JALAN LURUS
Setiap kali shalat, kita berdoa melalui surat Al-Fâtihah,
Ya Tuhan tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan mereka yang telah
Engkau berikan kebahagiaan, bukan jalan yang Engkau murkai, dan bukan jalan
mereka yang sesat. Tafsir-tafsir mengatakan bahwa jalan mereka yang
termurka itu ialah jalan yang terlalu banyak menekankan keadilan semata tanpa ihsân,
sedangkan jalan yang sesat ialah jalan yang terlalu banyak memberikan tekanan
kepada ihsân tanpa keadilan. Jalan ihsân saja akan
kehilangan ketegaran moral dan hukum. Sulitnya berIslam ialah menjaga
keseimbangan antara keduanya, sehingga kita harus berdoa setiap hari. Kalau
sekedar berkenaan dengan hukum, itu gampang dilakukan; orang salah, maka
dihukum. Kalau mau memaafkan, maka maafkan saja; tidak ada kesulitan. Tapi
kapan kita harus menegakkan hukum dan kapan kita harus memaafkan, itu yang
sulit.
Nabi Muhammad Saw. dengan contoh-contoh yang terekam
dalam hadis banyak melakukan hal itu. Pada dasarnya hukum harus ditegakkan,
orang zina harus dihukum dengan rajam. Tetapi, ada peristiwa di mana Nabi
sepertinya tidak mau merajam seorang wanita yang datang kepada beliau melapor
bahwa ia telah berzina. Nabi “melengos” saja seolah tidak mau dengar. Kemudian
pada hari kedua perempuan itu datang lagi melapor kepada Nabi. Tetapi Nabi
tetap “melengos” dan tidak memperhatikannya. Seolah-olah beliau mau bilang,
sudahlah itu urusanmu! Hari ketiga perempuan itu datang lagi. Waktu melaporkan
ada orang lain yang mendengar. Akhirnya perempuan itu terpaksa dihukum. Jika
tidak, nanti akan menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah kesalahan seperti itu
tidak perlu dihukum. Tetapi kalau seandainya wanita itu tidak datang lagi
(hanya sekali datang dan dibiarkan oleh Nabi), maka tidak akan terjadi apa-apa.
Apa hikmah dari peristiwa tersebut? Bahwa dosa itu, sebagaimana diajarkan agama kita, lebih mudah dimaafkan oleh Tuhan kalau kita tidak siarkan. Yang terjadi sering terbalik, berbuat dosa malah bangga dan disiarkan kepada orang lain. Tuhan malah tidak memaafkan sama sekali, karena itu menjadi dosa sosial dan tidak lagi individual. Suatu dosa itu akan lebih mudah dimaafkan oleh Allah kalau masih diklaim sebagai masalah pribadi.
cd
Jalan Tegak Lurus
Seluruh ibadah kita sebenarnya untuk mengingat Tuhan dalam arti
sebenarnya, sehingga disistematisasi melalui zikir formal seperti yang diajarkan
oleh tarekat. Tetapi itu semata-mata institusionalisasi dari budaya zikir.
Sedangkan lukisan zikir dalam Al-Quran adalah suatu kegiatan yang tidak
mengenal tempat dan waktu, baik pada waktu berdiri, duduk, dan berbaring (Q.,
3: 191), tidak ada henti. Perintah shalat adalah perintah untuk zikir, ...dirikan shalat
untuk mengingat Aku (Q., 20: 14). Semua pekerjaan kita menjadi zikir
asalkan dimensinya mendorong kita kepada Tuhan. Inilah yang namanya al-shirâth
al-mustaqîm (jalan lurus); tidak hanya lurus horizontal tetapi juga lurus vertikal, karenanya sering
juga diterjemahkan dengan tegak lurus.
Penyebutan jalan lurus, menurut Buya Hamka, muncul
karena jarak dan antara dua tempat yang paling dekat. Disebut jalan lurus juga
dengan maksud tersedianya banyak jalan bagi orang yang ingin kembali kepada
Tuhan, meskipun sebagian jalan itu menyimpang.
Kalau orang tidak bisa kembali kepada asal maka sama
saja dengan orang yang keluar rumah dan tidak bisa pulang; itulah sesat (tidak
bisa kembali ke asal). Bisa dibayangkan kalau kita keluar rumah tetapi
tiba-tiba tidak tahu jalan pulang dan gelap di mana-mana; tentu itu menimbulkan
kesengsaraan (dhalâlah). Karena itu secara khusus kita berdoa dalam
surat Al-Fâtihah, ...bukan (jalan) mereka yang mendapat murka,
bukan (jalan) mereka yang sesat jalan,” (Q., 1: 7). Menurut Ibn Taymiyah,
Tuhan masih bisa memaafkan orang yang sesat, tetapi tidak kepada orang yang
dimurkai. Hal karena dia sendiri yang tidak mau kembali.
Ingat kepada Allah yang disebut zikir sebenarnya lebih
merupakan sikap batin daripada sikap lahir. Dan ingatlah Tuhanmu dalam
hatimu, dengan rendah hati dan rasa gentar, dan tanpa mengeraskan suara; waktu
pagi dan petang, janganlah kamu termasuk orang yang lalai (Q., 7: 205).
Perasaan takut di sini adalah dalam arti merasakan keagungan Tuhan. Karena itu
sangat tepat kalau dikatakan bahwa sebetulnya zikir adalah suatu cara untuk
menyadarkan kita bahwa Tuhan hadir dalam hidup kita, karena memang Tuhan
beserta kita di mana pun berada, Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu
berada (Q., 57: 4), Milik Allah timur dan barat; ke mana pun kamu berpaling, di situlah
kehadiran Allah (Q., 2: 115). Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan Maha Hadir.
Itulah sebabnya kenapa ketika Abu Bakar ketakutan hampir ketahuan oleh orang
Quraisy dalam persembunyiannya di gua Tsûr, dengan tenang Nabi berkata, “Jangan
sedih, Allah bersama kita” (Q., 9: 40).
Kedekatan Tuhan dengan kita mestinya tidak membuat kita lupa kepada Tuhan sebagai asal dan tujuan hidup, innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn. Lupa kepada Tuhan berarti kita dijadikan Tuhan lupa kepada diri kita sendiri. Peringatan Allah, Dan janganlah seperti mereka yang melupakan Allah; dan Allah akan membuat mereka lupa akan diri sendiri (Q., 59: 19). Metafor yang dipergunakan untuk melukiskan orang dalam posisi ini adalah al-dhulumât, orang yang berada dalam kegelapan. Ibarat sebuah nûr, agama mengeluarkan orang dari kegelapan kepada cahaya. Cahaya ini diperlukan untuk kebahagiaan.
Berada dalam kegelapan adalah kesengsaraan yang sangat besar, karena itu mestinya kita tidak lupa kepada Tuhan dan kepada diri sendiri. Maka Allah mengingatkan, Berdoalah kepada Tuhanmu dengan kerendahan hati (penuh haru—NM) dan suara perlahan (rahasia—NM) (Q., 7: 55). Perlu digarisbawahi di sini bahwa zikir sebenarnya merupakan masalah private, masalah pribadi antara kita dengan Allah. Dengan merujuk kepada ayat di atas, sebenarnya penggunaan loud speaker dalam berzikir adalah bermasalah, atau lebih tegasnya tidak boleh dilakukan. Al-Quran mengajarkan kita supaya khusyu’ dengan penuh haru dan privacy dalam berzikir, karena hanya dengan begitu kita akan merasakan kehadiran tuhan. Meskipun benar efek kebersamaan dalam zikir berpengaruh secara psikologis, tetapi yang paling penting dalam zikir adalah dalam hati. Itu yang disebut zikir khâfî.
0 Comment