Literatur

Jumat, 31 Maret 2023

BUKU KEHIDUPAN

Ketika datang perintah membaca pada Nabi kita Saw. tidak ada sebarang tulisan yang dihantarkan. Buku kehidupan, segala realitas yang ada itulah yang wajib dibaca. Segala teks di manapun ditulis, adalah sebuah gambar dari realitas, baik itu telah, maupun prediksi atas yang akan berlangsung.

Banyak kalangan intelektual yang giat membaca teks namun gagal membaca realitas yang menyebabkannya tertolak dari masyarakat. Kenapa? Kemungkinan karena dua alasan. Pertama, karena teks adalah sebuah laporan dari sebuah realitas yang tidak sesuai dengan realitas yang dihadapi. Kedua, karena teks adalah laporan realitas menggunakan bahasa simbolik dan abstrak.

Al-Qur'an dan Hadits adalah sebuah laporan yang paling sesuai dengan realitas. Siapa saja yang membaca realitas dengan benar ketika disodorkan teks Al-Qur'an dan Hadits akan menemukan kesamaan dengan pengalamannya tetap seperti seorang pengembara yang ketika diperlihatkan peta dia akan menemukan kesamaan antara denah dan jalan yang pernah dia lalui dengan yang tergambarkan di peta. Saintis selalu dibuat kagum karena sangat sering menemukan penemuan ilmiahnya sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadits.

Ada orang yang sangat pandai membaca buku kehidupan sehingga dia menjadi orang yang bijaksana. Dia adalah filosof dalam arti sesungguhnya. Banyak orang yang mempelajari filsafat siang dan malam sepanjang hidup namun pola pikir dan tindakannya sama-sekali berbeda dengan yang dipelajari. Mereka hanya mampu menjadi gudang istilah-istilah. Mereka tak ubahnya seperti unta yang membawa kitab. Segala ilmu tentang keahlian yang mereka pelajari hanya sebatas ingatan dalam ingatan. Pesan Ibn 'Arabi untuk gemar membaca buku kehidupan karena buku kehidupan yang terus hidup dapat membuat rencana menjadi mudah terealisasi.

***

Dalam kehidupan ini terdapat beragam tingkat intelektualitas manusia. Tamsilan tingkatan itu seperti orang yang mampu menzoom sebuah peta, semakin tinggi intelektualitasnya semakin mampu dia menzoom peta itu. Peta yang dimaksud adalah teks Al-Qur'an dan Hadits. Sayangnya perbedaan tingkatan kemampuan ini menyebabkan pertikaian. Perselisihan dapat dihindari dengan memberi penjelasan dengan menggunakan bahasa dan istilah yang dekat dengan sasaran kultur.

Siapa saja yang punya level intelektual lebih tinggi harus mampu memahami pemahamannya kepada yang belum mampu memahami sejauh mana yang dia miliki, jangan malah menggunakan kelebihannya itu untuk menipu atau membodohi orang lain. Praktik seperti ini adalah aktivitas kaum sofis dalam menipu orang awam.

Pencitraan yang mereka lakukan benar-benar memukau nalar masyarakat. Dengan itu kritik tidak pernah ada sehingga kaum sofis sangat leluasa melakukan permainan-kebohongan sampai Sokrates tiba dengan modal hanya kemampuannya melahirkan pertanyaan bagi setiap mempermainkan argumen kaum sofis. Kata Sokrates, pertanyaan yang benar telah mengantarkan kita pada setengah kebenaran.

Sokrates menyadari setiap bangun argumen kaum sofis sehingga terbuktilah bahwa argumen tersebut sangat rapuh dan tidak memiliki fondasi yang jelas.

Masyarakat awam adalah mereka yang memiliki dunia yang samasekali berbeda dengan elit politikus sehingga masyarakat tidak pernah menampilkan keburukan-keburukan yang dilakukan elit yang sebenarnya sangat merugikan mereka. Nihilnya kritik dari masyarakat adalah karena mereka tidak memiliki argumen yang tepat untuk mengembalikan hak mereka.

Filsafat adalah ilmu tentang penyusunan. Segala realitas yang ditangkap indera dimasukkan ke dalam gudang memori kita. Selanjutnya isi memori itu dianalisa lalu disintesakan sehingga melahirkan sebuah disiplin atau argumen baru. Karenanya seorang filosof harus menyelesaikan segala sesuatu sebab karena nantinya dia akan dapat menemukan sumber yang dibangun. Kalau kaum sofis membangun sebuah argumen untuk mengasankan kebohongan-kebohongan sebagai sesuatu yang benar dan tidak dapat dibantah, filosof bahkan memecahkan segala sesuatu termasuh hal-hal yang telah dianggap kokoh.

Sebuah kelas filsafat adalah tempat yang paling kontradiktif bagi seorang filosof akademi sebab melarang kita mengkritisi apalagi membantah apa-apa yang dipaparkan pengajar.

Kaum sofis bekerja dengan menyosor emosi sasarannya sehingga mereka tidak lagi mampu berpikir kritis dan yang ada adalah ketakjuban. Ini tetap seperti pencitraan politik yang dimainkan rezim penguasa politik dan kaum modal tertentu. Cara inilah yang sering diterapkan sales dalam mempromosi barangnya. Pegawai asuransi juga memakai cara ini untuk mendapatkan mangsa

Supaya terhindar dari jerat kaum sofis dan pengikut- pengikutnya, Sokrates melarang untuk selalu melihat segala sesuatu secara menyeluruh. ''Keseluruhan selalu lebih besar daripada sebagian'' katanya. Maksudnya adalah kita tidak boleh pragmatis dan materialistis. Dengan demikian kita bisa menjadi bijak. Kebijaksanaan dengan ilmu yang dimiliki adalah motivasi untuk belajar jangan karena: ''ingin belajar sebab orang lain belum tahu, jadi saya yang akan tahu terlebih dahulu''. Itu adalah motivasi keliru yang nantinya ilmu itu menjadikan dirinya dan siapa saja celaka. Biar ilmu itu berkat dan menjadikan penyandangnya bijaksana maka belajarlah dengan rendah diri, anggaplah kitalah satu-satunya orang yang belum mengatahuinya sehingga kita perlu segera mengetahuinya.

Filosof bisa menjadi bijak karena mereka selalu melanggar hal-hal yang kira-kira mereka anggap telah mereka ketahui. Bila kita sering melanggar hal-hal yang kita anggap telah kita ketahui, maka kita akan menemukan bahwa kita belum mengetahuinya. Filosof juga menggunakan metode yang teratur rapi dalam berpikir, menalar dan berbicara. Filosofi bukanlah orang yang banyak bicara, besar mulut, filosof adalah mereka yang sadar akan kebebalannya, tidak bicara kecuali benar-benar mendesak; itu pun dengan bahasa yang sangat sederhana dan rapi.

Kita dilengkapi dengan mind dan intelect. Pikiran kerjanya membisikkan segala sesuatu pada manusia. Mungkin inilah namanya 'akal dalam mazhab Naquib Al-Attas. Sementara yang disebut intelek adalah qalb dalam makna Al-Attas.

Akal sering disebut 'hati nurani' karena dia selalu memberi energi agar kita melakukan tindakan terbaik. Energi ini dapat timbul tenggelam sesuai dengan tindakan kita. Disebut 'nurani' diambil dari kata 'nur' yang berarti 'cahaya' sebab dianya memang pelita dari Allah. Semakin dekat dan patuh kita pada Allah, semakin tinggi energi akal. Bila energi nurani kita dapat bekerja dengan cepat, maka saat berhadapan dengan suatu masalah, nurani dapat berbuat jahat dengan baik sehingga tindakan kita selalu baik.

Filsafat itu telah ada seumurnya dengan usia manusia itu sendiri. Sementara sistematika dan penjadian filsafat sebagai sebuah disiplin benar-benar di Yunani. Itu pun, kiranya harus mempertimbangkan Cina dan India.

Aristoteles adalah orang pertama yang merumuskan sistematika dalam berfilsafat. Dia mengatakan pintu masuk filsafat adalah logika. Logika berguna untuk menemukan pembuktian atas sesuatu objek serta memberikan definisi atas suatu objek. Filsafat bukanlah ilmu keragu-raguan. Filsafat adalah ilmu praktis. Berbuat tapi salah adalah lebih baik daripada terus-menerus memelihara keraguan. Dalam keraguan tidak ada tindakan. Bila salah dalam tindakan, bisa diperbaiki. “Dalam melakukan tindakan dan memperbaiki ada pahala,” kata Ali ra.

Untuk mengetahui esensi segala sesuatu kita harus menguraikan setiap bagian partikel dari sesuatu itu. Dengan itu barulah definisi dari sesuatu yang dapat dicari. Lalu kita membuang segala bagian yang bukan merupakan unsur dari sesuatu itu. Selanjutnya kita merangkainya kembali (sintesa).

Tugas filsafat adalah mengkaji apa yang disebut 'ada' atau 'wujud' atau 'menjadi'.

Wujud itu terdiri dari tiga tingkatan: materi, non-materi dan Tuhan. Materi adalah segala sesuatu yang dapat ditangkap panca indera kita. Non-material adalah apa saja yang dianggap ada namun tak terjangkau indera. Tuhan adalah 'Wujud' yang dialah penyebab segala 'wujud'. Antara materi dan non-materi bedanya hanyalah pada yang dapat dan tidak dapat ditangkapnya oleh indera. Namun kurang tepat memberikan pemisah antara keduanya. Sebab seiring pesatnya sains, segala hal yang dulunya dianggap mistik kini menjadi hal yang lumrah.

Beberapa hal yang dulu dianggap non materi, kini dapat dilihat jelas dengan bantuan alat. Sains, meski selalu mengklaim dirinya menolak mistik, namun ternyata perjalanannya adalah ke arah sana. Semakin hari sains semakin banyak menemukan hal-hal sebelumnya dianggap mistik ternyata tidak mistis. Dulu suatu penyakit tertentu dianggap kutukan atau sihir, sekarang diketahui penyebabnya karena virus. Oleh sains, mistisme tidak mistik.

0 Comment