk Indonesia dan pedalaman Afrika. Para pedagang,
pengembara, dan pengamal tasawuf merupakan juru tabligh utama penyebaran agama
Islam ke daerah-daerah tersebut, baru kemudian tugas itu diteruskan dan
diselesaikan oleh ulama-ulama ahli fiqh dan ahli kalam.
Bahkan, di beberapa tempat, seperti di India, struktur
organisasi gerakan tasawuf telah membentuk masyarakat setempat begitu rupa
sehingga mendekati pola-pola yang ada di dunia Islam (Timur Tengah), dan ini
sangat mendukung bagi penyebaran Islam selanjutnya. Di tempat-tempat yang
terdapat pengikut tarekat hampir selalu bisa ditemukan suatu pondokan atau zâwiyah
guna menampung para fakir yang hendak melakukan wirid atau suluk. Zâwiyah itu
dalam perkembangannya berubah menjadi gilda-gilda dan pusat-pusat kegiatan
ekonomi, pusat pendidikan, bahkan tidak jarang menjadi cikal bakal kekuatan
politik yang besar pengaruhnya di kemudian
hari.
Keadaan serupa juga berlaku di Indonesia. Pusat-pusat
penyebaran Islam yang mula-mula, khususnya di Jawa seperti di daerah Ampel dan
Giri, agaknya merupakan sambungan sistem zâwiyah di India dan Timur
Tengah, yang kemudian berkembang menjadi pondok atau pesantren seperti yang
kita kenal sekarang. Dianggapnya para tokoh penyebar ajaran Islam itu sebagai
wali yang keramat menunjukkan kuatnya pengaruh segi tasawuf dalam
ajaran-ajarannya. Sebab, kepercayaan kepada wali merupakan bagian penting dalam
rangkaian faham sufi.
Tentang bagaimana bentuk hubungan yang sebenarnya
antara sufisme dengan mistik Jawa yang kemudian dikenal dengan kebatinan pernah
menjadi bahan diskusi yang hangat di Indonesia. Satu hal yang barangkali
mendekati kepastian adalah bahwa pembawaan-pembawaan mistis pada orang Jawa
khususnya dan orang Indonesia umumnya – yang merupakan warisan ajaran-ajaran
agama Hindu-Buddha – telah membantu mematangkan kesiapan bangsa kita menerima
kedatangan agama Islam melalui tasawufnya itu. Sebaliknya dalam
perkembangannya, sufisme telah ikut mempengaruhi ajaran-ajaran mistik setempat,
sehingga terdapat perbendaharaan keislaman padanya. Memang dalam kenyataannya,
ajaran-ajaran tasawuf merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam yang paling
mudah dan cepat menyesuaikan diri dengan unsur-unsur mistik setempat.
Tetapi, kalau kita lihat para pengikut tasawuf di
pesantren-pesantren di Jawa, ternyata mereka tidak begitu paham dengan sastra
mistik Jawa sendiri. Umumnya mereka tidak mengenal bacaan-bacaan mistik seperti
yang dikenal dalam dunia kebatinan atau kejawen. Bahkan mereka memandang
bacaan-bacaan itu dengan curiga. Dalam mengamalkan tasawuf ini mereka hanya
bersandar pada sumber-sumber berbahasa Arab seperti yang diajarkan oleh kiai
atau guru mereka.
Meskipun pesantren atau pondok merupakan perkembangan
dari sistem zâwiyah yang dikembangkan kaum sufi, tetapi bukan berarti
setiap pesantren merupakan pusat gerakan tasawuf. Pada saat ini pesantren lebih
dikenal sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran. Sedangkan yang melakukan
peranan sebagai pusat gerakan tarekat (tasawuf) hanya sedikit. Lebih sedikit
lagi adalah pesantren yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai
objek pengajarannya. Sufisme di Indonesia agaknya terbatas pada segi-segi yang
praktis, sedangkan segi pemikiran kontemplatifnya sangat kurang. Karena itu
perkataan “tarekat” (yaitu jalan atau ajaran bertasawuf yang bersifat
praktis) adalah lebih dikenal daripada perkataan tasawuf, khususnya di kalangan
para pengikut awam yang justru menjadi bagian terbesar dari pengikut tasawuf
ini.
0 Comment