Suatu hal yang tampaknya tak mungkin dihindari tentang
Teknikalisme ialah implikasinya yang materialistik. Maka dalam menghadapi
dan menyertai kemodernan, kaum Muslimin dituntut untuk memperhitungkan segi
materialisme ini. Kalkulasi pribadi, inisiatif perorangan, efisiensi kerja
adalah pekerti-pekerti yang baik dan bermanfaat besar. Tetapi, bagaimanapun,
menundukkan nilai-nilai keakhlakan dan kemanusiaan ke bawah pemaksimalan
efisien teknis, betapapun besar hasilnya, kata Hodgson, kemungkinan sekali
akan terbukti merupakan mimpi buruk yang tak rasional.
Telah diketahui bahwa aspek kemanusiaan Abad Modern
ini bisa, dan telah menjadi kenyataan, lebih penting dan lebih menentukan daripada
aspek teknikalismenya. Generasi 1789 yang secara garis besar merupakan
angkatan dua revolusi, yaitu Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis, dari
sudut pandangan kemanusiaan modern Barat adalah peletak dasar-dasar segi
kemanusiaan bagi kemodernan. Cita-cita kemanusiaan yang dirumuskan dalam
slogan Revolusi Prancis, “Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan,” memang
belum seluruhnya terwujudkan dengan baik. Tetapi harus diakui bahwa dunia belum
pernah menyaksikan usaha yang lebih sungguh-sungguh dan lebih sistematis untuk
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan itu, dalam bentuk pelaksanaan yang
terlembagakan, daripada yang dilakukan orang (Barat) sejak terjadinya dua
revolusi tersebut. Pengejawantahan terpenting cita-cita itu ialah sistem
politik demokratis, yang sampai saat ini menurut kenyataan baru mantap di
kalangan bangsa-bangsa Eropa Barat Laut dan keturunan mereka di Amerika
Utara.
Aspek teknik yang material dan aspek kemanusiaan yang
nonmaterial itu berjalan hampir seiring di Eropa Barat Laut, dan penyembulannya
ke permukaan juga terjadi secara hampir bersamaan, yaitu dalam Revolusi
Industri dan Revolusi Prancis. Tetapi bagi bangsa-bangsa lain yang hendak
mencoba mengejar ketertinggalannya, jika tidak mungkin mengambil kedua aspek
itu sekaligus, sering dihadapkan kepada pilihan yang tidak begitu mudah untuk
menetapkan mana dari kedua aspek itu yang harus didahulukan. Tetapi biasanya
bentuk kesiapan tertentu suatu bangsa akan men-dorongnya untuk secara
pragmatis menentukan pilihan tanpa kesulitan. Maka India misalnya, disebabkan
oleh jumlah cukup besar dari kalangan atasnya yang berpendidikan Barat di
bawah pemerintahan kolonial Inggris, secara amat menarik menunjukkan keberhasilannya
untuk sampai batas tertentu menerapkan aspek kemanusiaan modern Barat, yaitu,
dalam hal ini, demokrasi sistem pemerintahannya. Keberhasilan itu terjadi
dengan seolah-olah mengingkari kenyataan sosial masyarakat Hindunya yang
mengenal sistem kasta yang kaku, yang sama sekali tidak selaras dengan
keseluruhan cita-cita kemanusiaan modern. Meskipun India berhasil mewujudkan
dirinya sebagai “demokrasi terbesar di muka bumi”, perkembangan lebih lanjut
menunjukkan bahwa kemelaratan rakyatnya senantiasa menjadi sumber ancaman
kelangsungan demokrasi itu.
Sebaliknya, saat-saat terakhir ini kita bisa
menyaksikan peningkatan secara luar biasa kemakmuran material beberapa negara
Timur Tengah pemilik petrodollar. Jika dibenarkan menggunakan kriteria India
itu kepada gejala Timur Tengah ini, maka dapat dikatakan bahwa, kebalikan dari
India, negara-negara petrodollar itu memiliki kesiapan tertentu untuk
mengambil dari Barat dan mengadopsi, secara lahirnya, aspek teknik dan kemodernan.
Tetapi jika tidak segera atau bersama dilakukan penggarapan yang serius
terhadap aspek pengembangan kemanusiaannya, ada kemungkinan bahwa “kemajuan”
material itu akan justru merupakan epok sejarah setempat yang ternyata nanti
menimbulkan penyesalan yang mendalam. Nampaknya tantangan ini disadari
sepenuhnya oleh para pemimpin negara-negara itu.
0 Comment